SIMALUNGUN - Selain dikenal memiliki suku bangsa yang beragam, Indonesia juga dikenal dengan beragam ciri khas makanan daerahnya. Tentunya yang tak kalah dengan makanan lainnya. Salah satunya adalah getuk. Getuk merupakan makanan ringan yang terbuat dari singkong (ubi kayu), yang berasal dari Magelang, Jawa Tengah dan sangat digemari masyarakat khususnya di Kota Pematangsiantar dan Simalungun.

Ada beberapa cara memasarkan makanan ini, salah satunya dengan menggunakan sebuah sepeda ontel seperti yang dilakoni Jakimen.

Pria 81 tahun yang berdomisili di Rambung Merah, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun itu, setiap hari berkeliling Kota Siantar menggunakan sepeda ontel miliknya untuk berjualan getuk miliknya.

Bahkan, Jakimen telah melakoni jualan getuk tersebut sejak tahun 1990 hingga saat ini.

"Saya sejak tahun 1990 sudah berjualan hingga sekarang. Saya keluar rumah untuk berjualan dari mulai pukul 07.00 hingga pukul 13.00. Habis tidak habis, ya saya pulang. Namun syukurnya jualan saya selalu habis," ujar Jakimen saat ditemui di depan Korem Jalan Asahan, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun, Rabu (2/6/2021).

Saat ditanya berapa penghasilan perharinya, pria tua yang mengenakan topi berwarna hitam itu mengatakan, dari Rp 50 ribu hingga 65 ribu per harinya.

"Kalau hari biasa, saya biasanya menghabiskan getuk sebanyak 400 biji dan penghasilan saya hanya Rp 50 ribu, tapi jika hari libur (Minggu) bisa 500 getuk habis dan mendapatkan uang Rp 65 ribu," ungkapnya tersenyum.

Saking lamanya berjualan getuk ini, banyak orang yang mencari jajanan getuk buatannya jika dia tak berjualan. Sebab, Jakimen telah memiliki pelanggan yang sangat banyak.

Dibalik kerja kerasnya, Jakimen yang hanya sebagai penjual makanan legendaris, berhasil menyelesaikan sekolah anaknya dari universitas dan semua anaknya juga telah banyak berhasil. Salah satunya yang berada di Bahjambi dan telah menjadi karyawan di salah satu PTPN.

"Anak saya itu dua berada di Kota Medan, 1 di Bahjambi, 1 di Dosin Tanah Jawa, dan yang saya tau cuman 2 anak saya yang menjadi karyawan kebun, sedangkan yang di Kota Medan saya tidak tau kerja apa," terangnya.

Selain itu, dirinya juga merindukan anak-anaknya yang jarang berkunjung. Mereka dapat berkumpul hanya pada bulan-bulan tertentu saja.

"Anak saya itu datang 3 bulan sekali untuk melihat saya dan istri saya. Karena mungkin mereka semua sibuk bekerja, hanya setiap lebaran saja mereka datang, dan nanti sebelum lebaran Idul Adha bulan ini mereka akan datang menemui saya dan istri," ucapnya.

Begitupun, dirinya tetap semangat berjualan getuk di usia senjanya untuk memenuhi kebutuhan bersama sang istri tercinta.