Tony Soemarno, salah seorang korban Bom Marriott 2003, mengadakan peluncuran buku yang berjudul The Power of Forgiveness: Memoar Korban Bom Marriott, pada Jumat, 5 Agustus 2022, di Hotel JW Marriott, Jakarta. Peluncuran buku yang diterbitkan Mizan ini sengaja dilaksanakan bertepatan pada peringatan 19 tahun Tragedi Bom Marriott, yang telah meluluhlantakkan semua harapan hidupnya—serta 14 orang yang meninggal, dan 156 orang luka-luka, yang beberapa di antaranya cacat seumur hidup. 
 
Acara peringatan Tragedi Bom JW Marriott untuk kali perdana ini, dihadiri oleh 30 orang penyintas tragedi bom dari seluruh Indonesia. Mereka adalah penyintas bom, penyintas aksi terorisme, mantan narapidana terorisme, dan mantan kombatan jihad. Di lokasi kejadian, bersama puluhan hadirin, mereka memanjatkan doa dan mengheningkan cipta, serta meletakkan tangkai mawar putih sebagai bentuk simbolis duka cita mendalam kepada para korban yang telah kembali ke haribaan Tuhan.
 
Selain Tony Soemarno selaku penulis buku, juga hadir narasumber pada acara temu wicara yaitu, Ali Imron (pelaku Bom Bali 2002), serta Konsultan Senior DASPR dan Pembina FKAAI, Nasir Abas. 
 
Kehadiran Ali Imron menjadi pemandangan yang menarik. Sebab ia masih harus menyelesaikan masa tahanannya di penjara, tapi diberi kesempatan hadir oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus 88 Anti Teror (Densus 88), untuk menyampaikan pernyataan sikap tentang pencerahan yang ia dapatkan selama mendekam di hotel prodeo.
 
Peluncuran buku ini diselenggarakan oleh Division for Applied Social Psychology Research (DASPR) dan Forum Komunikasi Aktifis Akhlakul Karimah (FKAAI). DASPR adalah lembaga yang bergerak untuk menyelesaikan masalah sosial dengan menggunakan sudut pandang psikologi sosial terapan. 
 
Sementara FKAAI adalah lembaga yang beranggotakan para penyintas bom, penyintas aksi terorisme, mantan narapidana terorisme, dan mantan kombatan jihad yang telah banyak melakukan kegiatan kontra radikalisme dan deradikalisasi dengan didukung Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan POLRI—dalam hal ini Densus 88 Anti Teror. 
 
Buku The Power of Forgiveness: Memoar Korban Bom JW Marriott, merupakan karya yang ditulis berdasarkan pengalaman Tony Soemarno sebagai korban teror bom yang mengisahkan perjalanan hidupnya sejak menjadi korban bom JW Marriott 2003, hingga menjadi aktivis deradikalisasi yang aktif mengunjungi dan berdiskusi dengan para narapidana kasus teror di dalam penjara. Kisah-kasih yang ditulisnya sangat inspiratif untuk dibagikan demi mencegah terulangnya perbuatan aksi terorisme. 
Dari sekian judul buku yang telah terbit terkait radikaslisme-terorisme, inilah satu-satunya buku di dunia yang memuat kisah unik antara korban teror bom dengan para pelakunya. Dimulai dari bagaimana seorang Tony Soemarno harus bangkit dari keterpurukan yang menerpa dirinya, akibat direjam bom yang meledak sesaat sebelum ia makan siang di Hotel JW Marriott, Jakarta, pada Selasa, 5 Agustus 2003.
 
Bersama dengan Nasir Abas, mantan komandan Mantiqi Tiga Jamaah Islamiyah—yang akhirnya turut membantu Pemerintah Republik Indonesia membongkar jaringan teroris di bumi Nusantara, ia berinisiatif mengunjungi Ismail Datam, Tohir, Ali Imron, Umar Patek, dan Abu Bakar Ba’asyir, di dalam lapas.
 
Kedatangan Tony itu dilatari oleh keinginannya untuk memaafkan kesalahan yang didasari ketidaktahuan. Ia tunjukkan kepada para teroris itu, bahwa kekuatan Islam yang utama adalah rahmat bagi semesta alam dan akhlak mulia. Budi baik yang menjadi dharma bhakti pada kehidupan.
 
Tony berharap, “Semoga karya monumental ini turut menginspirasi banyak orang, terutama umat Muslim sedunia. Karena biar bagaimanapun, kita hidup di bawah langit dan di atas bumi yang sama. Kita semua, sama-sama berhak berbahagia. Sama berkewajiban menyelenggarakan kehidupan yang gemah ripah loh jinawi. Tata tentram kerta raharja,” ungkapnya dengan rasa haru yang teramat sangat.
 
Sebagai bentuk apresiasi dari Pemerintah, acara ini juga dihadiri oleh Kepala Staff Kepresidenan, Jenderal TNI (Purn). Dr. H. Moeldoko, S.I.P.; perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri, Kombes. Pol. Dr. Hoiruddin Hasibuan, S.H., M.Hum; Kepala BNPT, Komjen. Pol. Dr. Drs. Boy Rafli Amar, M.H.; Kasatgas Densus 88 wilayah DKI Jakarta, Kombes. Pol. Dayan Victor Imanuel Blegur.
 
Moeldoko dalam sambutannya mengatakan, “Dengan alasan apa pun, semua ajaran agama menolak aksi teror. Jadi aksi terorisme tidak bisa berlindung dibalik agama.” 
 
Ia menyampaikan sejak peristiwa teror bom JW Marriot 2003, Pemerintah telah mengadopsi pendekatan "Whole of Government" untuk melawan terorisme, mulai dari hulu dengan pendidikan hingga hilir melalui penindakan. Secara regulasi, pendekatan tersebut diperkuat dengan penerbitan UU Nomor 5/2018 dan Perpres No 7/2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan.
 
Merujuk kajian LAB45 pada 2021, Moeldoko menyebut tren serangan teror secara konsisten menurun sejak tahun 2000. Nilai agregat pada Index Terorisme Global juga turun, dari angka 6,55 pada 2021 menjadi 5,5 pada 2022. "Nilai lebih rendah, berarti lebih baik. Ini hasil kerja keras pemerintah dan semua pihak dalam melawan terorisme. Pemerintah tidak bekerja sendirian," serunya.
 
Moeldoko memastikan negara akan terus hadir untuk para korban aksi terorisme. Ia mencontohkan pembayaran kompensasi kepada 215 korban terorisme dan ahli waris dari 40 peristiwa terorisme masa lalu yang nilainya mencapai Rp39 miliar. "Kehadiran negara diharapkan dapat membawa semangat baru serta optimisme baru bagi korban dan keluarganya. Saya berharap peluncuran buku ini menjadi inspirasi kita semua untuk berjuang bersama melawan aksi terorisme," harap Moeldoko.
 
Senada dengan Moeldoko, Kepala BNPT Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Boy Rafli Amar mengatakan tragedi Bom JW Marriott pada 2003 akan jadi pengingat tentang bahaya ancaman terorisme pada kemanusiaan. "Bom Mariott perlu terus diingat agar seluruh masyarakat tak lupa begitu berbahayanya aksi terorisme," katanya.
 
Boy yang mendukung penuh kegiatan DASPR dan FKAAI ini, menegaskan peristiwa tersebut tidak boleh kembali terjadi. Semua anak bangsa harus melawan segala bentuk kekerasan, dan mengumandangkan bahwa tragedi itu tidak layak terjadi di Tanah Air dan bagi dunia.
Dalam upaya pencegahan aksi terorisme termasuk ide-ide yang melatarbelakanginya, BNPT bersama unsur Pemerintah dan masyarakat melakukan kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi dan deradikalisasi. BNPT juga menyelenggarakan forum yang mempertemukan antara korban/penyintas dengan mitra deradikalisasi. Cara ini menjadi katalisator pemulihan dan reintegrasi sosial kedua pihak.
 
Ia mengatakan BNPT terus mempromosikan dan melakukan ketahanan nasional dari pengaruh ide teror yang berbasis kekerasan dan tidak bisa dilakukan secara parsial.
 
"Langkah tersebut harus dilakukan secara komprehensif dengan pendekatan lembut dan keras," jelasnya. "Bahwa memang selama 2002 ini kami telah membuat beberapa perhelatan yang menyatukan antara para penyintas bom dan para mantan pelaku terorisme di lima titik, bekerjasama dengan para pihak terkait," pungkasnya.
 
Ada pun Nasir Abas selaku Pembina FKAAI, mengatakan bahwa lembaga yang ia bentuk, merupakan yang pertama kali di dunia.
 
"Saya ingin memberitahu kepada masyarakat dunia bahwa menyatukan para penyintas bom, penyintas aksi terorisme, mantan narapidana terorisme, dan mantan kombatan jihad, adalah sesuatu yang mungkin. Toh bersama mereka, kami telah banyak melakukan kegiatan kontra radikalisme dan deradikalisasi. Saya percaya, kita bisa membangun peradaban Islam yang lebih gemilang dengan saling memaafkan dan tentu bergandengan tangan," ungkap Nasir dalam sesi diskusi buku. 
 
Penulis : Ren Muhammad