MEDAN - Kekecewaan atas batal tayangnya bursa CPO Indonesia bulan Juli dan diganti dengan kolaborasi dengan Malaysia, sudah di luar ekspektasi petani sawit Indonesia. Bagaimana tidak, Menteri Perdagangan (Kemendag) Zulkifli Hasan sudah berkali-kali menyebut bursa sawit atau crude palm oil (CPO) akan segera diselesaikan secepatnya, paling lama bulan Juli tahun ini, agar Indonesia tidak perlu berpatokan kepada Bursa Malaysia dan Roterrdam, Belanda lagi.

Bahkan, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan sudah beberapa kali menyindir, kenapa Indonesia yang notabene-nya adalah raja sawit malah mengikuti Belanda dan Malaysia.

Kalimat inilah yang paling banyak beredar di berbagai media elektronik dan sudah menjadi ingatan petani sawit di tengah himpitan harga TBS yang selalu ambruk akibat tidak stabilnya harga CPO Indonesia hasil tender KPBN.

Kekecewaan semakin menjadi-jadi Ketika Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko mengatakan Bursa komoditas Crude Palm Oil (CPO) Indonesia akan bekerjasama dengan Malaysia Derivatives Exchange (MDEX).

“Kita akan mati jika mencoba bersaing dengan Malaysia Derivatives Exchange (MDEX),” ujarnya dalam acara jalan santai yang diselenggarakan Bappebti bersama Jajaran Kementerian Perdagangan, Minggu (30/07), sebagaimana dimuat Kontan.co.id (30/07).

Selanjutnya Didid mengatakan, Indonesia memang produsen CPO terbesar, tapi MDEX sudah berjalan lebih dari 20 tahun dan sudah memiliki banyak pengalaman, Ia pun mengakui bahwa benchmark Bursa CPO Indonesia adalah MDEX di Malaysia sehingga pihaknya memilih jalur kolaborasi, ujarnya memberi alasan.

"Ya kami petani sawit terkejut atas statemen dari Kepala Bappebti, ini di luar ekspektasi kami, di luar nalar kami alasan tersebut," ujar Dr. Gulat ME Manurung, MP,C.IMA, Ketua Umum DPP APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia).

Bayangkan saja di berita-berita sebelumnya begitu berapi-apinya Mendag dan Kepala Bappebti mengatakan tidak mau terus mengekor ke Malaysia dan Roterdam dan itu perintah Presiden.

“Tiba-tiba menjelang habis masa bulan Juli seperti janjinya, langsung berubah mengatakan akan berkolaborasi dengan Malaysia karena takut bersaing,” lanjut Gulat.

Perlu dicatat bahwa Bappebti itu unsur pendukung pada Kementerian Perdagangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Perdagangan.

Bahkan yang menjadi pertanyaan, kata Gulat, apakah statemen Kepala Bappebti tersebut sudah sepengetahuan Mendag?.

"Karena beberapa hari lalu Pak Mendag masih yakin dengan statemen-statemen seperti beberapa bulan yang lalu yaitu Indonesia harus memiliki bursa sendiri dan tidak boleh lagi mengekor ke Malaysia dan Roterdam dan akhir Juli Bursa CPO akan tayang," tambahnya.

Ir. Gus Dalhari Harahap, Ketua APKASINDO Provinsi Sumatera Utara, lebih kaget lagi atas keputusan tetap “ngekornya” Indonesia ke harga CPO Malaysia.

“Wah batal lagi, kalau alasannya Kepala Bappebti adalah karena MDEX sudah lebih berpengalaman sejak 20 tahun lalu, maka sepuluh tahun lagi akan Kembali keluar pernyataan Kepala Bappebti bahwa MDEX sudah 30 tahun lebih berpengalaman, gak mungkin kita melawan, dan demikian selanjutnya,” sebutnya.

Dia juga sangat menyayangkan ‘nasionalisme’ Kepala Bappebti, padahal petani sawit sudah dengan sabar menanti sampai akhir bulan Juli.

“Gak gak ada yang salah dengan Bursa CPO Indonesia, semua harus dimulai dengan segala keunggulan Indonesia dan itu sudah cita-cita Presiden Jokowi sejak beberapa tahun lalu dan Pembantunya (Menteri) harus tegak lurus mewujudkannya,” terangnya.

Apalagi PalmCo akan segera meluncur yang praktis CPO nya Holding PTN tidak akan ditender lagi di KPBN karena semua produk CPO Holding akan diolah oleh PalmCo menjadi produk turunan CPO dan harga TBS Petani pun akan merujuk ke harga Bursa CPO Indonesia, itulah harapan petani sawit Indonesia.

"Lah masak harga TBS kami diserahkan ke kolaborasi, kan ngekor juga namanya itu? ini sangat memalukan dan merendahkan,” ketusnya.

Gus Dalhari meyakini, perencanaan Bursa CPO Indonesia oleh Bappebti sudah masuk angin dan bermohon ke Mendag, terkhusus Presiden Jokowi supaya membatalkan rencana Kepala Bappebti tersebut.

“Indonesia Merdeka tahun 1945, sudah 78 tahun lalu, sementara Malaysia Merdeka tahun 1957, 66 tahun lalu, itupun hadiah dari Kerajaan Inggris. Masak kita kalah?,” tutup Gus.