SERDANGBEDAGAI -  Puluhan warga gemuruh hadir dalam musyawarah tindak lanjut putusan Pengadilan Tinggi Medan perihal sengketa tanah warga Desa Kota Galuh dengan Nurhayati (penggugat). Musyawarah tersebut digelar di Desa Kota Galuh, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Senin (6/3/2023).
 
Dalam musyawarah tersebut juga hadir  Camat Perbaungan, Kepala Desa Kota Galuh, Tokoh Masyarakat dan Kuasa Hukum banding warga Desa Kota Galuh.
 
Menurut penyelenggara musyawarah Riduanto,  musyawarah ini bertujuan untuk mencari solusi perihal masalah sengketa tanah antara Nurhayati (penggugat) dengan tiga warga Desa Kota Galuh.
 
"Harapannya hasil musyawarah ini ada solusi dan tidak memberatkan atau merugikan pihak yang lain," kata Riduanto kepada Gosumut.com.
 
Seperti yang diketahui, masalah sengketa lahan antara warga Desa Kota Galuh dengan Nurhayati sudah berlangsung lama. Sidang yang digelar di Pengadilan Sei Rampah tiga bulan lalu dimenangkan oleh pihak Nurhayati.
 
Setelah dimenangkan penggugat, Kemudian tergugat membuat banding di Pengadilan Tinggi Medan dan al hasil Banding tersebut dimenangkan oleh tiga warga kota Galuh.
 
Mereka adalah adalah Herman Hariantono alias Ali Tongkang (sebagai tergugat I), Tjang Jok Tjing alias Acin (tergugat II) dan Bunju alias Ayu Gurame (tergugat III).
 
Nurhayati merupakan satu diantara sekian orang yang mengatasnamakan lahan di Desa Galuh itu miliknya.
 
Perempuan yang mengaku keturunan anak Sultan ini, menggugat tiga masyarakat Desa Galuh yang di dalamnya terdapat 100 kartu.
 
Sedangkan Desa Kota Galuh sendiri merupakan, Desa yang memiliki potensi alam yang. Desa yang memiliki luas sekira 47 hektar ini, ternyata dipenuhi berbagai macam usaha, mulai dari perabot rumah tangga, butut, peternak ayam hingga ikan.
 
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Dusun 4 yang dihuni sekira 100 Kepala Keluarga (KK) ini, terdapat 15 Kepala Keluarga petani ikan dengan jumlah kolam yang bervariasi. Bahkan ada yang memiliki sampai 40 unit kolam ikan. Jenis ikan yang dibudidayakan juga beragam seperti patin, gurami, nila dan lele.
 
Kapasitas produksi panennya dalam sekali panen bisa mencapai 10 ton. Sementara ikan tersebut dipasarkan ke berbagai daerah, di samping ada juga yang dibeli langsung agen untuk dijual ke daerah lain. Selain ikan, juga ada usaha 8 Kepala Keluarga (KK) petani ayam, kapasitas produksinya bervariasi, tergantung besar kecilnya usaha yang dikelola. Selanjutnya ada dua Kelapa Keluarga yang memiliki usaha perabot rumah tangga, dua butut, bakso serta usaha batok kelapa.
 
Tidak hanya potensi bisnis, Dusun IV ini juga memiliki peninggalan dari nenek moyang mereka, berupa ibadah Tionghoa yang sampai saat ini masih dipergunakan masyarakat setempat.
 
"Di Dusun IV ini warganya pada memiliki usaha, mulai dari ternak ayam, bebek, ikan, petani, dan ada juga toko pembuatan perabotan," jelas Bakzit (60) baru-baru ini.
 
Kata Bakzit, kakeknya pertama kali menetap di Dusun ini awalnya memulai usaha bercocok tanam padi dan sayuran. Hampir seratusan tahun lalu keluarga besarnya sudah tinggal di wilayah ini. Selama tinggal di daerah ini, Bakzit mengaku tidak ada menghadapi masalah. Sebagai generasi keempat yang tinggal di dusun ini, usaha yang dikelola pun semakin beragam.
 
Bakzit sendiri sudah memulai usaha budi daya ikan sejak 30 tahun terakhir. Usaha ini menjadi salah satu sumber penghasilan keluarga, meski dalam mengelolanya tidak selalu memberikan keuntungan besar. Bahkan akunya, usaha ikan ini nyaris tidak bisa membawanya menjadi kaya.
 
Namun dengan adanya oknum yang melakukan pengukuran lahan di Dusun tersebut, masih menimbulkan tanda tanya. Sebab setelah bertahun-tahun dan turun temurun tinggal, mereka pertanyakan alas hak lahan tersebut. Terlebih selama menetap di Dusun ini, setiap tahunnya rutin membayarkan PPB.