MEDAN -Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Prof. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si resmi dikukuhkan sebagai guru besar tetap di Sidang Terbuka Universitas Sumatera Utara di Auditorium USU, Senin (6/3/2023) di Auditorium USU.
 
Dalam kesempatannya, Prof. Dr. Muryanto Amin mengucapkan terima kasih kepada segenap Pimpinan USU, Dewan Guru Besar dan Senat Akademik USU, yang telah memberi kesempatan untuk menyampaikan Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU yang berjudul Politik Digital: Transformasi Partai Politik Menjadi Organisasi Partai di Era Digital untuk Penguatan Demokrasi.

"Tema yang saya pilih dalam pidato pengukuhan ini berawal dari 'kegelisahan' tentang kondisi perkembangan Ilmu Politik yang dihadapkan pada perubahan pola kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang semakin kompleks karena konsekuensi dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) yang muncul sebagai alat mengelola ekonomi, politik, sosial, dan budaya, serta membentuk konstruksi baru, yang sangat berbeda terhadap partisipasi masyarakat," ujar Rektor mengawali sambutannya.

Fenomena Global Munculnya Politik Digital dan Partai Digital

Sejak 100 tahun belakangan, sambung Muryanto, kecepatan perubahan peradaban dunia terjadi karena kemajuan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

Kondisi tersebut mengharuskan Presiden Jokowi, selalu menyampaikan pesan tentang pentingnya kesiapan Indonesia menghadapi digitalisasi, dalam setiap sambutannya pada berbagai kesempatan di seluruh lapisan masyarakat.

"Presiden memberi penekanan bahwa literasi digital bukanlah pilihan melainkan keharusan untuk mengurangi meningginya konsumerisme masyarakat Indonesia. Perspektif Presiden melihat fenomena digital dalam pembangunan Indonesia serta keterhubungannya dengan masyarakat global, tentu sangat berkaitan dengan kesiapan negara melakukan konsolidasi demokrasi di era digital yang berubah dengan sangat cepat. Tetapi, masih sepi pembahasan isu-isu yang menjelaskan bahwa tantangan yang cukup penting untuk melakukan perubahan itu, justru berasal dari partai politik," urainya.

Begitupun, sambung Rektor, belum begitu banyak yang menyadari bahwa fenomena digitalisasi politik telah melahirkan bentuk baru di bidang politik yaitu munculnya partai digital.

Bentuk baru dari partai digital yang diterapkan pada partai politik tidak hanya diartikan sebagai partai yang menggunakan media digital hanya untuk kepentingan elektoral, melainkan mengubah proses digital dari analog untuk menjalankan program organisasi partai politik seperti ideologi, kultur, kelembagaan, kepemimpinan, kaderisasi dan peran lainnya untuk mengelola kekuasaan secara demokratis.

Para ilmuwan politik telah meneliti penggunaan situs web partai politik di Amerika Serikat (Druckman et al., 2009), Inggris (Gibson et al., 2005), Italia (Vaccari, 2008), partai politik di negara Islam (Howard, 2010), dan Asia (Postill, 2020). Mereka menjelaskan bahwa di negara-negara dengan indikator demokrasi yang tinggi, partai politik cenderung menggunakan platform digital untuk melaksanakan programnya.

"Sementara, di negara dengan ukuran demokrasi yang rendah, partai politik jarang menggunakan media daring untuk menyebarkan programnya. Penggunaan internet oleh partai politik lebih ditentukan kekhasan sistem politik negara ketimbang memahami perbedaan kesenjangan digital masyarakatnya,"

Pentingnya Partai Politik di Indonesia Menjadi Partai Politik Digital

Muryanto Amin juga menyampaikan beberapa alasan penting partai politik bertransformasi menjadi organisasi partai di era digital untuk memperkuat demokrasi ketika masyarakat berubah secara dinamis akibat kemajuan informasi, komunikasi, dan teknologi.

Adapun alasan penting tersebut antara lain peningkatan jumlah pengguna internet di dunia mencapai 5,3 miliar orang atau sebanyak 66% dari populasi dunia, partai politik bekerja menggunakan pedoman regulasi negara seperti strukturisasi yang kaku dan tergantung pada sistem kepartaian dan sistem perwakilan politik yang berbeda dan berlaku di setiap negara.

"Sementara enam fungsi partai politik, yang selalu dijadikan rujukan di Indonesia, diharapkan dapat menumbuhkan partai politik yang sehat dan menjadi katalisator antara masyarakat dan pemerintah. Namun, implementasi aturan di partai politik, justru membuat partai politik selalu gagal menyesuaikan dirinya dengan kemajuan teknologi, perubahan pola hidup, dan merespon tuntutan masyarakat yang semakin demanding. Semakin kuatnya perubahan pola hidup masyarakat, partai politik tetap masih mempertahankan cara-cara lama hanya untuk kepentingan elektoral seperti mementingkan strukturisasi, mengutamakan popularitas, keputusan yang sentralistis, dan oligarkis," urainya kembali.

Alasan lainnya, sambung Mury, ruang publik yang telah berubah menjadi digital space, akan memberikan peluang sangat besar, percepatan penguatan demokrasi dan praktik menjalankan kekuasaan yang mengutamakan kesejahteraan bersama (common welfare).

"Fungsi pendidikan politik dan kaderisasi menjadi bagian yang sangat penting dari partai politik untuk melatih calon pemimpin yang cepat melakukan mega shift skills karena perubahan yang sangat sulit diprediksi. Melalui kedua fungsi itu, partai politik akan menempatkan orang-orangnya dalam jabatan publik yang memberi arah kebijakan yang jelas, menjalankan kepemimpinan strategik, fokus, dan konsisten," ungkapnya.

Partai Politik Digital yang Agile

Jalur komunikasi partai politik harus dilakukan untuk menjangkau pemilih yang telah berkembang sangat kompleks dari profil geografis dan demografisnya, apalagi seperti Indonesia. Komunikasi partai politik juga ditentukan oleh norma-norma demokrasi yang dapat diterapkan secara wajar dan ditentukan oleh ketersediaan perkembangan teknologi.

"Itulah pentingnya partai politik digital yang akan mempermudah partai politik menjangkau pemilihnya untuk membuat keputusan berbasis data menjadi solusi dari masalah yang dialami para pemilihnya. Organisasi partai politik di era digital memerlukan beberapa prakondisi, seperti sumber daya manusia pengelola yang berkualitas, integrasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan, dan berkolaborasi dengan masyarakat serta para tokoh lokalnya. Saat inilah, diperlukan konsep agile yang akan mempermudah partai politik melakukan re-organisasinya. Meskipun, konsep agile ini lebih tepat digunakan oleh organisasi dengan tata kelola yang sangat kaku seperti birokrasi (Cooke, 2012). Tetapi, kebiasaan birokrasi yang lamban itu, ternyata menular di institusi lain seperti partai politik yang semestinya bisa sangat agile mengelola kelembagaannya. Konsep agile bukanlah tujuan, tetapi syarat untuk mendorong transformasi partai politik agar bekerja lebih strategis," tutupnya.

Informasi lebih lanjut mengenai prestasi, program, dan berbagai hal terkait Universitas Sumatera Utara dapat dilihat di usu.ac.id.