MEDAN - Predikat Wajar Tanpa Pengecualian yang diterima merupakan momentum bagi Kabupaten Mandailing Natal (Madina) untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Hal itu merupakan sebuah keniscayaan karena Pemerintah Kabupaten Madina berhasil meraih predikat WTP dari BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2022.

LHP BPK atas LKPD Madina itu disampaikan langsung oleh Kepala BPK Perwakilan Sumatera Utara, Eydu Oktain Panjaitan di auditorium BPK Perwakilan Sumatera Utara, Kota Medan pada Selasa (9/5/2023) pekan lalu.

Pengamat Ekonomi Madina, Irwan Hamdani Daulay menyampaikan, raihan predikat terbaik dalam penilaian laporan keuangan pemerintah itu merupakan prestasi yang patut dibanggakan oleh semua pihak terlebih jajaran Pemkab Madina saat ini

Menurut Irwan, Opini WTP dari BPK-RI terhadap laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2022 ini adalah prestasi yang patut dibanggakan oleh kita semua.

"Terlebih jajaran Pemkab Madina saat ini, setelah selama 23 tahun berupaya terus untuk mencapai predikat tertinggi dalam tata kelola keuangan daerah tersebut, ternyata pada saat Bupati diemban Ja'far Sukhairi Nasution hasil bersejarah tersebut dapat diraih," ujar Irwan, Senin (15/5/2023).

Lebih lanjut dijelaskan Irwan, prestasi yang diraih ini nantinya dapat dijadikan sebagai momentum untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Kemudian momentum meraih prestasi-prestasi berikutnya, terlebih prestasi mengurangi angka kemiskinan, pengangguran dan perbaikan infrastruktur publik yang akan bermanfaat menstimulasi geliat ekonomi masyarakat di tingkat bawah.

Apalagi pada saat ini kata Irwan, ruang fiskal yang tersedia dalam APBD Madina sangat sempit terutama anggaran bagi pelayanan kebutuhan dasar masyarakat Madina yang saat ini berjumlah 484.874 jiwa (BPS : 2023).

"Dari sekitar 1.7 triliun rupiah APBD tahun 2023 hanya sekitar Rp 213 milliar diposkan untuk belanja modal atau belanja yang langsung dapat dinikmati masyarakat, sisanya tersedot di belanja Operasi yang di dalamnya didominasi belanja pegawai dan belanja barang/jasa yang berjumlah sekitar Rp 1,1 triliun," jelasnya.

Untuk itu, Irwan berharap kedepannya agar tata kelola akuntansi keuangan daerah dapat lebih berkualitas dan memihak kepentingan publik proporsi belanja nya perlu terus diperbaiki sehingga porsi belanja modalnya yang lebih besar dibanding belanja pegawai.

Demikian juga agar proporsinya sejalan dengan UU No 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) yaitu batas maksimal belanja pegawai sebesar 30 persen dari APBD sedangkan batas minimal belanja modal minimal sebesar 40 persen dari APBD.

Terdapat waktu selama lima tahun sejak penetapan UU HKPD untuk melakukan penyesuaian besaran persentase belanja terhadap APBD.

"Opini WTP ini sangat bermanfaat dalam mengawal tata kelola keuangan yang baik. Opini WTP diberikan oleh BPK dengan empat kriteria yaitu kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kepatuhan terhadap peraturan perundangan, efektivitas Sistem Pengendalian Internal (SPI) dan kecukupan pengungkapan," katanya.

Bagi daerah yang meraih predikat WTP ini, sebut kata Irwan, biasanya Menteri Keuangan akan mengapresiasinya dengan memberikan Dana Insentif Daerah (DID) yang nilainya lebih dari Rp10 milliar.

"Kita berharap Madina juga mendapatkan dana DID tersebut meskipun opini WTP bukan satu-satunya syarat, namun dia berlaku sebagai syarat utama dari sekian persyaratan yang harus dipenuhi daerah calon penerima DID," pungkasnya.