MEDAN - Freddy Sabar Siahaan menyapa mahasiswa perantauan asal Siantar, Simalungun, sebagai bentuk kerinduannya terhadap aktivitas di perguruan tinggi yang pernah dilakoni. Puluhan mahasiswa yang tergabung dari sejumlah perguruan tinggi di Kota Medan hadir untuk berdialog bersama Freddy di ruang pertemuan Hotel Pardede International Medan, Rabu (21/6/2023) malam. 
 
Dalam kesempatan itu, Freddy yang terlahir di desa kecil di Laras Simalungun, menyempatkan diri untuk berbagi pengalamannya sebagai mahasiswa yang menamatkan S1 di Universitas Trisakti Jakarta. 
 
Sebagai mantan aktivis di Jakarta, Freddy terbilang sukses dalam dunia akademik yang dijalaninya dengan meraih beasiswa dan menamatkan S2 di Jerman. 
 
Tak hanya itu, suami dari Baby Pardede yang juga anak dari mantan Gubernur Sumut Rudolf Pardede ini menjadi satu-satunya orang Indonesia yang membuat master tesis di perusahaan semen dunia di Eropa.
 
Hingga akhirnya Freddy dipercaya bergabung di perusahaan semen terbesar kedua di dunia yang berada di Jerman.
Kisah membanggakan anak negeri itu berlanjut dengan mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang finance dan perdagangan industri di Indonesia.
 
"Saya ingin adik-adik yang hadir malam ini, kita sesama anak Siantar memiliki kesempatan yang sama bisa kuliah di perguruan tinggi ternama bahkan hingga ke luar negeri," harapnya. 
 
"Jangan terlena dengan rutinitas. Keluar dari zona nyaman. Dan saya lakukan itu, hingga bisa mendirikan perusahaan bidang investasi sampai sekarang," ujar Freddy melanjutkan. 
 
Pesan itu sengaja disampaikan tak lain untuk memberikan motivasi kepada anak-anak muda mahasiswa agar tetap semangat agar bisa berkarya di luar negeri dan kembali mengembangkan kampung halaman. 
 
"Jangan lupa kacang akan kulitnya," tuturnya. 
 
Walaupun Freddy tak menampik jika generasi yang besar di era sekitar 90-an silam, tentu berbeda dengan saat ini. Banyak godaan yang hadir terhadap perantau.
 
Untuk itu dirinya membagikan empat hal penting dalam manajemen hidup sebagai seorang perantau.
 
"Pertama mampu memanage finansial, kedua mampu mengelola waktu, ketiga selalu mengasah EQ, bukan hanya intelektual tapi juga emosional kita. Dan terakhir mengembangkan leadership dan kepekaan sosial sekaligus relationship," ucapnya.   
 
Tak sampai di situ, Freddy juga memandang jika tantangan mahasiswa saat ini lebih berat terutama dalam sisi persaingan. 
 
Freddy mencontohkan, jumlah mahasiswa di Medan untuk tingkatan S1 dan S2 setidaknya di angka 80 ribuan. Tentu tak mudah untuk bisa mendapatkan kesempatan bekerja di sebuah perusahaan.
Namun, dirinya berpesan untuk tidak merasa rendah diri karena kuliah di mana atau nilai IPK. Tapi berusahalah perkuat diri dengan kemampuan yang mungkin tidak dimiliki orang lain. 
 
"Perkuat diri, tambah nilai supaya kesempatan lebih besar. Dan belajar bagaimana cara 'menjual diri' ke perusahaan yang ada sesuai bidang yang dimiliki. Apalagi, ke depan persaingan bukan hanya dengan manusia tetapi mesin dan robot. Tenaga manusia sudah mulai berkurang difungsikan karena kemajuan teknologi," ucapnya. 
 
Di sela dialog ada curhatan dari beberapa mahasiswa yang merasakan kondisi kampung halamannya yang kurang mendapatkan perhatian dari pemangku jabatan dalam hal ini pemerintah daerah.
Baik itu kesempatan pendidikan bagi masyarakat miskin hingga buruknya pengelolaan organisasi olahraga yang membuat Siantar tak memiliki fasilitas membanggakan dan berujung minimnya lahir atlet berprestasi.
 
"Inilah tugas kita semua termasuk saya untuk membenahi Siantar dengan mengawal kebijakan pemerintah dan mengajukan anggaran yang menyentuh langsung ke masyarakat. Doa kan saya bisa lolos di legislatif agar harapan kita memajukan Siantar bisa tercapai," ungkap pria yang masuk bursa bacaleg dari Dapil 10 Sumut meliputi Siantar dan Simalungun dari Partai Demokrat itu. 
 
Dalam dialog yang dipandu oleh Bily selaku moderator turut dihadiri mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di antaranya UMSU, UISU, Sari Mutiara Indonesia, Stok Bina Guna, UINSU dan USU. (*)