MEDAN - Menginap di Desa Sibulan-bulan, Kecamatan Purbatua, Bupati Tapanuli Utara (Taput), Nikson Nababan diapresiasi Parsadaan Luat Pahae Indonesia (PLPI). Apresiasi tersebut disampaikan Sekretaris Umum (Sekum) PLPI, Shohibul Anshor Siregar menjawab sejumlah wartawan di Medan, Rabu, (14/12/2022).
 
“Apa yang dilakukan Bupati Taput, Nikson Nababan patut diapresiasi,” ujar Shohibul Anshor Siregar.
 
Karena, lanjut dijelaskannya, dengan kehadiran Bupati Taput dan menginap di desa tersebut, secara langsung akan berdampak positif kepada masyarakat.
 
“Pasti berdampak. Apalagi terhadap para pelaku-pelaku yang berniat mengeksploitasi hutan Desa Sibulan-bulan, Kecamatan Purbatua dan sekitarnya,” jelas Shohibul Anshor.
 
Sebab, menurutnya, selain menyerap aspirasi masyarakat, kehadiran Bupati Taput, Nikson Nababan di desa itu menjadi penghalang bagi orang-orang atau kelompok tertentu yang ingin beroleh keuntungan pribadi dengan cara merusak alam tanpa memikirkan keberlangsungan serta hajat hidup rakyat, terlebih masyarakat Desa Sibulan-bulan dan sekitarnya.
 
“Karena itu, sekali lagi, atas nama warga Desa Sibulan-bulan dan PLPI, Saya mengapresiasi Bupati Taput. Teruslah berpihak kepada rakyat, Amang Bupati Nami (Bapak Bupati Kami)” imbuhnya.
 
Kemudian, ungkap Shohibul bahwa sejak lama, dengan berbagai dalih, ada saja pihak yang silih berganti ingin mengambil kayu dari hutan desa Sibulan-bulan.
 
Misalnya, pernah ada pihak yang mau membangun perkebunan dengan komoditi pisang abaka.
 
Saat itu, mereka janjikan bahwa rakyat akan beroleh 2 hektar kebun pisang abaka per keluarga.
 
Tetapi, mereka tak pernah melakukan konsultasi dengan rakyat. Mengapa? Mungkin ada yang ingin mereka sembunyikan.
 
“Waktu itu saya dan beberapa perantau termasuk seorang mahasiswa hukum yang kini sudah menjadi Jaksa, Khairun Parapat, menolak rencana mereka selama konsultasi rakyat yang berakhir persetujuan bulat tidak dilaksanakan. Mungkin waktu itu mereka mengira rakyat tidak tahu harga kayu dan bagaimana pengambilan kayu dari hutan pasti akan merusak lingkungan,” ungkapnya.
 
Orang luar, katanya, mungkin tak selalu tahu tacit culture berupa local wisdom yang menjadi resep survival of the fittest di Sibulan-bulan.
 
“Tetapi saya dan mungkin mayoritas rakyat berprinsif biarpun lokasi pemukiman desa Sibulan-bulan yang sekarang misalnya akan tenggelam karena ambisi bersama mengejar kemakmuran baru dengan jalan menebang kayu dari hutan, itu bisa saja jadi opsi asalkan semua sepakat dan ada share ekonomi yang adil. Kayu di hutan Sibulanbulan itu boleh disebut lebih sebagai warisan sakral ketimbang komoditi ekonomi. Karena itu ia juga sekaligus menjadi sangat politis,” katanya.
 
Di mana-mana, terangnya, acap terjadi rakyat yang tak berbuat apa pun dan tak beroleh apa pun justru ditimpa berbagai bala (nabisuk nampuna hata naoto tu panggadisan). Sibulan-bulan tak boleh bernasib seperti itu.
 
“Dulu Ketua Komisi II DPR RI almarhum Burhanuddin Napitupulu pernah mendorong Kades, almarhum Ahmad Siregar untuk mengajak rakyat dalam gerakan pemanfaatan hutan kemasyarakatan sesuai program pemerintah waktu itu.  Akses pendanaan dibuka melalui bank lokal. Program ini punya nalar yang positif soal pelestarian lingkungan dan keadilan sosial,” terang jeolan sekolah pascasarjan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ini.
 
Masih dipaparkan Shohib, dulu juga ada dua LSM kelas  dunia berseteru di Sibulan-bulan tentang blok Barat Daerah Aliran Sungai (DAS) Batangtoru dengan segenap habitatnya.
 
Satu LSM bertekad menjadikannya sebagai Taman Nasional. Satu LSM lagi ingin mempertahankannya sebagai hutan kemasyarakatan.
 
“Saya sendiri setuju gagasan kedua. Karena faktanya dengan menjadi taman nasional, satu kawasan akan tertutup akses dan tak ada jaminan kayu di dalamnya tak ditebangi oleh tangan tangan jahat yang bersembunyi di balik regulasi. Tak perlu diragukan, tekad rakyat memelihara lingkungan, karena sejak beratus tahun sebelumnya mereka sudah membuktikan kemampuan untuk itu,” papar Kordinator Umurm Pengmabngan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (‘nBasis) ini.
 
Meski UU masyarakat adat belum ada, rekognisi atas masyarakat adat dan hak-hak normatifnya harus terus diapresiasi, dan saya tahu Bupati Nikson sangat concern masalah ini sebagaimana bupatibupati eks Tapanuli Utara lainnya (Samosir, Toba dan Humbahas).
 
Ke depan, masih menurtu Shohib, tentu akan masih potensil terjadi konflik karena memperebutkan kemanfaatan kayu dari hutan Sibulan-bulan.
 
Sekali lagi, dalam hal jika misalnya karena ambisi bersama mencari keuntungan besar dari hutan (kayu) dari hutan Sibulanbulan harus ada persetujuan rakyat. Daulat rakyat di atas segalanya.
 
Untuk itu sesiapa pun yang menawarkan rencana untuk itu maka setidaknya harus terlebih dahulu dibuat rinci:
 
“Data proyeksi perolehan uang dari penebangan kayu. Berapa share untuk rakyat  setelah dikeluarkan biaya operasional, pembuatan insfrastruktur dan keperluan lainnya, misalnya, jika seperti penggagas yang dulu ingin bikin kebun pisang abaka,” katanya.
 
Kemudian, kata Shohib, siapa saja yang dimaksud dengan rakyat harus dibuat jelas, karena bisa saja nanti persentase orang-orang yang disusupkan dari luar justru lebih banyak dari jumlah masyarakat pewaris (Sibulan-bulan).
 
Oleh sebab itu, dalam waktu dekat ini, Shohibul dan seluruh warga Desa Sibulan-bulan yang berada di perantauan, secara khusus akan menyampaikan apresiasi langsung kepada Bupati Taput, Nikson Nababan.
 
“Kami, warga Desa Sibulan-bulan, Kecamatan Purbatua yang berada di perantauan secara khusus akan memberikan penghargaan sebagai bentuk apresiasi kami kepada Bupati Taput. Untuk itu, saat ini para perantau asal Desa Sibulan-bulan tengah merembukkan waktu yang tepat untuk pulang kampung dan menyerahkan penghargaan secara langsung kepada bupati. Jika memungkinkan, acara penganugerahan penghargaan itu akan dilaksanakan di Desa Sibulan-bulan,” pungkas Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara ini.
 
Sebelumnya, Bupati Taput, Nikson Nababan Bersama dengan Ketua DPRD Rudi Nababan dan Sekretaris Daerah Taput beserta sejumlah Anggota Fraksi DPRD Taput dan perangkat daerah menginap di Desa Sibulan-bulan, Kecamatan Purbatua pada Sabtu, (3/12/2022) lalu.
 
Pada kesampatan itu, Nikson menyerap aspirasi masyarakat Desa Sibulan-bulan, Kecamatan Purbatua.
 
Bahkan, pada kesempatan itu, Tim Pemetaan Tanah Adat Purbatua menyampaikan proposal hutan adat kepada Bupati Taput.
 
Menerima proposal hutan adat dari Tim Pemetaan Tanah Adat Purbatua itu, Bupati Taput Nikson Nababan berjanji akan membawanya ke Menteri Kehutanan di Jakarta.
 
Untuk itu, kata Nikson, dalam waktu dekat ia akan bertemu Menteri Kehutanan dan proposal yang disampaikan oleh 3 desa Kenegrian Kecamatan Purbatua akan diberikan langsung kepada sang Menteri.