MEDAN - Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara, Abyadi Siregar menyoroti kasus vaksin yang dialami seorang siswa kelas III Sekolah Dasar di Kecamatan Galang, Deli Serdang, hingga mengalami kejang-kejang dan muntah-muntah serta mengeluarkan buih setelah beberapa jam di suntik vaksin, pada Senin (28/3/2022).

Menurut keterangan ibu siswa SD tersebut, setelah divaksin, kemudian tidak beberapa lama anaknya mengalami kejang dan muntah.

Ia juga menceritakan, bidan tidak ada bertanya soal riwayat penyakit anaknya dia hanya pernah bercerita kepada guru ia bersekolah tentang riwayat penyakitnya. Namun sekolah tetap mengharuskan dia vaksin. Agar bisa sekolah, kalau tidak divaksin dia sekolah tapi diasingkan dari teman temannya.

Terpisah, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut menilai hal itu diduga akibat dari vaksin, berdasarkan penjelasan ibu korban terkait proses vaksin terhadap anaknya.

"Terkait rangkaian mulai proses vaksin patut diduga bahwa kondisi pasien kejang kejang seperti ini diduga akibat anaknya divaksin"ucapnya diruang kerja Kantor Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Jalan Sei Besitang, Selasa (29/3/22).

Lanjutnya, ia juga menilai dalam pelaksanaan vaksin patut diduga ada kesalahan Standar Operasional Prosedur (SOP), karena menurut ibu korban tim medis yang menyuntikan vaksin tidak ada bertanya kepada ibu korban tentang riwayat penyakit anak.

"Patut diduga ada kesalahan SOP tim medis dalam pelaksanaan vaksin. Karena menurut ibu korban, tim medis yang menyuntikkan vaksin, tidak ada bertanya kepada ibu korban tentang riwayat penyakit anak. Padahal sebagaimana kita ketahui, menanyakan riwayat penyakit setiap orang yang akan divaksin, adalah SOP yang harus ketat diterapkan untuk menghindari dampak buruk dari vaksin, Bila ditemukan kesalahan SOP, harus ada mekanisme sanksi," ujarnya.

Kejadian ini menurut Abyadi, pemerintah harus bertanggung jawab untuk memberi penjelasan medis secara jujur terkait masalah ini, baik mulai proses vaksin dan penjelasan dampak mediknya, juga pemerintah harus bertanggung jawab untuk mengobati anak, apalagi mereka anak dari keluarga yang kurang mampu.

Abyadi menilai pemerintah jangan hanya mengejar target jumlah vaksin tanpa memperhatikan aspek kehati-hatian dalam pelaksanaan vaksin. Karenanya, kebijakan yang 'menyandera' masyarakat mengakses layanan publik, termasuk di bidang pendidikan. Kasihan masyarakat harus segera dihentikan.

Siapa yang mau anaknya seperti ini? Presiden diharapkan segera mencabut Perpres No 99 tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksin dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid. Ini juga seiring dengan semakin menurunnya jumlah pasien Covid, sambung Abyadi.

"Perpres ini diduga yang menjadi dasar adannya kebijakan beberapa Pemda yang "menyandera" masyarakat mengakses layanan publik bila tidak divaksin" pungkasnya.