MEDAN - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan meminta PTPN II membuktikan lahan yang diklaim aset dengan menunjukkan HGU aktif.

Hal ini disampaikan Kepala Divisi Sumber Daya Alam LBH Medan, Muhammad Alinafiah Matondang menyikapi pemberitaan salah satu media online yang berjudul Kebun Helvetia Aset PTPN II.

Dalam pemberitaan yang terbit Jumat, (26/3/2021) itu, kuasa hukum PTPN II, Sastra meminta jika ada pihak yang keberatan untuk menempuh jalur hukum.

Karena itu LBH Medan sangat menyayangkan pengakuan tersebut, sebelum pihak PTPN II bisa menunjukan bukti-bukti sertifikat HGU No.111 dengan pengukuran titik kordinat di lahan perumahan pensiunan dan kenapa PTPN II melalui kuasa hukumnya menolak tempuh jalur hukum.

"Kami (LBH Medan) sangat menyayangkan sikap dan pengakuan PTPN II bahwa perumahan pensiunan yang di Emplasmen Dusun I Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli masih mengakui aset mereka (PTPN II) yang belum ada dasar bahwa itu HGU Aktif. Bahkan sebagai kuasa hukum PTPN II menolak atau keberatan tempuh jalur hukum, tapi kuasa hukum perusahaan kenapa tidak berani," ujar Alinafiah.

Muhammad Alinafiah Matondang juga menjelaskan kenapa seorang pengacara yang menjadi kuasa hukum di perusahaan besar tidak mau melakukan jalur hukum dan meminta melakukan persuasif (kekeluargaan), hal ini menimbulkan kecurigaan LBH Medan bahwa dasar mereka tidak cukup kuat untuk mempertahankan lahan tersebut merupakan HGU aktif.

"Kenapa menolak jalur hukum, seharusnya mereka (PTPN II) yang memiliki kuasa hukum, harusnya yang menggugat pensiunan ke Pengadilan secara keperdataan untuk menyelesaikan permasalahan lahan di Dusun I Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli ini di jalur hukum, bukan menggiring opini pensiunan yang hanya menerima uang pensiunan Rp 150.000 perbulan dari PTPN II untuk menggugat PTPN II," jelas Ali.

Bahkan Ali membaca pemberitaan tersebut, menjelaskan bahwa perkataan kuasa hukum PTPN II tersebut seperti melakukan ancaman - ancaman agar masyarakat ataupun komponen masyarakat yang ada, agar jangan ikut campur untuk menghambat proyek ini serta Kasubag Humas PTPN II Sultan BS Penjaitan tidak usah meragukan status alas hak yang dimiliki PTPN II, seperti sertifikat HGU nomor 111/Kebun Helvetia masih aktif yang berakhir tahun 2028.

"Jangan intimidasi masyarakat untuk gunakan haknya untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Jangan salahkan masyarakat bila berkeyakinan PTPN akan gunakan lahan untuk proyek Kota Deli Megapolitan ini tidak sesuai peruntukannya, sebab saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Deliserdang PTPN II dan BPN Deliserdang tidak bisa menunjukan surat sertifikat HGU tersebut," jelasnya.

Karena itu, Ali menyebutkan, LBH Medan perumahan pensiunan itu adalah milik para pensiunan itu sendiri.

"Kami yakin bahwa perumahan pensiunan milik klien kami, merupakan termasuk Eks HGU PTPN II seluas 5.873 Ha. Maka, PTPN II tidak berhak dalam mengalihkan lahan ke pihak lain, ini sudah melawan hukum," sebut Ali.

Ali juga menjelaskan sesuai SK Kepala BPN Nomor 42, 43 dan 44/HGU/BPN/2002, tanggal 29 Nopember 2002 dan Nomor 10/HGU/BPN/2004, tanggal 6 Februari 2004 seluas 5.873,06 Ha dikeluarkan dari HGU PTPN II berdasarkan risalah panitia B Plus disebabkan antara lain adanya perumahan pensiunan karyawan seluas 558,35 Ha maka secara yuridis telah jelas Eks HGU PTPN II dikuasai langsung oleh Negara.

"Dengan demikian, para pensiunan berhak untuk mendapatkan pendistribusian tanah eks PTPN II ini dari Negara yang di antaranya pada lokasi perumahan pensiunan Emplasmen Kebun Helvetia Dusun 1 Desa Helvetia, Labuhan Deli yang selama berpuluh tahun ditempati oleh klien kami, Masidi dan kawan-kawan," jelas Ali lagi.

Ia juga mengungkapkan besar kemungkinan akan beralih menjadi Sertifikat Hak Milik yang kepemilikannya tidak lagi oleh para pensiunan atau kalangan masyarakat adat atau yang membutuhkan lainnya namun hanya dimiliki oleh segelintir investor untuk menumpuk kekayaan sebanyak-banyaknya.

Makanya, DPRD Deliserdang minta agar Bupati membatalkan Izin Prinsip Kota Megapolitan.

"Besar kemungkinan akan beralih menjadi Sertifikat Hak Milik yang kepemilikannya tidak lagi oleh para pensiunan atau kalangan masyarakat adat atau yang membutuhkan lainnya namun hanya dimiliki oleh segelintir investor," ungkap Ali.

Sebagai data yang didapat, Ali menjelaskan pengeluaran tanah seluas 5.873,06 Ha berdasarkan risalah Panitia B Plus tersebut adalah yaitu untuk pertama, tuntutan Rakyat (terdapat dasar hak yang kuat) seluas 1.377,12 Ha, kedua kepada Garapan Rakyat (penguasaan secara fisik) seluas 546,12 Ha, ketiga Perumahan Pensiunan Karyawan seluas 558,35 Ha.

Selanjutnya keempat kepada Terkena RUTRWK (ada dikuasai rakyat/PTPN II) seluas 2.641,47 Ha, kelima Penghargaan masyarakat Adat Etnis Melayu seluas 450,00 Ha dan terakhir keenam kepada Pengembangan Kampus USU (sudah hak pakai) seluas 300,00 Ha.