MEDAN - Manager pemasaran CV Makmur Abadi Sentosa, Sely Wijaya (48) diadili di Ruang Cakra 7 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (5/8/2021).

Warga Jalan Murai Raya, Komplek Tomang Elok Kelurahan Simpang Tanjung, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan ini diadili secara virtual, karena melakukan penggelapan uang hasil penjualan perusahaan CV Makmur Abadi milik abang iparnya, senilai Rp3,2 miliar lebih.

Dalam aksinya, terdakwa melakukan penggelapan dengan modus memalsukan 31 lembar bilyet Delivery Order (DO) milik perusahaan CV Makmur Abadi Sentosa yang bertempat di Jalan Gunung Krakatau Komplek KMC Blok A9 Kelurahan Pulo Brayan Darat, Kecamatan Medan Timur.

Dalam sidang yang beragendakan dakwaan sekaligus keterangan saksi tersebut, saksi korban Herman selaku pemilik perusahaan CV Makmur Abadi yang tak lain abang ipar terdakwa Selly dihadirkan JPU Rizqi Dermawan dan sejumlah karyawannya bersama Nina (istri korban) selaku Manager CV Makmur Abadi untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim diketuai Syafril Batubara.

Dalam keterangannya, Herman menyebutkan terdakwa Sely Wijaya sebelumnya merupakan karyawannya yang menjabat manager pemasaran.

Penyelewengan uang hasil penjualan keramik milik perusahaan itu dikatakannya dilakukan terdakwa bersama kasir perusahaan bernama Wiwi Wijaya yang hingga saat ini masih diburu pihak kepolisian dan menjadi DPO Polrestabes Medan.

"Jadi mereka itu nyuruh sales-sales perusahaan menjual barang ke beberapa toko di Medan pakai bilyet DO palsu supaya barang bisa keluar dari gudang. Sejak Tahun 2017 sampai 2019 Wiwi Wijaya, kasir perusahaan memberikan laporan keuangan palsu dengan penjelasan bahwa toko-toko itu belum membayar. Sedangkan pembayaran itu sebenarnya sudah dilakukan secara tunai maupun transfer ke rekening mereka (terdakwa) tanpa sepengetahuan kita," jelas saksi korban, Herman.

Hal tersebut baru terungkap pada 11 September 2020 lalu, ketika Sely Wijaya dan Wiwi Wijaya menemui saksi korban dan mengatakan Toko Makmur Abadi Sentosa tidak sanggup lagi melakukan pembayaran ke pabrik untuk pemesanan keramik dengan alasan kas sudah kosong.

Berdasarkan pemeriksaan pembukuan CV Makmur Abadi Sentosa sejak tahun 2017 sampai 2019, lanjut Herman, ditemukan selisih uang sebesar Rp2.175.000.000 karena ternyata laporan yang dibuat terdakwa dan Wiwi Wijaya palsu.

Setelah melakukan audit pembukuan internal korban juga mempertanyakan keberadaan uang sebesar Rp3.262.696.000 yang tidak bisa dipertanggung jawabkan terdakwa.

"Terdakwa dan Wiwi Wijaya setelah itu tidak masuk kerja lagi. Sewaktu ditemui di rumahnya terdakwa dan Wiwi Wijaya tidak ditemukan lagi. Karena merasa dirugikan, pada tanggal 17 September 2020 kita melaporkannya ke Polrestabes Medan," jelas Herman.

Sebelumnya dalam dakwaan JPU, Chandra Priono Naibaho yang dibacakan JPU Rizqi Dermawan mengatakan perkara tersebut berawal dari terdakwa Sely Wijaya, SE dan Wiwi Wijaya,SE (DPO) bekerja sebagai karyawan CV Makmur Abadi Sentosa milik saksi korban Herman,SE yang terletak di Jalan Gunung Krakatau Komplek KMC Blok A9 Kelurahan Pulo Brayan Darat Kecamatan Medan Timur sejak tahun 2006.

Bahwa terdakwa mendapat upah atau gaji setiap bulannya selama bekerja di CV Makmur Abadi Sentosa adalah sebesar Rp3.750.000 dan Wiwi Wijaya mendapat upah atau gaji sebesar Rp3.500.000.

Adapun cara CV Makmur Abadi Sentosa melakukan penjualan keramik adalah dengan cara sales yaitu saksi Novita dan saksi Hardisyahfitri menawarkan barang keramik kepada toko-toko keramik yang ada di dalam Kota Medan maupun diluar kota.

Awalnya selama terdakwa dan Wiwi Wijaya bekerja, saksi korban tidak melihat adanya kejanggalan laporan keuangan yang diberikan oleh Wiwi Wijaya karena Wiwi Wijaya melaporkan laporan keuangan CV Makmur Abadi Sentosa dalam keadaan untung/laba.

Namun terdakwa menyuruh sales yaitu saksi Novita dan saksi Hardisyahfitri untuk menjual barang (keramik) milik CV. Makmur Abadi Sentosa ke Toko AI Keramik, Toko Jaya Baru, Toko Paten Jaya, Toko Surya Keramik, Toko Mitra Dinamika Cemerlang (MDC), Toko Terang Jaya Keramik dan Toko Krakatau Keramik tanpa sepengetahuan saksi korban.

Terdakwa mencetak 31 lembar Delivery Order (DO) terhadap 7 toko tersebut agar barang/keramik bisa keluar dari gudang milik saksi korban, kemudian Wiwi Wijaya mencetak lagi bon faktur dan bon Delivery Order (bon pengeluaran barang) tanpa sepengetahuan saksi korban dan juga invoice palsu.

Terdakwa dan Wiwi Wijaya lalu memasukkan data di komputer bahwa toko-toko tersebut belum bayar. Kemudian, terdakwa memerintahkan sales yaitu saksi Novita dan saksi Hardisyahfitri apabila toko-toko tersebut membayar secara tunai agar sales yaitu saksi Novita dan saksi Hardisyahfitri menyerahkan uang pembayaran penjualan keramik kepada terdakwa dan Wiwi Wijaya.

Bahwa akibat perbuatan terdakwa yang dilakukan bersama-sama Wiwi Wijaya maka saksi korban mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp3.262.696.000.

Dalam dakwaan primer JPU pada perkara itu, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 374 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana subs Pasal 372 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.