MEDAN - Diduga ada mafia tanah berkelindan di lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II. Karena itu, Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi diminta untuk turun tangan menyelesaikan persoalan itu.

Termasuk dugaan surat kepemilikan tanah palsu di lahan eks HGU PTPN II tersebut.

Apalagi, hal ini menimbulkan persoalan yang kini berpotensi menjadi konflik sosial.

"Ini seharusnya menjadi perhatian serius Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi dan Pemprov Sumut khususnya. Saya menemui banyak masalah khususnya persolan tanah eks HGU PTPN II," ujar praktisi hukum Sumatera Utara, Zakaria Rambe kepada sejumlah wartawan, Kamis (27/7/2023) di Medan.

Zakaria Rambe menjelaskan, dari hasil pengamatan dan pertemuannya dengan berbagai pihak penggarap dan kelompok tani di lahan eks HGU PTPN II, dapat disimpulkan adanya dugaan mafia tanah.

Para mafia ini dikatakannya melibatkan banyak pihak termasuk birokrasi dan tidak tertutup kemungkinan dari pihak PTPN II.

"Saya menemukan banyak sekali kejanggalan dalam persoalan ini. Salah satunya persoalan di Kabupaten Langkat yang sangat menarik perhatian banyak pihak," jelas Ketua Dewan Kehormatan DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Sumut ini.

Zakaria menyebutkan persoalan yang kini dihadapi Kelompok Tani Karya II yang selama ini sudah menjadi penerima hak atas tanah eks HGU PTPN II di Desa Kwala Bingai, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat seluas 233.227 meter persegi atas nama Irianto dan kawan-kawan, dikangkangi oleh keputusan pengadilan.

Dikatakannya, Irianto sudah mendapatkan SK Gubernur Sumut Nomor 188.44/566/KPTS/2021 tanggal 21 September 2021 tentang Penetapan Daftar Nominatif sebagai Penerima Hak dari tanah yang dikeluarkan dari HGU PTPN II.

Bahkan, dijelaskan Zakaria, PTPN II sudah juga mengeluarkan Surat Perintah Pembayaran (SPP) atas tanah yang diberikan pada Irianto, tanggal 16 September 2021.

"Dari dua surat ini terlihat bahwa sebenarnya masalah sudah clear. Tapi kemudian malah PN Stabat menerima gugatan dari pihak lain atas lahan tersebut, sehingga menjadikan persoalan ini centang-prenang," tegas Zakaria.

PN Stabat dan Pengadilan Tinggi Medan, kata Zakaria juga telah melanggar prinsip-prinsip keadilan pada masyarakat.

Hal ini karena tidak melakukan pemeriksaan perkara secara komprehensif.

Apalagi, menurut Zakaria, subjek yang dipakai menggugat lahan milik Irianto itu berdasarkan SK Gubernur Sumut No 5921-29/L/III/82 tanggal 27 Maret 1982 atas nama Suwarno dkk.

"Menurut penelusuran kami, SK Gubernur Sumut tahun 1982 itu tidak sesuai dengan yang ada di Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut. Saya melihat adanya dugaan mafia tanah bermain di persoalan di Langkat ini," ungkap Zakaria.

Sebagai informasi, SK Gubernur Sumut No 5921-29/L/III/82 tanggal 27 Maret 1982 atas nama Suwarno dkk yang menjadi persoalan itu, sudah ditegaskan oleh Kanwil BPN Sumut tidak sesuai dengan aslinya melalui surat Nomor HP.03.01/329-12.300/II/2023 tanggal 20 Februari 2023.

"Maka itu kami meminta agar Gubsu bisa turun tangan menyelesaikan masalah ini," pungkas Zakaria.