TAPTENG  - Intensitas hujan yang lumayan tinggi dua minggu terakhir, membuat para petani karet di Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), mengeluh. Petani karet tidak bisa beraktivitas melakukan penyadapan. Air hujan yang membasahi pokok tanaman berbunga golongan famili Euphorbiaceae ini mengganggu proses penyadapan. 

Simanjuntak (58), seorang petani karet di Kecamatan Badiri mengatakan, jika musim penghujan produksi getah karet akan lebih sedikit dibanding saat cuaca normal. Getah karet yang terkumpul pada wadah penampung akan habis tertimpa air. Pembuluh lateks yang berada pada jalur irisan juga akan tertutup timpaan air hujan. 

"Sudah pasti berkurang. Pasalnya kita tidak bisa melakukan penyadapan. Jikapun dipaksakan, akan sia-sia," ujar Simanjuntak, Jumat (1/10/2021).

Dijelaskan, dalam kondisi cuaca normal, dalam seminggu hasil getah sadapannya bisa mencapai 100 kg lebih. Namun dalam musim penghujan saat ini, getah yang terkumpul hanya sekitar 40 kg saja. Hasil itupun didapat setelah menyiasatinya dengan menuangkan cuka pada wadah penampung agar getah karet cepat beku.

"Harus rajin-rajin lah melakukan proses pembekuan," tukasnya.

Kasmidi (32), petani karet lainnya, membenarkan jika musim penghujan mempengaruhi produksi getah karet.

Diungkapkannya, jika musim penghujan tiba petani karet akan kewalahan menutupi kebutuhan pokok rumah tangga. Dalam kondisi seperti ini, pria beranak 3 ini akan beralih profesi ke pekerjaan lainnya. 

"Kalau musim penghujan saya menjadi kernet bangunan," sebutnya. 

Ia mengakui, sekarang ini petani karet sudah sedikit bergairah karena harga getah karet sudah mulai membaik mencapai Rp 12.000 per kilo gram. Walau belum sesuai standar, harga tersebut sedikit melegakan jika dibandingkan dengan harga karet sebelumnya.

"Sudah merangkak naik, namun masih belum stabil karena harga karet ini sewaktu-waktu bisa saja turun lagi," tutupnya.