MEDAN - Abyadi Siregar meminta Menteri BUMN, Erick Tohir Sidak ke Pelabuhan Kuala Tanjung, Sei Suka, Batubara, Provinsi Sumatera Utara. Penegasan tersebut disampaikan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara, Abyadi Siregar memanggapi sejumlah pihak yang menpis kondisi sepi dan minim aktivitas di Pelabuhan Kuala Tanjung, Sei Suka, Batubara.

Padahal, pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung, Sei Suka, Batubara, Sumatera Utara bernilai besar.

Sebelumnya, suatu lembaga yang diduga atas suruhan PT Prima Multi Terminal (PT PMT) mengungkap kalau kawasan industri akan lebih efektif jika didukung dengan keberadaan pelabuhan untuk distribusi bahan baku maupun hasil produksi pabrik di kawasan tersebut.

Dengan begitu, keberadaan Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai bagian dari program strategis nasional hilirisasi dan pengiriman logistik, dinilai sudah tepat.

Pelabuhan ini juga akan jadi pendukung aktivitas Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei. Mereka juga menepis anggapan pelabuhan ini sia-sia.

Kemudian, bantahan yang diduga disampaikan atas suruhan PT PMT itu juga menampilkan data-data seperti arus kapal dan barang di Pelabuhan Kuala Tanjung yang disebutkan terus meningkat sejak beroperasi pertama kali pada 2019.

Juga disebutkan, arus peti kemas pada 2019 tercatat sebanyak 23,9 ribu teus, sementara pada 2020 tercatat sebanyak 54 ribu teus.

Arus peti kemas juga diklaim mengalami peningkatan pada 2021 yang mencapai 70,3 ribu teus dan mengalami sedikit penurunan sebesar 0,5 persen pada 2022.

Bukan hanya arus peti kemas yang mengalami peningkatan, arus barang curah kering juga disebut tumbuh karena pada 2022 lalu tercatat sebanyak 10,8 ton.

"Intinya, bantahan itu ingin menepis anggapan kalau pelabuhan ini sia-sia," ujar Abyadi Siregar menjawab adanya pemberitaan yang pada intinya ingin membantah kondisi Pelabuhan Kuala Tanjung yang memang minim aktivitas, Jumat, (14/4/2023).

Karena itu, lanjut dijelaskan Abyadi Siregar, Ombudsman mengajak pihak-pihak yang membantah hasil observasinya di Pelabuhan Kuala Tanjung dengan turun langsung ke lapangan.

“Mari kita inspeksi mendadak (sidak) ke Pelabuhan Kuala Tanjung. Mari pak Menteri BUMN, kita lihat seperti apa fakta yang terjadi di lapangan. Jadi, supaya kita tidak hanya membaca data-data di atas kertas semata,” jelas Abyadi.

Dikatakannya, untuk kaliber pelabuhan strategis yang dibangun dengan anggaran luar biasa, yaitu Rp43 Triliun, semestinya, pelabuhan ini tidak hanya berdampak bagi masyarakat Sumut melainkan juga seluruh Indonesia.

Ditegaskan Abyadi, bantahan dari beberapa pihak itu semestinya tepat sasaran dan tidak menyalahkan pihak lain bila kondisi pelabuhan itu sepi dan minim aktivitas.

“Yang kita soroti adalah kondisi dermaga pelabuhan yang sepi, jadi pihak pengelola pelabuhan sebaiknya tidak melempar masalah dan tidak menyalahkan pihak lain yang juga masuk dalam KEK Sei Mangke,” tegas Abyadi.

Sebelumnya, pada Selasa (11/4/2023) kemarin, Abyadi Siregar datang bersama tim Ombudsman RI Perwakilan Sumut seperti James Panggabean dan Wulandari Ayu Andira ke Pelabuhan Kuala Tanjung.

Abyadi Siregar dan tim yang didampingi Kepala Kantor Bea Cukai (BC) Kuala Tanjung Horas Mardapot Baja Sinaga itu, langsung menuju dermaga atau terminal Kuala Tanjung Multipurpose Terminal (KTMT).

Posisi Terminal KTMT ini langsung menghadap ke Selat Malaka, yang merupakan jalur pelayaran utama yang dikenal sebagai salah satu jalur lalu lintas pelayaran tersibuk di dunia.

Dermaga KTMT sendiri, diketahui milik PT Prima Multi Terminal (PMT), sebuah perusahaan operator terminal yang diketahui sebagai anak usaha patungan PT Pelabuhan Indonesia- Pelindo (Persero), PT Pembangunan Perumahan (Persero) dan PT Waskita Karya (Persero).

Sayangnya, ketika ditinjau langsung Tim Ombudsman RI Perwakilan Sumut, dermaga KTMT tersebut tampak sangat sepi alias minim aktivitas.

Dari observasi itu, Ombudsman Sumut tidak melihat ada aktivitas bongkar muat.

Tiga unit crane, terlihat hanya menganggur. Bahkan, crane yang merupakan alat canggih untuk bongkar muat itu, masih terlihat baru yang menggambarkan jarang digunakan.

Sepanjang bibir dermaga yang sangat panjang menjulur ke tengah laut itu, terlihat hanya beberapa unit kapal yang sandar.

Namun, tidak terlihat ada aktivitas bongkar muat peti kemas dari kapan tersebut. Di kawasan dermaga, juga tidak terlihat ada tumpukan peti kemas.

Menurut Abyadi Siregar, setelah mereka meninjau pelabuhan itu, berdasarkan keterangan dari pihak BC Kuala Tanjung, jumlah kapal yang sandar dan bongkar muat dari Terminal KTMT tersebut memang masih sangat sedikit.

Kapal pengangkut container hanya satu kali dalam satu minggu. Itu pun lokal. Belum ada kapal dari luar negeri.

“Kalau capaiannya hanya sepi seperti ini, itu artinya menurut saya gagal. Target untuk menjadikan pelabuhan itu sebagai pelabuhan internasional berkelas dunia, saya kira tidak tercapai. Percuma uang besar digelontorkan untuk membangun pelabuhan itu, kalau ternyata tidak memberi dampak ekonomis yang tinggi bagi negara, khususnya bagi Sumut,” kata Abyadi.

Dari informasi yang dikumpulkan, pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung dimulai sejak 2015 dan dibagi ke dalam empat tahap. Pembangunan tahap I berupa trestle dan dermaga yang mampu disandari mother vessel, lapangan penumpukan peti kemas berkapasitas 500.000 TEUs, dan tangki timbun.

Tahap kedua berupa kawasan industri seluas 3.000 hektare yang akan menjadikan Kuala Tanjung sebagai international hub port (2016-2018). Lalu, tahap ketiga berupa pengembangan dedicated/hub port (2017-2019) dan tahap keempat merupakan pengembangan kawasan industri terintegrasi (2021-2023).

Biaya investasi untuk keempat tahap tersebut diinfokan mencapai Rp43 triliun. Biaya ini naik dari yang sebelumnya berkisar Rp 34 triliun.