MEDAN - Hadirnya perempuan dalam politik harus mampu memajukan, melindungi dan memenuhi hak perempuan. Bukan hanya sekedar untuk mendapatkan keistimewaan, namun mampu berkontribusi dalam mengatasi masalah terkait perempuan, anak dan keluarga. Hal ini diungkapkan Ketua Umum Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Dwi Septiawati Djafar saat membuka Musda III KPPI Sumut, di Aula Tengku Rizal Nurdin, Rumah Dinas Gubernur Jalan Sudirman Medan. Kamis (25/11/2021).
 
Disebutkannya, KPPI harus menjadi pelopor dalam memajukan melindungi dan memenuhi hak-hak politik perempuan, untuk Indonesia, adil sejahtera dan bermartabat.
 
"Perempuan yang tergabung dalam KPPI harus memastikan hadirnya perempuan dalam politik, bukan sekedar duduk, menerima dan mendapatkan keistimewaan sebagai anggota dewan. Hadirnya perempuan dalam politik, maka harus melampaui dari sekedar terpilih duduk menikmati kesitimewaan tersebut," ujarnya.
 
Kemudian, lanjutnya, hadirnya minimum 30% perempuan di parlemen, harus berbanding lurus dengan kontribusi yang diberikan. Kontribusi tersebut diukur dari seberapa besar problem terkait perempuan, anak dan keluarga sehingga dapat diminimalisir bahkan dieliminasi.
 
"Oleh karena itu, kita harus menyadari hadirnya kita dalam politik ini untuk memberikan kontribusi, maka perempuan politik itu harus guyub, saling berkolaborasi dan bersinergi untuk bersama-sama menjadi unsur pengubah," ujarnya seraya menambahkan dengan hadirnya perempuan dalam politik bisa membangun sistem persaudaraan dan menyebarkan persamaan-persamaan yang ada.
 
"Saya ingin KPPI Sumut menjadi KPPI yang solid yang mengedepankan nilai-nilai demokratis dengan cara yang benar.
Oleh karnanya saya berharap Musda III KPPI Sumut yang nyaris di karateker DPP, karena masa periodenya sudah habis Agustus lalu, jika tidak mampu melaksanakan Musda hingga pertengahan November, akan ditunjuk karateker dan akan diambil alih DPP," ujarnya. 
 
Dia mengaku, lebih suka jika perempuan diberikan ruang dan kemandirian utuk menyelesaikan persoalan-persoalan dengan cara yang tidak menodai martabat demokrasi. "Cara yang adil, terbuka, dengan tidak melihat siapa orangnya dan partainya tapi dia adalah orang yang mampu menggerakkan KPPI," ujarnya. 
 
Jadi, sambungnya, orang yang terlibat dalam KPPI bukan hanya menjadikannya sebagai batu loncatan untuk mencari tempat yang lebih tinggi. "Kita menolak cara-cara intimidasi, kekerasan, pemaksaan, politik transaksional. Pastikan ini tidak terjadi dalam Musda III KPPI Sumut. Saya malu, kalau saya hadir dan ditempat yang difasilitasi Gubsu yang adalah abang saya, kemudian terjadi hal-hal yang menodai pelaksanaan Musda KPPI Sumut," ujarnya. 
 
Plt KPPI Sumut, Fitri Siswaningsih dalam sambutannya menyampaikan, Kaukus Perempuan Politik Indonesia harus terdepan menjadi pelopor dalam memajukan, melindungi dan memenuhi hak-hak politik perempuan. Untuk Indonesia yang adil sejahtera dan bermartabat. 
 
Sebelumnya Gubsu, Edy Rahmayadi dalam sambutannya meminta agar KPPI mengawal demokrasi untuk mendukung pembangunan khusus di Sumatera Utara. 
 
Dalam sambutannya, Gubsu juga memaparkan sekilas materi tentang 8 bentuk demokrasi. Ada demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung. 
 
Hasil Sidang Komisi ‘Deadlock’
Musda III Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Sumut menggadang dua orang kandidat calon ketua yakni Sri Kumala SE MM dari Partai Gerindra dan Meinarty Rehulina Bangun dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). 
 
Sidang komisi yang dimulai pada pukul 15.00 WIB hingga malam, tidak berjalan mulus. Ditengah persidangan timbul beberapa hal yang diputuskan bertentangan dengan AD ART, yakni tentang verifikasi persyaratan kandidat calon ketua. Salah satu calon dianggap tidak memenuhi syarat dan akhirnya menjadi perdebatan yang tidak bisa diselesaikan. 
 
Sebelumnya juga ada ditemukan kejanggalan tentang pengumuman calon ketua tanpa penghitungan suara secara terbuka yang akhirnya mendapat protes dari peserta. 
 
Musda KPPI yang dihadiri sebelas perwakilan partai yang berhak memberi suaranya yakni, Gerindra, Demokrat, Golkar, PPP, PDIP, Perindo, Nasdem, Hanura, PKB, PAN dan satu perwakilan KPPI Cabang Kota Medan ini akhirnya dihentikan karena tidak menemukan solusi tentang keabsahan persyaratan salah satu kandidat calon ketua. Di penghujung kegiatan, Ketua Umum menyampaikan rasa kecewanya yang dalam atas kegagalan pelaksanaan Musda di Sumatera Utara. Selanjutnya DPP akan mengambil alih pelaksanaan Musda Sumut pada waktu yang belum ditentukan.