JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan perubahan signifikan dalam birokrasi di Indonesia. Dimulai dengan mengganti jasa Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan robot kecerdasan buatan atau artificial inteligence. Keputusan ini akan membuat beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi lebih ringan

"Ini bukan barang yang sulit. Barang yang mudah dan memudahkan kita untuk memutuskan sebagai pimpinan di daerah maupun nasional," ujar Presiden Joko Widodo (Jokowi) di depan seluruh kementerian/lembaga saat memberikan pengarahan dalam pembukaan Musrenbangnas RPJMN 2020-2024 pada Desember 2019 lalu.

"Nanti dengan big data yang kita miliki, jaringan yang kita miliki, memutuskan akan cepet sekali kalau kita pakai AI. Tidak bertele-tele, tidak muter-muter," tegasnya, sebagaimana dikutip Kamis (9/12/2021).

Pada sisi lain, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga tidak semakin terbebani akibat tingginya kebutuhan untuk membayar gaji dan tunjangan PNS. Belum lagi pensiunan PNS yang juga harus ditanggung negara.

Berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang dikutip CNBC Indonesia, Kamis (9/12/2021), jumlah PNS per 30 Juni 2021 adalah 4,08 juta orang. Di mana porsi terbesar adalah instansi daerah dengan 77% atau 3,1 juta orang.

Sementara itu jumlah Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Indonesia adalah 49 ribu orang dengan komposisi terbesar juga daerah sebanyak 95% atau 47 ribu.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebelumnya sempat meneliti kemungkinan rencana tersebut. Teknologinya bisa disediakan oleh pemerintah maupun swasta, namun masalah yang muncul adalah ketidakmampuan PNS untuk memanfaatkan teknologi.

Misalnya untuk menggantikan eselon III dan eselon IV dengan robot dibutuhkan sebuah data latih yang dari data itu akan dihubungkan dengan algoritma. Barulah robot atau kecerdasan buatan akan bisa menggunakan algoritma dari data tersebut.

Kepala Biro Humas Hukum dan Kerja Sama Badan Kepegawaian Negara (BKN) Satya Pratama mengatakan, sebenarnya rencana transformasi digital di birokrasi pemerintah sudah direncanakan sejak lama.

"Sudah dilaksanakan (transformasi digital) sejak arahan Presiden Joko Widodo di tahun 2019. Jadi sebenarnya upaya digitalisasi telah dilaksanakan sejak beberapa tahun ke belakang," ujarnya kepada CNBC Indonesia.

Namun karena ada pandemi Covid-19 maka proses transformasi digital birokrasi makin dipercepat. Terutama untuk pelayanan yang selama ini diberikan oleh PNS yang sulit untuk dilakukan secara fisik.

"Seiring dengan situasi yang tidak pasti dan kompleks plus Pandemi Covid-19, maka transformasi tersebut dipercepat," jelasnya.

Bahkan ia menyebutkan, jumlah PNS yang direkrut setiap tahunnya sudah lebih rendah dari jumlah PNS yang pensiun. Di mana kekurangannya digantikan dengan pelayanan digital kepada masyarakat.

Dengan demikian, maka formasi PNS tidak akan sebanyak sebelumnya. Sehingga, proses percepatan digitalisasi birokrasi di pemerintah bisa terus berlanjut.

"Jadi kedepannya formasi PNS akan tidak gemuk, karena penggunaan IT dan digitalisasi pelayanan publik," pungkasnya.*