MEDAN - Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan resmi memasukaan nama konglomerat asal Medan Mujianto alias Anam ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus korupsi kredit macet yang menyebabkan kerugian negara senilai Rp39,5 miliar. Dia menghilang dari kediamannya pasca MA  menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta dengan subsider 3 bulan kurungan. Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) Yos A Tarigan mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan upaya untuk mengeksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung (MA).

Saat itu tim dari Kejari Medan mendatangi rumah Mujianto, namun yang bersangkutan menghilang atau tidak ditemukan.

"Diketahui (terpidana Mujianto) tidak berada di tempat. Berita acara pencarian terpidana ditanda tangani RT setempat," kata Yos, yang dikonfirmasi Rabu (5/7/2023).

Mantan Kasi Pidsus Kejari Deliserdang itu menjelaskan, masuknya Mujianto dalam DPO sebagaimana pada umumnya terpidana korupsi itu diterbitkan DPO untuk melaksanakan putusan kasasi MA.

"Kita mengimbau kepada yang bersangkutan agar segera menyerahkan diri, karena tidak ada tempat yang aman bagi DPO," jelasnya.

Diketahui bahwa, MA membatalkan vonis bebas Mujianto di tingkat PN Medan. Mujianto dihukum 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta dengan subsider 3 bulan kurungan.

Mujianto juga dijatuhi hukuman untuk membayar Uang Pengganti (UP) kerugian negara senilai Rp 13.400.000.000, dengan subsider 4 tahun penjara.

Sementara dalam dakwaannya jaksa mengatakan Mujianto melakukan pengikatan perjanjian jual beli tanah kepada Canakya Suman seluas 13.680 m2 yang terletak di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang.

Seiring waktu berjalan, PT KAYA dengan Direkturnya Canakya Suman mengajukan kredit Modal Kerja Kredit Konstruksi Kredit Yasa Griya di bank plat merah dengan plafon Rp39,5 miliar guna pengembangan perumahan Takapuna Residence di Jalan Kapten Sumarsono dan menjadi kredit macet serta diduga terdapat peristiwa pidana yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.

Kemudian, dalam proses pencairan kredit tersebut tidak sesuai dengan proses dan aturan yang berlaku dalam penyetujuan kredit di perbankan, akibatnya ditemukan peristiwa pidana yang mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp39,5 M.*