MEDAN - Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) menilai kinerja pemerintah soal penanganan Covid-19 dan perpanjangan PPKM darurat.


"Omong kosong memperpanjang PPKM jika pemerintah tidak maksimal memberikan edukasi kepada masyarakat. Setiap lapisan masyarakat pun merasa terpukul secara ekonomi. Tidak bisa menafkahi keluarga, cicilan atau kredit yang tetap berjalan padahal mereka tidak leluasa untuk bekerja," jelas Presiden USU Muhammad Rizki Fadillah saat memberikan keterangan kepada Gosumut.com, Jumat (23/7/2021).

Rizki menambahkan, kurangnya bantuan dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kota Medan, sehingga PPKM pun menimbulkan asumsi masyarakat antara mati karena Covid-19 atau mati kelaparan.

"Penerapan kebijakan dari awal penamaannya PSBB, PSBB Total, New Normal, PSBB Transisi, Adaptasi Kebiasaan Baru, PPKM, PPKM Mikro, PPKM Darurat sampai PPKM Level 1-4 pun belum menyelasaikan kasus Covid-19 hingga kini," katanya.

Rizki menjelaskan secara psikis masyarakat takut untuk berjualan dan membeli barang. Disisi lain pada Q2 perekonomian Indonesia semakin lesu, indeks masyarakat miskin meningkat, daya beli masyarakat menurun dimana menandakan masyarakat semakin sengsara di tengah pandemi.

"Standar keberhasilan juga termasuk pemenuhan Herd Immunity yang dapat dipenuhi dengan penyebaran vaksin gratis di tengah masyarakat dimana seharusnya minimal 80% masyarakat sudah melakukan vaksin di setiap wilayah," pungkasnya.

Menurut Rizki, pemerintah belakangan ini mengeluarkan surat edaran terbaru perihal pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat hingga 25 Juli 2021.

"Berdasarkan data dari laman website vaksin.kemkes.go.id terhitung sampai tanggal 19 juli 2021, tercatat khususnya di Sumatera Utara dengan 14.799.361 total penduduk, hanya 1.024.033 penduduk yang sudah melakukan vaksin tahap pertama, dan 748.013 penduduk sudah melakukan vaksin tahap kedua. Angka ini menunjukkan belum berhasilnya pemenuhan Herd Immunity ditengah masyarakat," ucapnya.

Kata Rizki, PPKM darurat yang dasarnya tidak sesuai dengan amanah Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan Nomor 6 Tahun 2018. Dalam UU tersebut dikatakan setiap warga berhak mendapatkan jaminan kebutuhan selama karantina.

"Setiap orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama karantina. Bunyi pasal 8 UU Kekarantinaan Kesehatan," bebernya.

Presiden USU menyebutkan pada tanggal 22 Juli 2021, berdasarkan keterangan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 (Satgas Covid) tercatat jumlah kasus positif mengalami kenaikan signifikan mencapai angka 2.983.830 orang terkonfirmasi yang mana menjadi titik tertinggi kasus positif di Indonesia sejauh ini.

Walaupun pemerintah menjelaskan testing Covid-19 menurun sebesar 68% belum tentu menurunkan jumlah kasus Covid-19. Faktanya dikarenakan masyarakat dihadapkan dengan PPKM membuat masyarakat tidak bisa melakukan testing Covid-19 yang nyatanya banyak kasus Covid-19 yang tidak terdata. Kasus Covid-19 tetap saja masih mengalami peningkatan, belum lagi penanganan penyebaran Covid-19 varian Delta yang belum diatasi dengan cermat. Belum lagi, polemik penyekatan jalan berimbas pada salah satunya mobil Ambulance yang membawa orang dalam keadaan kritis terpaksa mencari jalan untuk melewati blokade jalan," tutupnya.