MEDAN - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menilai Kepolisian Daerah (Polda) Sumut sewenang-wenang melakukan penggeledahan terhadap Kilang Padi PT. Tani Jaya Sukses Pangan (TJSP) milik Suanto, di Jalan Besar Pantai Labu Desa Ramunia I, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang. Terlebih menyangkut tidak lengkapan PSAT kilang padi tersebut juga bukan tindak pidana melainkan masalah administratif, sesuai ketentuan Permentan Nomor 53 Tahun 2018 Pasal 47.
 
Hal tersebut diungkapkan Maswan Tambak, Divisi Sipil dan Politik LBH Medan, Maswan Tambak, selaku penasehat hukum Suanto, Selasa (9/8/2022).
 
Kesewenang-wenangan tersebut terlihat ujarnya, mulai dari adanya penggeledahan pada 29 Juni 2022 yang dilakukan Personil Ditreskrimsus Polda Sumut. Di mana saat itu terjadi perampasan barang berupa beras milik kilang padi PT. TJSP ukuran 30 Kg, 10 Kg dan 5 Kg masing-masing 1 karung. 
 
Dari peristiwa penggeledahan pertama ini lanjutnya, diketahui dari beberapa pemberitaan Pihak Poldasu melalui Kabid Humas mengatakan Penggeledahan sudah sesuai prosedur.
 
"Pada tanggal 20 Juli 2022 dilakukan penggeledahan ke-2, pihak Ditreskrimsus Polda Sumut menunjukkan Surat Perintah Tugas, Surat Perintah Penyelidikan, Surat Perintah Penggeledahan namun Surat Perintah Penggeledahan tertanggal 19 Juli 2022 bersamaan terbitnya dengan Surat Penetapan dari Pengadilan Nomor : 364/Pen.Pid/2022/PN-Lbp tertanggal 19 Juli 2022," ujarnya.
 
Kemudian lanjutnya diketahui dari pemberitaan media online iNewsMedan.id tanggal 08 Agustus 2022, pihak Ditreskrimsus Polda Sumut melalui Kabid Humas Polda Sumut menyampaikan telah melakukan pemeriksaan terhadap 11 Saksi dalam tingkat penyidikan kasus yang dialami PT. TJSP yang diduga melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan/atau Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
 
Dari seluruh rangkaian proses mulai dari Penggeledahan pertama pada tanggal 29 Juni 2022 sampai dengan masuk proses penyidikan sebutnya, LBH Medan melihat ada beberapa pelanggaran hukum dan kesewenang-wenangan. 
 
"Pertama, tentang penggeledahan pertama pada tanggal 29 Juni 2022. Penggeledahan pertama ini dilakukan tanpa dilengkapi dengan surat perintah dan surat izin/penetapan dari pengadilan. Penggeledahan ini juga dilakukan dalam proses penyelidikan padahal seharusnya penggeledahan dilakukan pada proses penyidikan. Selain itu tindakan penggeledahan secara sewenang-wenang itu diikuti dengan mengambil paksa beberapa karung beras yang tidak dilengkapi dengan izin dari pengadilan dan berita acaranya. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 32,33 Ayat (1) dan Pasal 38 KUHAP," bebernya.
 
Kemudian lanjutnya, pada penggeledahan kedua pada tanggal 20 Juli 2022 juga terdapat kekeliruan.
 
"Dalam melakukan Penggeledahan kedua ini, mungkin pihak Krimsus Poldasu belajar dari kesalahan Penggeledahan pertama sehingga pada penggeledahan kedua ini sudah dilengkapi dengan Penetapan/Izin dari Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. namun sayangnya Penetapan tersebut terdapat kekeliruan dimana pada Penetapan tersebut tidak dituliskan identitas yang jelas," ujarnya.
 
Pada penetapan tersebut tambah Maswan, juga dituliskan identitas nama tersangka dalam lidik. "Sementara sejak KUHAP diberlakukan, belum pernah sejarahnya ada tersangka dalam penyelidikan. Bisa dipastikan ada kesalahan informasi oleh pihak Krimsus Poldasu dalam mengajukan permintaan izin penggeledahan atau kesalahan pihak pengadilan dalam mengeluarkan penetapan. Lebih parahnya lagi, terkait penetapan tertanggal 19 Juli 2022 diatas disebutkan tersangka dalam lidik. Padahal klien kami masih dipanggil sebagai saksi pada tanggal 21 Juli 2022," ujarnya.
 
Kemudian yang ketiga lanjutnya, tentang informasi yang disampaikan Kabid Humas Poldasu dalam beberapa pemberitaan.
 
"Terkait penggeledahan pertama, dari pemberitaan didapati informasi Kabid Humas Poldasu mengatakan Penggeledahan sudah sesuai prosedur. sebagaimana dijelaskan pada poin 1 diatas, maka justeru penggeledahan tersebut unprosedural. kemudian juga disampaikan jika klien kami tidak dapat menunjukkan PSAT padahal ada ditunjukkan kepada petugas. Sehingga dari beberapa informasi yang disampaikan itu tentu menyesatkan dan cenderung ada pembodohan publik. Sebaiknya kedepan Kabid Humas harus tabayyun/menyaring informasi sebelum disampaikan ke publik," bebernya.
 
Lalu soal pemberitaan media online iNewsMedan.id yang menyebutkan memanggil dan memeriksa saksi memang merupakan kewenangan penyidik. "Tapi kalau sampai 11 orang, tentu harus dilihat kualitas keterangan orang yang diapanggil tersebut. Selain dari ahli ataupun dinas pangan, apabila saksi-saksi yang dipanggil juga ternyata adalah pelanggan/toko bukan konsumen akhir maka tindakan pemanggilan dan pemeriksaan saksi tersebut hanyalah untuk merusak usaha klien," ujarnya.
 
Ia menambahkan menyangkut PSAT yang dipermasalahkan, LBH Medan telah meminta penjelasan kepada Dinas Ketahanan Pangan Dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan penjelasan instansi tersebut melalui Suratnya Nomor : 800/08.60/Hanpangnak-Sekr/VII/2022 perihal surat jawaban tertanggal 5 Agustus 2022 mengatakan jika perusahaan memproduksi dan mengedarkan satu merk dagang kelas mutu premium yang belum memiliki PSAT namun proses dan bahan produksinya sesuai dengan PSAT sebelumnya.
 
"Bahwa sebagaimana penjelasan dalam surat tersebut pada huruf e, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara berpendapat yang intinya, jika perusahaan memproduksi dan mengedarkan satu merk dagang klas mutu premium yang belum memiliki PSAT namun proses dan bahan produksinya sesuai dengan PSAT sebelumnya. Maka menurut ketentuan Pasal 47 Permentan Nomor : 53 Tahun 2018 tepatnya dikenakan Sanksi Administratif berupa peringatan tertulis, pembekuan nomor pendaftaran atau sertifikat, pencabutan nomor pendaftaran, yang maksimal sanksinya yaitu penarikan PSAT dari peredaran," ujarnya.
 
Mengingat persoalan ini merupakan bagian dari pemenuhan administratif sambungnya, seharusnya Polda Sumut memberikan edukasi yang baik. Sehingga tidak menimbulkan rasa takut bagi para pelaku usaha khususnya dalam menjalankan usaha guna menjaga stabilisasi ketahanan pangan.
 
Dalam kesempatan yang sama, LBH Medan juga meminta secara tegas kepada Dirreskrimsus Polda Sumut, untuk menghormati dan menjunjung tinggi Hak Asasi Suanto dalam memperoleh perlindungan, kepastian dan kemanfaatan hukum tanpa dikriminasi sebagaimana yang dijamin dalam amanat Konstitusi.
 
Kemudian bekerja secara bijak, objektif dan profesional sebagaimana ditentukan dalam KUHAP dan Perkap Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Polri guna menunjukan sikap penegakan hukum yang presisi. 
 
"Selain itu kita juga meminta Dirreskrimsus Polda Sumut menghentikan proses penyidikan terhadap kasus Suanto selaku pimpinan PT. Tani Jaya Sukses Pangan karena bukan merupakan tindak pidana melainkan ranah dalam sanksi dan pemenuhan administratif sebagaimana tertuang dalam Pasal 47 Permentan Nomor 53 Tahun 2018 Tentang Keamanan dan Mutu Pangan," ujarnya.