MEDAN - Sidang lanjutan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa Halim alias A Kim, bersama istrinya, Erlin Wijaya alias Aling (berkas penuntutan terpisah) digelar di ruang Cakra 5, Pengadilan Negeri Medan, Kamis (17/11/2022). Dalam sidang dengan Hakim ketua Ulina Marbun didampingi 2 anggota majelis Tiares Sirait dan Khamozaro Waruwu terungkap fakta mencengangkan. Bahkan beberapa saat mereka tampak saling pandang setelah mendengarkan keterangan terdakwa Halim.
 
"Sampai sekarang walaupun perkara awal yaitu pidana penggelapannya telah berkekuatan hukum tetap (disidangkan di PN Lubukpakam) Saya merasa tidak melakukannya yang mulia. Saya masih berutang kepada korban Daniel Rachmat Rp1,5 miliar yang mulia. 
 
Bukannya saya tidak mau bayar. Bahkan Surat Hak Milik (SHM) Nomor 222 atas nama saya sudah saya serahkan ke korban di salah satu kafe di Helvetia sebagai jaminan. Harganya kurang lebih Rp1 miliar dan kekurangannya akan saya cicil. Enak ngomongnya waktu itu sama korban. Tapi entah kenapa saya langsung dilaporkan ke polisi. Bahkan saya juga digugat secara perdata yang mulia. Dalam gugatannya ada disebut tentang SHM Saya," urai Halim menjawab pertanyaan hakim ketua.
 
Fakta mencengangkan lainnya, terdakwa mengaku sama sekali tidak mengenal saksi korban. Saksi korban awalnya menelepon Halim mengajak kerjasama bisnis kacang kedelai di tahun 2018 lalu.
 
"Persyaratan kerjasama dengan korban juga tidak ribet. Dikasih kelonggaran sebulan untuk melunasinya. Persoalannya, beberapa konsumen masih belum bayar. Kantor kami sudah tutup yang mulia. Ada orderan dari korban langsung saya telepon anggota untuk mengantarkannya (ampas kacang-kacangan) ke konsumen. Umumnya pengrajin tempe dan tahu di kawasan Marelan, Mabar dan Martubung," urai Halim.
 
Disebutkannya, kerjasama tersebut berjalan selama 20 bulan sekitar Rp45 miliar. Konsumen nunggak sebesar Rp2 miliar masih menjadi utang kepada saksi korban Daniel Rachmat. Kerjasama berakhir Oktober 2019 lalu karena terdakwa juga diketahui juga mengorder barang dari pihak lain. 
 
Rekening ke Istri
 
Ketika ditanya Ulina Marbun mengenai aliran dana yang masuk ke istrinya, Halim alias A Kim mengatakan jika Erlin Wijaya alias Aling tidak tahu menahu soal utang-utangnya ke saksi korban termasuk diserahkannya SHM atas nama terdakwa.
 
"Saya gak mau menyusahi pikirannya yang mulia. Saya tahu dia gampang stres. Kalau soal aliran dana tujuannya untuk membantu saya membayar orderan pengambilan ampas kacang-kacangan. Bukan dari hasil tindak pidana penggelapan yang mulia," pungkasnya.
 
Hal senada juga diterangkan terdakwa Erlin Wijaya alias Aling. "Kalau disuruh suami kirim uang, saya transfernya bu Hakim," katanya singkat.
 
Unprofesional
 
Dalam kesempatan tersebut tim penasihat hukum (PH) kedua terdakwa menghadirkan ahli hukum pidana, B Simarmata.
 
Tanpa tedeng aleng-aleng, hakim anggota Khamozaro Waruwu mencecar ahli soal konstruksi hukum yang sedang disidangkan.
 
"Perkara penggelapannya berdiri sendiri. Kemudian terdakwa ini digugat perbuatan melawan hukum dan sekarang didakwa TPPU. Bagaimana menurut saudara sebagai ahli pidana konstruksi hukumnya?" cecar Khamozaro.
 
Ahli pun menimpali, bahwa sepengetahuannya pengusutan kasus Halim sejak awal tidak profesional atau unprofesional.
 
"Menurut hemat Saya, sejak awal sudah ada yang salah. Pemidanaannya khusus. Tidak serta merta seseorang yang sudah dipidana atas putusan pengadilan otomatis bisa dipidana TPPH. Kalau bukan hasil kejahatan tidak ada pencucian uang," tegasnya. 
 
Harus dilihat dulu mens rea (niat jahatnya). Kalau ada pelaku beritikad baik namun karena keadaan tidak bisa melunasinya merupakan wanprestasi. Bukan tindak pidana.
 
"Usaha saya sebulan ke depan misalnya gagal. Berutang misalnya Rp100 juta. Ada sepeda motor laku terjual Rp10 juta. Masih terutang Rp90 juta. Itu wanprestasi. Bukan tindak pidana. Itu yang saya pahami yang mulia," pungkas saksi ahli. Sidang pun dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan surat tuntutan. 
 
Sekedar mengingatkan kasus ini bermula dari penggelapan dan penipuan. Terdakwa yang membeli hasil pertanian berupa kacang-kacangan dalam kasus ini dipidana 3 tahun penjara di Pengadilan Lubuk Pakam
 
Setelah incrakh, terdakwa kembali dilaporkan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Tidak hanya itu, belum lagi incrakh TPPU, korban kembali menggugat dengan wanprestasi.