TAPSEL- Kejari Tapsel akan menetapkan tersangka dalam kasus korupsi dana desa berjamaah se Kabupaten Tapanuli Selatan, dalam bulan depan. Korupsi dana desa tahun anggaran 2019 ini, dilakukan 212 kepala desa yang merugikan keuangan negara lebih dari Rp1,2 miliar rupiah.

"Tinggal menunggu keterangan ahli saja untuk menetapkan berapa kerugian negara dalam kasus ini secara pasti. Setelah itu, mungkin bulan depan kita langsung menetapkan tersangka." ujar Samandhohar Munte, SH Kasi Intel Kejari Tapanuli Selatan, saat dijumpai di Kantor Kejari Tapsel di Sipirok, Kamis (23/12/2021)

Keterangan ahli ini dibutuhkan untuk melengkapi berkas perkara, walaupun penyidik kejaksaan secara kasar sudah bisa memperhitungkan kerugian negara sebesar Rp1,2 miliar rupiah.

Dari 212 kepala desa se-Kabupaten Tapanuli Selatan, 197 diantaranya telah diperiksa dan diambil keterangannya.

"Tinggal 15 kepala desa lagi yang akan kita periksa, dan hingga saat ini Kejaksaan Tapsel sudah berhasil mengembalikan uang negara 1 miliar 75 juta rupiah dari para kepala desa," lanjut Samandhohar Munte.

Lebih jauh Samandhohar Munte menyampaikan, meski kerugian negara telah dikembalikan para pelaku dalam kasus ini, namun proses hukum tetap lanjut.

Saat disinggung identitas tersangka nantinya, apakah dari Dinas Pemerintahan Desa (Pemdes) pada saat itu, atau ada oknum lainnya, Samandhohar Munte enggan menjawab.

"Nanti akan kita rilis bersama sama, yang jelas ada oknum intelektualnya," jawab Samandhohar Munte singkat.

Sebelumnya diberitakan, 212 orang kepala desa se-Kabupaten Tapanuli Selatan diperiksa Kejari Tapsel atas penyalahgunaan Anggaran Dana Desa (ADD) tahun 2019, atas kegiatan pengadaan papan monografi, pembelian baju kader posyandu, pembelian baju Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD), baju Badan Permusyawaratan Desa (BPD), pengadaan koran di desa dan lain lain sebagainya.

Pemeriksaan secara maraton ratusan kepala desa di Kejari Tapsel, ternyata kegiatan pengadaan tersebut dilakukan oleh seorang oknum di pemerintahan. Pengadaan kemudian dimark up bahkan ada yang fiktif, hingga menimbulkan kerugian negara Rp1,2 miliar lebih. *