GORONTALO – Jelang Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia 76 tahun, Taman Inspirasi Sastra Indonesia sebagai komunitas para penyair, budayawan dan insan berkesenian telah menerbitkan buku Antologi Puisi 76 Penyair dari 34 Provinsi di Indonesia. Buku Antologi Puisi tersebut bertema “76 Penyair Membaca Indonesia”, yang bertujuan memberi masukan sumbangsaran kepada Pemerintah, tentang apa saja yang belum tercapai pada usia 76 tahun Indonesia merdeka dari sudut pandang penyair, yang kelak karya penyair menjadi asupan inspirasi bagi Pemerintah dalam merumuskan dan menentukan kebijakan.
 
“Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) selaku komunitas sastra lahir pada tanggal 1 April 2021 dengan konsep “Ibadah Sastra”, berkewajiban menjadi bagian dari sosial kontrol masyarakat, dimana perananan para penyair ikut mengisi kemerdekaan dengan berkarya dalam puisi maupun menyelenggarakan kegiatan sastra lainnya, untuk menjadikan Indonesia lebih baik di masa mendatang,” kata M. Oktavianus Masheka, Ketua TISI dalam kata pengantar dikutip dari GOPOS.ID.
 
Dari dahulu hingga sekarang dunia seni (sastra) tidak pernah mati, ars longa vita brevis! Sebagai produk kreatif, karya sastra dapat berperan sebagai klep pembuka mata hati khalayak untuk menangkap realitas sosial. Bukan hanya itu, aspek politik, budaya, dan lingkungan juga bagian dari rambahan karya sastra dalam bingkai etika dan estetika.
 
Menurutnya, Sastrawan, dalam hal ini penyair, punya multiperan dalam menata kehidupan agar lebih bermartabat, cerdas, dan bijaksana. Dengan demikian, menjadi tidak berlebihan apabila sastawan/penyair diberi sandangan gelar resi atau begawan sebagai pengawal rohani anak bangsa.
 
Dalam ranah kehidupan nyata, karya sastra dapat mengusung energi positif untuk mengembangkan wawasan berpikir masyarakat. Puisi mampu mengeskpresikan ihwal pentingnya sejarah hidup bangsanya. Puisi juga memiliki daya sentuh hingga kawula muda menyadari tanggung jawabnya sebagai warga negara yang peduli terhadap riwayat perjalanan bangsa dan negaranya. Hal ini berarti bahwa, sebagai penata aksara, penyair/pemuisi (semestinya) memiliki panggilan hidup dalam mendadani sikap mental warga masyarakat.
 
“Sebagai suatu gerakan, revolusi mental dimaksudkan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala,” begitu ujar Presiden Soekarno pada Peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1956. Revolusi pada zaman kemerdekaan adalah perjuangan fisik atau perang melawan penjajah untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
 
Sementara itu Saut Raja H. Sitanggang selaku Praktisi Sastra berpendapat, Karya 76 Penyair Membaca Indonesia ini patut diapresiasi sebagai himpunan pandangan kritis, kado cinta kasih para penyair/pemuisi pada perayaan Hari Ulang Tahun Ke-76 Republik Indonesia. Buku ini merangkai 76 sajak dengan aneka rupa topik.
 
Kontributornya berasal dari 34 provinsi di Indonesia, yang punya kepedulian merawat keutuhan Republik tercinta ini. Salah satu topik sorotan yang tersaji dalam 76 Penyair Membaca Indonesia, karya Eki Thadan berjudul “76 Tahun Sudah” mengguratkan isi hatinya: /Usia kau sudah 76 tahun/tidak lagi muda berapi-api saat berorasi/mengapa anak-anakmu pandai berkorupsi/memakan tanah, hutan, baja juga besi/mengunyah apa saja tanpa basa-basi.
 
Lebih lanjut Saut mengatakan, “Kini 76 tahun, setelah bangsa kita merdeka, perjuangan belum dan tak akan pernah berakhir. Kita harus melakukan revolusi tanpa bambu runcing, bedil, atau menyemburkan mesiu. Titik perjuangan pada era milenal ini adalah membangun jiwa bangsa.
 
“Membangun jiwa merdeka dan mengubah cara pandang berorientasi pada tuntutan kemajuan zaman. Indonesia harus menjadi bangsa besar dan mampu berkompetisi dengan negara lain di dunia. Itulah roh 76 Penyair Membaca Indonesia!,” ucapnya. 
 
Berikut 76 Penyair dalam Antologi Buku “76 Penyair Membaca Indonesia”:
 
1. Adri Sandra. Payakumbuh, Sumatra Barat
2. Ahmad Akbar, Majene, Sulawesi Barat
3. Alfrida V.P Yamanop, Papua
4. Anwar Putra Bayu, Palembang, Sumatra Selatan
5. Asmedia Ulfahany, Lombok Timur, NTB
6. Asro AM, Jambi
7. Bety C. Rumkoda, Ambon, Maluku
8. Dewi Linggasari, Papua
9. Dhenok Kristianti, Jogjakarta
10. Din Saja, Banda Aceh, NAD
11. Djefri Bantahari, Pohuwato, Gorontalo
12. Dyah Nkusuma, Sampit, Kalimantan Tengah
13. Eki Thadan, Jakarta, DKI
14. Ela Lasmawati, Jawa Barat
15. Elma Susanti, Bengkulu
16. Fanny J. Poyk, Jakarta, DKI
17. Fatin Hamama, Jakarta, DKI
18. Fauzul el Nurca, Padang, Sumatra Barat
19. GD Kumarsana, Lombok Barat, NTB
20. Hamsi Hamzah, Kalimantan Utara
21. Hening Wicara, Kampar, Riau
22. Henny Purnawati, Pontianak, Kalimantan Barat
23. Hera paduaee, Kendari, Sulawesi Tenggara
24. Hermawan, Padang, Sumatra Barat
25. Isbedy Stiawan ZS, Lampung
26. Jamal Rahman Iroth, Bolaang Mongondow Timur, Sulut
27. Jane Anastasia Angela Lumi, Tomohon Sulawesi Utara
28. Jauza Imani, Bandar Lampung
29. John Tubani, NTT
30. Jose Rizal Manua, Jakarta, DKI
31. Ketut Syahruwardi Abbas, Denpasar, Bali
32. Khalid Alrasyid, Mojokerto, Jawa Timur
33. Khalidah Ali, Martapura, Kalimantan Selatan
34. Kurniati, Bangka Belitumg
35. Larasati Sahara, Aceh, NAD
36. Lusi Susanti Bahar, Ternate, Maluku Utara
37. Mahyut Z.A Dawari, Sumbawa Besar, NTB
38. Ma’rifah Nurmala, Sulawesi Tengah
39. Marina Novianty Tampubolon, Medan, Sumatra Utara
40. Martin da Silva, Pangkalpinang, Bangka Belitung
41. Mas’Amah Mufti, Palu, Sulawesi Tengah
42. Maya Pransiska, Bengkulu
43. Meita Jeane Pangandaheng, Bitung, Sulawesi Utara
44. Merry Ch Rumainum, Papua Barat
45. Mezra E. Pellondou, Kupang, NTT
46. Mita Katoyo, Jakarta, DKI
47. Muhammad Ibrahim Ilyas, Padang, Sumatra Barat
48. Nanin Andaningrum, Kaliwungu, Jawa Tengah
49. Octavianus Masheka, Tangerang, Banten
50. R. Fahik, Kupang, NTT
51. Remmy Novaris DM, Jakarta, DKI
52. Rini Febriani Hauri, Jambi
53. Rosyidi Aryadi, Palangkaraya, Kalimantan Tengah
54. Rudi Fofid, Maluku
55. S. Titik Widya, Kalimantan Utara
56. Salman Alade, Gorontalo
57. Sarifudin Kojeh, Kalimantan Barat
58. Selamat Said Sanib, Barong Tongkok, Kalimantan Timur
59. Sigit Hardadi, Bogor, Jawa Barat
60. Siti Salmah, Riau
61. Sri RM Simanungkalit, Medan, Sumatra Utara
62. Sukardi Wahyudi, Kukar, Kalimantan Timur
63. Sunu Warsono, Jakarta, DKI
64. Syahriyan khamary, Tidore, Maluku Utara
65. Syaifuddin Gani, Kendari, Sulawesi Tenggara
66. Tarmizi Rumahitam, Batam, Kep. Riau
67. Udo Z Karzi, Liwa, Lampung
68. Umar Zein, Medan, Sumatra Utara
69. Umi Kulsum, Bantul, Yogyakarta
70. Viefa, Banyuwangi, Jawa Timur
71. Wardjito Soeharso, Semarang, Jawa Tengah
72. Wayan Jengki Sunarta, Denpasar, Bali
73. Yuanda Isha, Tanjung Pinang, Kep. Riau
74. Yusri Fajar, Malang, Jawa Timur
75. Z.A. Nara Singa, Riau
76. Zahir Juana Ridwan, Makasar, Sulawesi Selatan