SEJAK isu ketegangan Palestina-Israel memanas, beberapa hari belakangan timeline dipenuhi dengan pendapat dua kubu antara yang menyuarakan free Palestine dan pro Israel. Aku sendiri sebagaimana dalam tulisan sebelumnya berada dalam kubu yang menyuarakan kemerdekaan bagi warga Palestina.

Tidak ada masalah sama sekali bagiku mengenai perbedaan dukung mendukung, bahkan adu argumen sekalipun asal waras. Sayangnya beberapa kali aku berdiskusi dengan kubu pro zionis (tanpa aku tambahi sawo matang ya), bukannya bisa saling mengambil kesimpulan, karena mereka tempramen, ujung-ujungnya argumen mereka berupa ad hominem (menyerang orangnya bukan argumennya) seperti contoh, "Sudah kau urusi keluargamu, anakmu, tetanggamu? Sudah kau bahagiakan orangtuamu?” Kalau sudah sampai begitu, selalu aku tinggalkan, karena mengingat hujjah Imam Ali, "...setiap kali aku berdebat dengan orang pandir, aku tak berdaya."

Sebenarnya narasi-narasi cluster pro zionis sangat mudah dibantah karena falasi "non causa pro causa" (Sesat berpikir dalam penyebutan sebab-akibat). Di antara  yang paling awam soal penggunaan facebook. Menurut mereka, kalau menyuarakan bela Palestina jangan lagi pakai facebook. Benar, kalau dilihat dari nama belakangnya Mark Zuckerberg pendiri facebook adalah turunan Yahudi.Lah, lantas apa masalahnya? Ini karena mereka tidak bisa membedakan entitas antara Yahudi, zionis, dan Israel adalah sesuatu yang berbeda. Itu lah sebabnya ada tokoh-tokoh Yahudi seperti Albert Einstein dan Noam Chomsky yang keras menentang zionis Israel. Lagipula, ilmu pengetahuan yang berkembang sekarang termasuk dalam teknologi informasi yang dikuasai Zuckerberg sedikit banyaknya adalah warisan dari para pendahulu sebelumnya termasuk para ilmuwan di masa pencerahan bumi Baghdad,  sementara Eropa masih gelap saat itu. Sebut saja tanpa temuan Al Khawaridzmi dalam bidang Al Jabar dan Logaridma, jangankan main facebook, komputer pun tidak akan tercipta. Jadi, usah congkak ya.

Narasi lainnya yang selalu mereka ulang-ulang adalah Hamas yang memprovokasi menembakkan rudalnya. Padahal disebabkan oleh  pengusiran warga Palestina di pemukiman Syaikh Jarrah yang merupakan wilayah Palestina oleh pihak Israel secara paksa sehingga menimbulkan unjuk rasa damai namun dihadapi dengan represif oleh militer Israel,  yang berujung pada eskalasi kekerasan jamaah yang sedang beribadah di masjid Al Quds oleh militer Israel. Di situlah Hamas protes dan melontarkan roketnya. Iya, tidak lagi pakai ketapel.

Mengenai Hamas adalah teroris, pemerintah Indonesia saja mengakui kemenangan Hamas saat pemilihan legislatif pada 2006 di Palestina. Loh, kalian mau menentang pemerintahanmu? Selain Indonesia negara lainnya seperti China, Rusia, Iran bahka Swiss pun tidak mengakui Hamas sebagai organisasi teroris. Stempel Hamas teroris yah dikeluarkan oleh Israel, Amerika, Uni Eropa, Australia, dan Selandia Baru yang kita tahu negara-negara tersebut sejarahnya persis Israel. Kalau tidak penjajah, yah setteler (pendatang) yang kemudian membentuk negara di atas tanah air orang lain.

Sejak lama sebelumnya, intifadah yang dilancarkan anak-anak Palestina lewat lemparan batu, ketapel, serangan bunuh diri adalah bentuk perlawanan terhadap kekejaman, penjajahan dan penindasan Israel dengan berbagai cara.  Bila seekor semut yang terpijak saja menggigit, apalagi anak manusia?!

Narasi lainnya, adalah tuduhan tentang pemimpin Hamas, Khaleed Meshal hidup bergelimang harta di atas bantuan atas nama penderitaan warga Palestina, sudah dibantah hoax , karena isu tersebut berasal dari website Kemenlu Israel. Secara jurnalistik, kita tidak bisa mengutip sumber sepihak kan, apa lagi dari pihak lawan. Logikanya, bagaimana Khaleed Meshal bisa hidup mewah? Negerinya selalu porak poranda oleh roket Israel. Mau menyimpan hartanya di Eropa, dia dicap teroris, pun bisa terus hidup saja merupakan perjuangan baginya karena nyawanya selalu menjadi target Israel dan sekutunya. Selain kita tahu bagaimana ideologi Ikhwanul Muslimin 'mendidik' kadernya apalagi kalau itu di tanah yang  keras seperti situasi Palestina.

Argumen yang banyak didukung oleh pecinta zionis adalah interpretasi literal mengenai 'tanah yang dijanjikan' bagi bangsa terpilih. Lah, kalau masing-masing menggunakan identitas agama berdasarkan interpretasi literal kitab sucinya dalam membangun masyarakat dunia, bisa terjadi peperangan terus. Maka, ISIS bisa jadi benar untuk mengibarkan khilafah.  Setiap pemeluk agama boleh merasa kaumnya yang terbaik tapi hanya wacana bagi kaumnya, tidak dibenarkan untuk memaksa yang lainnya mengakui itu. Ingat sejarah Nazi, yang  berpropaganda bahwa Deutsch (orang Jerman) dengan ras Arya-nya adalah “ueber alles” (di atas segalanya) sehingga seenaknya menindas dan membersihkan ras lain termasuk Yahudi yang menjadi korban terbesar.

Heran. Di jaman 2021, coy...ada pula yang mendukung dogma apartheid yang sejarahnya di negeri ini sangat menyengsarakan nenek moyang kita karena dianggap sebagai manusia kelas dua dibanding penjajah sebagaimana yang digambarkan oleh Pramoedya Ananta Toer dalam karyanya 'Bumi Manusia'. Ah, tapi itulah yang masih terjadi di Palestina. Warga Palestina tidak mendapatkan akses hidup merdeka di daratan, lautan dan udara di negerinya sendiri karena semua di bawah pengawasan militer Israel yang menganggap hidup warga Palestina tidak berharga.

Oh ya, yang paling umum adalah narasi yang mendiskreditkan suara-suara bela Palestina dengan alasan masalah Palestina dan Israel tidak ada urusannya dengan masalah dalam negeri Indonesia, biar jadi urusan Arab saja. Begini, manusia satu tidak terlepas dengan manusia lainnya. Dalam agamaku bahkan hukum membunuh seorang manusia tidak bersalah sama dengan membunuh manusia seluruhnya (Al-Maidah  ayat-32). Secara manusia adalah makhluk sosial, kita berhubungan dengan manusia dan kemanusiaan lainnya di mana pun berada.

Mendukung perjuangan yang sejak 70 tahun dilakukan warga Palestina lagian adalah amanah dari bapak bangsa, Ir Soekarno yang sesuai dengan UUD 1945 bahwa kemerdekaan adalah hak setiap bangsa. Selain bentuk solidaritas individual untuk kawan-kawan yang kukenal dari Palestina, juga pernah kutunjukkan untuk kawan-kawanku di Myamar yang protes mengecam kudeta junta militer. Sementara yang lainnya, pasti punya alasan masing-masing ikut menyuarakan Palestina, sama halnya dengan masyarakat dunia yang bahkan menggelar aksi dukungan kepada Palestina seperti yang terjadi di Paris, London, New York, Milan, Melbourne, Chicago, Dubai, dan lainnya, padahal sebagian dari pemerintah para warga dunia itu pro zionis Israel.

Huh, capek juga mau menuliskan counter lainnya. Mau buat manis dingin dulu lah. Kalau mood disambung lain kali.

Merdeka Palestina!!!

Bersatulah Para Pecinta Kemerdekaan!

*Penulis adalah mantan wartawan, berdomisili di Medan