MEDAN - Rekonstruksi kasus meninggalnya santri Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Arafah batal digelar Polrestabes Medan dan Kejaksaan Negeri Lubukpakan.

Padahal, rekonstruksi kasus tewasnya FWA (15) santri Ponpes Darul Arafah yang meninggal diduga karena dianiaya kakak kelasnya pada 5 Juni 2021 seharusnya akan menghasilkan babak baru tentang motif yang sebenarnya terjadi.

Proses rekonstruksi yang seharusnya dijadwalkan, Kamis (17/6/2021), pukul 10.00 Wib harus mundur sementara penasehat hukum bersama keluarga korban sudah hadir sekitar Pukul 09.00 wib di Polrestabes Medan, Jalan HM Said No. 1 Medan.

Namun jaksa yang ditunggu-tunggu baru hadir sekitar Pukul 11.30 Wib. Alhasil sekitar pukul 13.00 Wib, rekonstruksi akan digelar tiba-tiba mendadak dibatalkan karena waktu yang sudah terlalu lama untuk pelaksanaan kegiatan tersebut.

Spontan semua pihak yang hadir dan akan mengikuti rekonstruksi tersebut terkejut melihat tiba-tiba Jaksa Penuntut Umum pergi meninggalkan lokasi proses rekontruksi di Aula Reskrim Polrestabes Medan.

Pihak penasehat hukum yang mendampingi keluarga korban sangat kecewa dengan terjadinya miskomunikasi antara jaksa dan pihak penyidik Polrestabes Medan.

Dongan Nauli Siagian dan Bayu Subronto selaku Penasehat Hukum dari keluarga korban FWA saat diwawancarai mengungkapkan kekecewaannya itu.

"Kami sangat kecewa karena sudah terlalu lama menunggu namun rekonstruksi batal untuk dilaksanakan. Kami sempat mengejar jaksa tersebut sampai di depan pintu Reskrim. Namun mereka mengatakan silahkan berkordinasi dengan penyidik," ujarnya.

Namun, lanjut dijelaskannya, setelah berkordinasi dengan pihak penyidik di ruang Kanit ternyata pihaknya mendapatkan kabar, jaksa penuntut umum telah memberikan P-19 (berkas dikembalikan) kepada penyidik.

"Sementara, kami tidak ada diberitahu apapun sebelumnya terkait P-19 tersebut" jelasnya.

Untuk itu, menurutnya, kasus tersebut harus diperjelas.

"Agar kasus ini terlihat secara jelas dan terang benderang tentang apa kendala yang terjadi pada kasus ini, kami dengan tegas telah meminta SP2HP kepada penyidik untuk diberikan kepada kami. Karena dari awal kami belum juga menerima SP2HP," imbuhnya.

Sebab, katanya, jangan sampai kepercayaan yang sudah diberikan kepada institusi penegak hukum dalam menangani kasus ini sampai mengecewakan keluarga korban.

"Perlu diingat, dalam kasus ini ada korban seorang anak yang meninggal dunia dan itu terjadi di lingkungan Pendidikan yakni Ponpes Darul Arafah," pungkas Dongan Nauli Siagian.

Sebelumnya, FWA (15) santri Ponpes Darul Arafah meninggal dunia diduga dianiaya kakak kelasnya pada 5 Juni 2021 lalu.