LHOKSEUMAWE – Di Lhokseumawe pelaku budidaya ayam petelur tampak berkembang pesat, apalagi kebutuhan telur ayam di Aceh sangat tinggi. Salah satu peternakan milik Ayah Min di Desa Blang Buloh, Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe masih dipasarkan untuk kebutuhan lokal. Sebagian kebutuhan telur ke Aceh masih didominasi dari Sumatera Utara, karena pasar masih sangat prospektif, sehingga rata-rata pusat-pusat pasar tradisional di Aceh mendapat pasokan telur dari provinsi tetangga.

Padahal para peternak di Aceh mampu melakukan budidaya baik untuk partai sedang maupun besar, buktinya peternakan milik Ayah Min mampu menghasilkan 3.400 butir per hari dengan jumlah induk 3.400 ekor. Karena setiap induk dalam satu hari bertelur sekali.

“Setiap hari dipeternakan milik Ayah Min ini mampu menghasilkan telur sebanyak 3.400 butir, pemasarannya masih dilingkup pasar lokal yakni pasar Lhokseumawe dan sebagian pasar Krueng Geukeuh, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara,” kata salah seorang pekerja dipeternakan milik Ayah Min itu, Senin (18/10/2021).

Peternakan ayam petelur milik Ayah Min itu, dibangun dua kandang dengan jumlah ayam sebanyak 3.400 ekor.

“Masa produktif ayam petelur itu selama 20 bulan, setelah itu ganti dengan bibit yang baru,” katanya.

Ayam yang sudah afkir tersebut, tambahnya, dipasarkan ke dataran tinggi Gayo, Aceh Tengah, Gayo Lues maupun ke Aceh Tenggara.

“Karena kebutuhan ayam di kawasan dataran tinggi tersebut tergolong tinggi,” jelasnya.

Permasalahan peternak yang dihadapi selama ini menyangkut masalah bibit ayam maupun pakan.

Di Aceh belum ada budidaya pembibitan ayam petelur skala besar, begitu juga masalah pakan. Rata-rata bibit ayam petelur didatangkan dari Provinsi Sumatera Utara begitu juga masalah pakan ayam.

“Semua kebutuhan untuk budidaya ayam petelur masih banyak didatangkan dari Sumatera Utara, ditempat kita belum ada,” katanya.

Jika di Aceh ada industri bibit ayam petelur, kemungkinan besar Aceh tidak tergantung dari provinsi tetangga menyangkut kebutuhan telur.