JAKARTA - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperingatkan curah hujan bakal datang lebih dini mulai September, meski Indonesia seharusnya masih berada dalam musim kemarau.Bersamaan dengan awal musim hujan yang lebih awal diprediksi bisa memicu bencana hidrometeorologi.

Bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang diakibatkan oleh aktivitas cuaca seperti siklus hidrologi, curah hujan, temperatur, angin, dan kelembaban. Contohnya antara lain berupa banjir, kekeringan, badai, kebakaran hutan, longsor, angin puyuh, gelombang dingin, hingga gelombang panas.

Banjir merupakan bencana yang paling sering terjadi, terutama di kawasan perkotaan padat penduduk seperti DKI Jakarta.

Curah hujan yang datang lebih dini bisa jadi meningkatkan resiko banjir di beberapa wilayah.

BMKG menyatakan saat ini 85,1 persen wilayah Indonesia masih mengalami musim kemarau.

Meski begitu, menurut Peneliti Meteorologi BMKG, Deni Septiadi, di masa kemarau tidak bisa dianggap tak bakal terjadi hujan. Hujan merupakan proses kompleks dinamika atmosfer yang membutuhkan di antaranya penguapan, pemanasan, konveksi dan partikel aeorosol atmosferik.

"Pada musim-musim peralihan dengan suhu permukaan laut yang cenderung hangat bahkan tanpa penguatan La Nina, hujan dengan intensitas lebat dapat terjadi," kata Deni dalam keterangan pers yang diunggah di situs BMKG.

"Bahkan proses tumbuh berkembang awan pada periode ini akan lebih menjulang dan bengis, dengan menghasilkan produk-produk cuaca seperti presipitasi, petir, dan angin. Maka dari itu tipikal bencana hidrometeorologi pada periode peralihan musim umumnya didominasi banjir bandang, hujan, bahkan puting beliung," sambung Deni.

Deni menjelaskan faktor eksternal lain yang mempengaruhi dinamika atmosfer wilayah maritim Indonesia di antaranya adalah siklon tropis di sekitar Filipina.

Pernyataan di atas cukup menjelaskan bagaimana beberapa wilayah di Indonesia kemungkinan mengalami banjir, meskipun berada di musim kemarau.

BMKG sempat memberikan prediksi tentang potensi La Nina di akhir 2021. Namun, Deni mengatakan data yang dimiliki sekarang belum cukup untuk mengeluarkan pernyataan resmi soal akan terjadinya La Nina.

Deni menambahkan La Nina sudah terjadi di Indonesia pada 2020 lalu, dan menurut rekam jejak sejarah paling cepat terulang pada dua atau tiga tahun.*