MEDAN - Terlahir di satu desa kecil di Dolok Ilir, Kabupaten Simalungun, pria itu mengisi masa bermainnya di lingkungan perkebunan. Hidup di sekelilingi pepohonan, tanpa akses teknologi memadai, tak menyurutkan semangatnya mengenyam bangku sekolah dasar di desa itu.
 
Pria itu tak pernah mengeluh. Dirinya pun tetap melanjutkan masa sekolahnya hingga jenjang pendidikan menengah di Kota Pematangsiantar. 
 
Di tengah keterbatasan akses, sosok pria bernama lengkap Freddy Sabar Siahaan terus berjibaku mengejar gelar pendidikan yang diyakini sebagai modal masa depannya.
 
Lewat keuletan dan keyakinan, Freddy pun mendapat kesempatan emas meneruskan jenjang pendidikan di Fakultas Teknik Industri Trisakti Jakarta. Alhasil, gelar Sarjana Teknik (ST) dari salah satu perguruan tinggi ternama di Indonesia itu pun berhasil diraih. 
 
Siapa sangka pria yang besar dari pojokan desa kecil itu terpilih mendapatkan beasiswa untuk meneruskan jenjang S2-nya di Jerman. 
 
Freddy seolah membuka mata dunia. Keterbatasan bukanlah akhir dari segalanya. Suami dari wanita cantik bernama Baby Pardede itu berhasil mencicipi bangku kuliah S2 ESB Reutlingen (non-degree) di Technical University Darmstadt Germany. 
 
Bahkan, ayah anak satu ini menjadi satu-satunya orang Indonesia yang membuat master tesis di perusahaan semen dunia di Eropa.
 
Hingga akhirnya Freddy dipercaya bergabung di salah satu perusahaan semen terbesar di dunia yang berada di Jerman.
 
Kisah membanggakan anak negeri itu berlanjut dengan mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang finance dan perdagangan industri di Indonesia. 
Berharap pengalaman dan ilmu yang didapatnya dari Eropa bisa diadopsi demi membesarkan negeri, terkhusus kampung halamannya Simalungun. 
 
Tak ada kata puas dalam kamusnya. Kini, Freddy juga ingin mengabdikan ilmu dan pengalamannya lewat kursi parlemen. 
Freddy bersama Partai Demokrat Sumut ingin mewujudkan mimpinya lewat Dapil Sumut 10 yang meliputi Simalungun dan Pematangsiantar.
 
Baginya Demokrat bersama orang-orang muda cerdas di bawah kepemimpinan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bisa memberi harapan untuk merubah profil wajah negeri ini.
Bagaimanakah perjalanan karirnya sebagai anak desa yang kini sukses menjadi pengusaha dan berani memilih keluar dari zona amannya demi sebuah pengabdian dari ruang parlemen?
 
Freddy coba mengisahkan sekilas perjalanan hidupnya saat ditemui di Kopi Medan, Hotel Danau Toba, Kamis (15/6/2023) malam. 
 
Freddy meceritakan hidup di Jerman selama lebih kurang 10 tahun lamanya. Di sana dirinya sempat mengambil cuti kuliah dan bekerja di dunia perbankan di investment bank di Kota Frankfurt, Jerman. 
 
"Pada saat itu saya belum menyelesaikan kuliah dan harus memilih untuk melanjutkan kuliah dan berhenti dari pekerjaan. Saya menyelesaikan skripsi saya itu di satu perusahaan semen yang saat ini terbesar ke dua atau ke tiga di dunia. Saya menjadi satu satunya orang Indonesia mungkin sampai saat ini yang membuat master tesis saya di perusahaan semen dunia di Eropa," kenang Freddy. 
 
Kala itu sambung Freddy, dirinya membuat kajian atau analisa bagaimana produk semen dari Asia Tenggara khususnya bisa masuk ke pasar Eropa.
 
Mengkaji bagaimana kualitas dan harganya agar bisa berkompetisi dengan produk-produk sejenis dari Eropa hingga bagaimana peluang marketnya. 
 
"Kita masih bisa berkompetisi, karena saat itu harga semen di Eropa cukup tinggi dan nilai tukar terhadap rupiah dengan mata uang Asia lainnya masih lemah. Singkat cerita mereka tertarik dengan tesis saya, sehingga ditawarkan untuk bergabung di perusahaan semen itu. Jadi saya sampe sekarang sepertinya juga satu-satunya direkrut langsung oleh mereka ke kantor pusat nya di Jerman," ucapnya lagi. 
 
Momen emas hadir di tengah perjalanan karirnya di Jerman. Perusahaan tempat dirinya bekerja melakukan proses akuisisi dengan satu perusahaan semen di Indonesia.
 
Saat itulah dirinya ditawarkan bergabung dengan tim mereka di Jakarta, karena saat itu perusahaan memerlukan orang yang mengerti tentang Indonesia. 
 
"Saya tidak mau melepaskan peluang ini setelah 10 tahun saya tinggal di Jerman. Saya ambil kesempatan itu dan bergabung dengan perusahaan mereka di Indonesia selama kurang lebih 15 tahun," ucapnya. 
Merasa jenuh berada di zona nyaman, Freddy memutuskan mengundurkan diri dan kembali ke Eropa hampir dua tahun lamanya. 
 
Pulang pergi Jakarta-Eropa menjadi hal biasa sejalan dengan dirinya yang kembali mendapat kepercayaan menjabat chief representative office di satu perusahaan coorpoorate finance.
 
Pengalamannya itu jugalah membuat Freddy yakin untuk membangun perusahaan bersama beberapa temannya di bidang finance dan perdagangan industri di Indonesia hingga saat ini. 
 
Namun, lagi-lagi, Freddy memutuskan keluar dari zona nyaman dan masuk ke dunia yang berbeda yakni dunia politik.
Di tengah kesuksesan yang dimilikinya, Freddy tak bergeming dan meyakini legislatif adalah langkah baru yang harus diambil sebagai bentuk pengabdian atas apa yang telah diraihnya kini. 
 
"Tentu saja saya termasuk orang yang berterimakasih kepada masyarakat dan negara Indonesia karena masyarakat kita secara tidak langsung banyak mensupport kehidupan saya. Nah, sekarang waktunya saya bisa memberikan sesuatu yang real untuk masyarakat. Itulah salah satu faktor kenapa saya memutuskan untuk bergabung dan terjun langsung ke politik praktis saat ini. Ya, pengabdian, giving back-lah," tutur pria penyuka travelling culture, sepeda dan catur itu. 
 
Tak hanya sekadar bertarung dalam kontestasi politik, ada prinsip yang akan dipegangnya sebagai calon legislatif yakni trias politica.
 
"Bahwa harus seimbang antara eksekutif legislatif dan yudikatif. Kalau kita lihat saat ini peran central masih di eksekutif padahal legislatif ini adalah mitra yang strategis dari eksekutif dalam menjalankan peran pengawasan serta budgeting untuk jalannya pemerintahan yang dijalankan oleh eksekutif. Di Sumatera Utara potensi ini yang harus diseimbangkan dalam peran tersebut," ujarnya. 
 
Freddy pun menilai kegagalan pembangunan di provinsi Sumut ini tak semata karena kekurangan dan kesalahan dari eksekutif, melainkan sumbangan dari peran legislatif dan yudikatif di dalamnya. 
 
"Harus refleksi dan berkaca. Karena ada peran mereka (legislatif dan yudikatif, red) juga didalamnya. Bagaimana dengan peran budgeting, menetapkan prioritas pembangunan, mengontrolnya selama program dan projek itu berjalan. Pengawasannya serta juga dalam hal meningkatkan peran perekonomian perdagangan dan juga dalam beberapa sektor sendi kehidupan lainnya," ungkap Freddy. 
 
Freddy yakin di balik niat mulianya membangun negeri terkhusus Sumatera Utara, meraih kursi bukanlah satu kemustahilan.
 
Ada misi besar yang tengah dirajut dan ada kesempatan besar untuk merubah ke arah kebaikan yang tengah menanti di depan mata. (*)