MEDAN - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Demokrat Santoso meminta Mahkamah Agung (MA) mengusut tuntas adanya dugaan mafia peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Simalungun. Hal ini agar keadilan bisa terwujud sebagaimana amanat sila ke lima Pancasila. "Jadi mafia peradilan harus ditindak. Siapapun yang terlibat," tegas Santoso kepada wartawan, seperti dikutip dari siaran pers Selasa (27/6/2023).

Sementara terduga mafia peradilan di PN Simalungun yang merupakan pengacara, menurut dia, berlaku kode etik profesi. Peraturan tersebut telah mengatur terkait kode etik pengacara. "Kami ingin kode etik advokat ini diterapkan secara tegas, tidak ada tebang pilih," ujarnya.

Senada, disampaikan Ketua Komite Pemuda dan Masyarakat Peduli (KPMP) Bergerak, Alfonsius, dalam menanggapi penggunaan dan penyampaian bukti palsu oleh kuasa hukum penggugat, dalam perkara perdata Nomor 23/Pdt.G/2022/PN.SIM di persidangan di PN Simalungun.

"Kami mendesak agar MA melakukan pengusutan sampai tuntas demi menjaga marwah pengadilan kita. Jangan sampai karena ulah oknum-oknum tertentu, marwah pengadilan jadi rusak," kata Alfonsius.

Seperti telah banyak diberitakan di media massa maupun dipublikasikan di media sosial, bukti palsu pada perkara perdata Nomor Nomor 23/Pdt.G/2022/PN.SIM diberikan ke majelis hakim saat persidangan tanggal 12 September 2022.

Menurut Alfonsius, penggunaan bukti palsu di persidangan merupakan tindakan contempt of court atau penghinaan terhadap pengadilan. "Kami juga mendesak agar pengacara yang menggunakan dan menyampaikan bukti palsu di perkara perdata Nomor 23/Pdt.G/2022/PN.SIM dilarang beracara di pengadilan mana pun di Indonesia sampai pengusutan terhadap kasus itu selesai," pungkasnya.

Terkait pengggunaan bukti palsu tersebut, sebelumnya, ibu rumah tangga asal Demak telah melaporkan pengacara penggugat ke kantor pusat PERADI di Jakarta karena diduga melanggar kode etik. Laporan disampaikan dan dibuat di kantor pusat PERADI pada tanggal 12 Mei 2023. *