MEDAN - Anggota Komunitas Kredit Macet (KKM) terus mengupgrade wawasan dan pengetahuannya, menyikapi kemungkinan aset yang dijadikan jaminan dilelang pihak kreditur, setelah nasabah gagal bayar terhadap bantuan permodalan yang diperoleh. Seperti yang digelar di Bakmi Jonlau, Citra Land Gama City Ruko R3, Kamis (4/11/2021). Sharing dan diskusi yang mengusung tema 'Kredit macet aset (jaminan) nasabah di cessie oleh pihak bank' diikuti puluhan pelaku usaha dengan menghadirkan narasumber, Edo Kurnia dari Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional (LPKN).

diskusi KKM

Saat ini sebut Edo, pengusaha kesulitan dalam membayarkan kewajibannya. Kondisi seperti ini sangat berat bagi pengusaha, terlebih dengan surat peringatan yang diterima serta adanya ancaman lelang terhadap aset yang dijadikan agunan dari kreditur.

Edo menyebutkan sejak pandemi Covid-19, dua tahun terakhir jumlah pelaku usaha dampingan pihaknya karena terjerat kredit macet mengalami peningkatan signifikan. Jumlahnya mencapai 70% hingga 80% dibandingkan sebelum Corona.

Dengan kondisi seperti ini, hal pertama yang harus dilakukan pengusaha mencari bantuan melalui perkumpulan. Tujuannya agar terbuka pikirannya, melakukan hal-hal yang dapat membangkitkan kembali usahanya.

Sebab tidak sedikit pelaku usaha lanjutnya, yang memanfaatkan kemudahan bantuan permodalan dari perbankan melalui kredit untuk mengembangkan bisnis, tidak lagi sanggup dibayarkan kewajibannya. Sehingga, aset yang dijadikan agunan, akhirnya dilelang.

Edo juga menambahkan, dalam proses aset nasabah kredit macet yang dijadikan jaminan tersebut ada tiga mekanisme yang dilakukan kreditur. Salah satunya cessie, disini kreditur melakukan pengalihan kredit kepada pihak ketiga. Namun, tetap mengacu pada perjanjian awal.

"Disini, utangnya yang dialihkan pada pihak ketiga, bisa pribadi ataupun korporasi," ujarnya.

Kemudian ada mekanisme aida. Dalam mekanisme ini, kreditur melakukan pengalihan agunan, bisa melalui lelang atau dengan perpindahan dibawah tangan. Serta mekanisme ketiga dengan menjualkan aset sesuai persetujuan nasabah.

"Sebenarnya kita mengajukan pinjaman ke bank dengan jaminan tujuannya untuk menjadi mitra, untuk memulai usaha. Saling menguntungkan," ujarnya.

Seharusnya sambungnya, jika ada hal seperti ini (gagal bayar), kreditur memberikan keringanan, serta menanggapinya dengan cara yang santun. Agar pelaku usaha tidak merasa dikecilkan. Selain itu juga jangan memberikan peringatan apalagi ancaman lelang terhadap asetnya. Agar pelaku usaha bisa bangkit dan kembali dapat memenuhi kewajibannya.

Sementara Ketua Forda UKM Sumut, Sri Wahyuni Nukman, mengapresiasi semangat para anggota KKM yang dalam pelaksanaan kegiatan ini memberi respon yang cukup antusias dari pelaku usaha yang ingin belajar lebih jauh tentang bagaimana mengatasi masalah kredit macet.

"Mudah-mudahan ini bisa menyelesaikan masalah. Bisa saling sharing, sehingga mendapatkan solusi," ujarnya.