LHOKSEUMAWE – Provinsi Aceh masuk dalam kategori inflasi tertinggi secara nasional yakni mencapai 6,97 %, hal ini sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat, betapa tidak kebutuhan pangan sangat membebani warga masyarakat, soalnya dalam beberapa bulan terakhir mengalami lonjakan harga cukup signifikan. Saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) bersama Presiden Jokowi dalam hal penanganan inflasi di Indonesia tanggal 18 Agustus 2022 lalu, ditemui ada beberapa provinsi di Indonesia mengalami inflasi tertinggi dan menjadi penyumbang inflasi terbesar di Indonesia diantaranya Provinsi Jambi dengan nilai inflasi 8,55%, Provinsi Sumatera Barat nilai inflasi 8,00%, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung nilai inflasi 7,77%, Provinsi Riau nilai inflasi 7,03%, dan Provinsi Aceh dengan nilai inflasi 6,97%. 
 
Inflasi di Provinsi Aceh yang tergolong tinggi ini disumbang oleh beberapa komponen utama seperti cabai merah, bawang merah, angkatan udara, Bahan Bakar Rumah Tangga (BBRT), dan cabai hijau. Adapun proporsi inflasi dari 5 komponen terbesar penyumbang inflasi pada bulan Juni-Juli 2022 adalah sebagai, cabai merah 3,83% (ytd), bawang merah 0.98% (ytd), angkutan udara 0,82% (ytd), Bahan Bakar Rumah Tangga 0,48% (ytd), dan cabai hijau 0,34% (ytd).
 
“Dari data tersebut inflasi yang berasal dari volatile food lebih banyak dan memiliki andil terhadap inflasi yang besar. Oleh karena itu, fokus dalam pengendalian inflasi saat ini adalah pada komoditas volatile foods,” ungkap Kepala KPw BI Lhokseumawe Gunawan, Rabu (24/8/2022).
 
Secara umum, urainya, masalah yang saat ini dihadapi untuk komoditas pangan atau volatile foods ini terbagi menjadi dua yaitu permasalahan pangan dari komoditas yang tidak dihasilkan di Indonesia sehingga harus impor dari negara lain dan permasalahan mengenai kendala proses distribusi pasokan antar daerah yang kurang efektif. 
 
“Untuk permasalahan mengenai kendala distribusi, pemerintah daerah (Pemda) dapat membantu dengan mengadakan KAD (Kerjasama Antar Daerah) disertai subsidi kepada komoditas yang terdampak inflasi dengan menggunakan dana belanja tidak terduga atau belanja Bansos,” jelasnya.
 
Selain itu, kata Gunawan, untuk mengatasi permasalahan inflasi dimaksud, perlu adanya peran serta seluruh stakeholders untuk meredam kepanikan publik. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memesankan, bahwa sentimen publik harus diperhatikan agar tidak terlalu reaktif terhadap perubahan-perubahan ekonomi. Persepsi masyarakat harus tetap dijaga agar tidak menimbulkan budaya penimbunan ketika terjadi kenaikan harga.
 
Sementara itu, menurut Satgas pangan di Provinsi Aceh, tidak ditemukan penimbunan barang-barang sehingga permasalahan fluktuasi harga komoditas pangan di Provinsi Aceh tidak berasal dari proses penimbunan.
 
Selanjutnya, program pengendalian inflasi oleh Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) saat ini tetap dilaksanakan dengan mengacu pada kerangka 4K yaitu Keterjangkauan Harga, Ketersedaiaan Pasokan, Komunikasi efektif, dan kelancaran distribusi.
 
Sebagai upaya khusus dalam menghadapi inflasi pangan, telah dilakukan kick-off Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GN PIP) di Aceh pada tanggal 18 Agustus 2022. Dalam jangka pendek strategi yang diakukan adalah dengan pelaksanaan Pasar Murah di Banda Aceh dan Sigli (Komoditas Bawang Merah, Cabai Merah, Telur Ayam Ras) pada tanggal 19-20 Agustus 2022.
 
Serta pemanfaatan lahan bantaran sungai untuk penanaman Bawang Merah di Gampong Cot Cut, Aceh Besar (5 Ha) pada 19 Agustus 2022. Dan dalam jangka panjang, menurut Kepala Direktorat Jendral Bea dan Cukai Provinsi Aceh, pusat logistik berikat pangan bisa menjadi solusi untuk membantu proses penyimpanan. Masalah logistik dapat ditangani dengan menyasar isu transportasi, inventori, administrasi.
 
Kemudian, pengimplementasian Peta Jalan (roadmap) pengendalian inflasi akan membantu proses pengendalian inflasi. Dimana dalam peta jalan tersebut telah dibuat sasaran jangka menengah tahun 2022-2024 baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota. Serta, untuk mendukung Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GN PIP) baik program jangka pendek (quick wins) maupun program jangka panjang (long-term) dalam rangka pengendalian inflasi.
 
Ada beberapa strategi yang akan dilakukan hasil dari rapat teknis TPID di Banda Aceh, hasilnya yakni, pertama menyusun strategi/program khusus pengendalian inflasi untuk TPID kota pantauan IHK antara lain, TPID Banda Aceh, TPID Lhokseumawe, dan TPID Aceh Barat.
 
Selanjutnya, pemetaan pelaku-pelaku utama dalam rantai pasokan pangan di Aceh terutama pengepul dan pedagang besar dan terakhir, pelaksanaan pengawasan pengendalian inflasi secara cermat dan tanggung jawab serta menyampaikan permasalahan dan langkah-langkah penyelesaiannya.