JAKARTA - Beberapa negara di Eropa akan menerapkan aturan dagang yang lebih ketat terkait importasi barang, terutama terkait dengan isu perubahan iklim. Aturan ini mengancam perdagangan barang dari Indonesia ke Eropa. Barang-barang yang berasal dari negara berkembang harus memiliki standar ramah lingkungan. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mencontohkan yang dilakukan oleh Uni Eropa dengan penerapan Carbon Tax Adjustment.

"Jadi ini karena perusahaan di Eropa dianggapnya sangat environmental friendly, tapi barang di negara berkembang tidak environmental friendly," katanya dalam Indonesia Knowledge Forum 2021, Kamis (7/10/2021).

Sehingga produk dari negara berkembang seperti baja, semen, dan produk hulu lainnya diterapkan penyesuaian nilai pajak. Menurut Lutfi, hal ini adalah salah satu yang mengimpit atau menghalangi perdagangan RI.

"Saya sudah tegaskan kepada duta besar Uni Eropa (jika) mengerjakan itu terhadap barang Indonesia, saya akan tuntut ke WTO," ujarnya.

Lutfi mengatakan, ini harus dilihat sebagai tren perdagangan. Jika tidak dilakukan pembenahan sejak awal, barang dari Indonesia akan mengalami cobaan yang berat di masa depan.

Oleh karena itu, Lutfi bilang saat ini pemerintah aktif membuat barang dari Indonesia menjadi yang lebih ramah lingkungan. Selain itu pemerintah juga mulai mengkaji program voluntary carbon market.

"Kalau voluntary carbon market jalan, saya yakin Indonesia bisa menjadi sumber likuiditas emisi carbon credit. Jadi memelihara hutan itu bisa mendapatkan penghasilan yang sama atau bahkan lebih besar daripada memotong hutan. Ini sedang kita pelajari. Jadi tidak deforestasi namun menjaga lingkungan," katanya.*