SEI RAMPAH - So Tjan Peng, seorang warga Dusun IV Desa Kota Galuh Kecamatan Perbaungan, Serdang Bedagai menggugat kepala desa setempat, Bima Surya Jaya, ke Pengadilan Negeri (PN) Sei Rampah karena menolak memberikan Surat Keterangan Tanah (SKT). Padahal dia sudah menempati tanah seluas 5.353 m2 di desa tersebut sejak tahun 1982, apalagi sejumlah warga berstatus sama dengannya dalam menempati tanah di desa itu sudah mengantongi Sertifikat Hak Milik (SHM). Gugatan So Tjan Peng disidangkan PN Sei Rampah, Selasa (18/4/2023), dipimpin Ketua Majelis Hakim Erita Harefa, SH didampingi dua hakim anggota, masing-masing Ayu Melisa Manurung, SH dan Iskandar Zulkarnain. Hadir dalam persidangan So Tjan Peng sebagai penggugat dan Kepala Desa Kota Galuh Bima Surya Jaya sebagai tergugat.

Sebelumnya Kepala Desa Kota Galuh Bima Surya Jaya dalam surat penolakannya untuk mengeluarkan SKT yang dimohonkan So Tjan Peng menyebutkan masyarakat Dusun IV tidak memiliki surat bukti/alas hak penguasaan tanah. Kemudian terdapat klaim penguasaan tanah dusun tersebut oleh beberapa pihak, selain ada perkara atas lahan di sana.

So Tjan Peng dalam gugatan yang ditujukan kepada Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai c/q Kantor Camat Perbaungan c/q. Kantor Kepala Desa Kota Galuh menyatakan keberatan dengan alasan kepala desa Kota Galuh tersebut, terutama yang menyebutkannya selaku pemohon SKT tidak memiliki surat bukti/alas hak penguasaan tanah di Dusun IV. Pasalnya, dia sudah lama menetap di sana sesuai Sket Gambar Tanah yang diketahui oleh kepala Dusun IV desa tersebut. Sket itu digambar/diukur oleh juru ukur atas tanah yang ditempatinya seluas 5.353 m2 sejak tahun 1982.

Apalagi, menurut So Tjan Peng dalam gugatannya, sesuai pasal 21 ayat (1) Undang-Undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menyatakan bahwa "setiap orang berhak atas tanah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, pasal 23 ayat (1) UUPA menyebutkan "bahwa setiap orang yang mempunyai hak atas tanah berhak memperoleh bukti atas haknya."

Karena itu, kata So Tjan Peng, setiap orang yang mempunyai hak atas tanah berhak memperoleh Surat Keterangan Tanah (SKT) sebagai bukti atas haknya. Konon pula dia sudah menguasai tanah yang ditempatinya di Dusun IV Kota Galuh sejak tahun 1982, padahal UU No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (PDP) menyebutkan pendaftaran tanah dapat dilakukan berdasarkan penguasaan tanah secara berkelanjutan selama 10-20 tahun.

"Apalagi ada warga di Dusun IV yang berstatus sama dengan saya justru sudah punya Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah yang dikuasai," ungkapnya.
Ketua Majelis Hakim Erita Harefa, SH yang memimpin sidang perkara ini di PN Sei Rampah menganjurkan penggugat dan tergugat melakukan mediasi dengan menunjuk mediator bersertifikat yang diakui negara terlebih dulu.

Mediator akan menengahi masalah ini sebelum disidangkan, dimana hasil mediasi ini akan menjadi dasar pengambilan keputusan dalam sidang di PN Sei Rampah. "Kalau kedua belah pihak setuju kami dapat membantu mencari mediator tersebut, PN Sei Rampah mempunyai daftar namanya, penggugat dan tergugat boleh memilih satu orang diantaranya," katanya.

So Tjan Peng selaku penggugat dan tergugat Kepala Desa Kota Galuh Bima Surya Jaya sepakat untuk menempuh proses mediasi tersebut. Kedua pihak meminta Ketua Majelis Hakim Erita Harefa, SH menunjuk mediator dari PN Sei Rampah.

Ketua Majelis Hakim Erita Harefa, SH pun menunjuk Orsita Hanum, SH., seorang hakim di PN Sei Rampah, sebagai mediator dalam sengketa ini. "Mediasi selama 30 hari, setelah proses itu barulah kita bawake persidangan di sini," jelasnya.*