MEDAN - Ketika korban malpraktek akibat dokter salah operasi dan pihak terduga rumah sakit berdamai, perkaranya bisa serta merta ditutup.

Hal tersebut dikatakan praktisi dari Kantor Hukum Hasrul Benny Harahap, Rinaldi menjawab GoSumut, Senin (16/1/2023.

Namun, menurut Rinaldi, antara korban malpraktek dokter dan pihak terduga dalam hal ini rumah sakit mesti melalui proses misalnya Restorative Justice atau RJ.

Restorative Justice terkait korban malpraktek dokter ini pun tidak gampang.

"Ketika korban dan pihak terduga dimaksud berdamai, perkaranya bisa serta merta ditutup namun mesti melalui proses misalnya Restorative Justice," kata Rinaldi lewat pesan Aplikasi WhatsApp.

Hal itu alumni Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini ketika ditanya perihal perdamaian antara bidan asal Kabupaten Tapanuli Tengah terduga korban malpraktek dokter di Rumah Sakit Murni Teguh.

"Restorative Justicenya ini pun tidak segampang itu. Perlu upaya intens para pihak memenuhi prosedur yang ada," jelas Rinaldi Wakil Ketua Bidang Hukum dan HAM KNPI Sumatera Utara ini.

Kemudian, Rinaldi mengungkapkan, lain hal jika ada niatan menghempang tutup perkara.

"Maka acapkali dasar perdamaian tidak menghentikan perkara dijadikan dasar dalil terkait, maka redaksi perkara ditutup. Itu pun juga harus memenuhi ketentuan acara terkait misalnya terbitnya penghentian perkara dan sebagainya," ungkap Rinaldi.

Sementara itu, praktisi hukum kesehatan, Dian Wahyuni mengimbau pemerintah untuk mengevaluasi rumah sakit-rumah sakit yang acapkali melakukan dugaan malpraktek.

"Sampai di mana kepeduliah kepala daerah terhadap kesehatan dan keselamatan pasien yang datang berobat ke Fasilitas Kesehatan," kata Dian Wahyuni menjawab GoSumut lewat pesan Aplikasi WhatsApp pada hari Senin, 16 Januari 2023.

Kemudian, lanjut diungkapkan Dian Wahyuni, pemerintah melalui instansi terkait juga harus mempertanyakan sumberdaya manusia di fasilitas-fasilitas kesehatan dimaksud.

"Termasuk di antaranya mempertanyakan skill dari tenaga kesehatannya. Agar untuk ke depannya tidak ada korban lagi dan menjadi lebih baik," kata DIan.

Karena, kata Dian Wahyuni, pihaknya pasti mendukung program pemerintah yaitu tentang angka kesakitan dan kematian.

"Kemudian, peran aktif Badan Pengawas Rumah Sakit atau BPRS perlu dipertanyakan. Karena itu, dimohonkan kepada gubernur untuk mengevaluasi kinerja BPRS Provinsi Sumatera Utara," imbuh Dian.

Karena, disebutkan Dian Wahyuin, yang melantik BPRS adalah gubernur.

"Kasus untuk Rumah Sakit Murni Teguh ini bukan hanya ini atau kali ini saja. Saya punya datanya," sebut Dian lagi.

Karenanya, ungkap Dian Wahyuni, pihaknya meminta perpanjangan izin operasional Rumah Sakit Murni Teguh ini dipertimbangkan lagi.

"Kita sudah mengirimkan surat ke sejumlah pihak perihal ini. Hanya Ombudsan yang merespon surat yang saya kirim," ungkap Dian.

Tujuannya, kata Dian Wahyuni, biar ada efek jera bagi oknum yang mempermaikan hukum dan mengabaikan keselamatan masyarakat di fasilitas-fasilitas kesehatan.

"Karena ini sangat berdampak terhadap masyarakat yang mencari keadilan dan kepastian hukum," pungkasnya.

Sebelumnya, bidan desa, Evarida Simamora korban mallpraktek asal Kabupaten Tapanuli Tengah melaporkan Rumah Sakit Murni Teguh ke Polda Sumatera Utara.

Laporan yang dilaporkan Reynold Simamora, abang kandung sang bidan korban dugaan mallpraktek itu tertuang dalam Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTLP) Nomor : LP /B /2215/XII /2022/ SPKT/ POLDA SUMATRA UTARA pada hari Selasa 13 Desember 2022 lalu.

Dalam laporan tersebut, Reynold melaporkan oknum dokter Rumah Sakit Murni Teguh berinisial PS.

Karena korban, Evarida Simamora, bidan desa yang bertugas di Puskesmas Desa Aek Raisan, Kecamatan Sitahuis, Kabupaten Tapteng saat itu tidak bisa berjalan, maka Reynold Simamora selaku abang mewakilkan sang adik membuat laporan ke Polda Sumatera Utara.

Polda Sumatera Utara sendiri juga telah melakukan serangkaian proses penyelidikan terkait kasus ini.

Namun, pada hari Kamis, tanggal 12 Januari 2023 kemarin, Evarida Simamora mencabut kuasa yang diberikan kepada Agus Sahat Sitompul dan Dian Wahyuni selaku kuasa hukumnya.

Pencabutan kuasa hukum oleh Evarida Simamora yang sebelumnya mengaku sebagai korban dugaan malpraktek dokter di Rumah Sakit Murni Teguh ini menyusul perdamaian yang dilakukan antara kedua belah pihak.

Sebelumya juga, Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Provinsi Sumatera Utara meminta dugaan malpraktik di Rumah Sakit Murni Teguh diproses.

Penegasan itu disampaikan Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sumut, Abyadi Siregar lewat keterangan tertulisnya, pada Kamis 22 Desember 2022, menjawab GoSumut seputar dugaan malpraktik dokter di Rumah Sakit Murni Teguh Medan.*