SAYA berdiri di salah satu tempat yang ada di Kota Medan, Sumatera Utara. Menunggu taksi online yang telah saya pesan lewat aplikasi. Saat itu hari Rabu (17/3/2021).
Seperti biasa, setiap pemesanan taksi online pasti mendapatkan pesan chat dari drivernya. "Mohon tunggu sebentar ya, saya segera menjemput anda," tulis sang driver.

Kemudian, mobil tumpangan yang saya tunggu itu telah muncul. Drivernya membuka kaca pintu sebelah kiri dan bertanya kepada saya "Pak Bayu ya," saya menjawab "iya". Kemudian, dirinya meminta saya agar segera masuk ke dalam mobil.

Saya langsung bergegas naik mobil warna hitam itu. Selanjutnya roda mobil tersebut berputar mengantarku ke suatu tempat yang dikemudikan oleh driver bernama Mariadi.

Di perjalanan, kami banyak ngobrol, ya tentunya tentang ekonomi. Sebagai seorang jurnalis, pikiran saya memicu terhadap nasib para pekerja taksi online dimasa pandemi.

Tentunya juga saya banyak tanya kepada driver tersebut. Terkait pendapatan bahkan keluh kesahnya.

Saat saya menanyakan pendapatannya dimasa pandemi, Driver yang bernama Mariadi itu nampak resah seperti hal yang sangat tidak enak sedang dirasakannya.

"Waduh bang, kalau soal pendapatan saat ini gak usah ditanya lah bang. Gak bisa dibilang lagi, sudah gak karuan karena terlalu parah," kata Mariadi sambil menggaruk-garuk kepalanya seolah rasa kesal sedang dialaminya.

Mariadi mengaku, dulu sebelum adanya pandemi, pendapatan omsetnya mencapai 15 juta kotor perbulan. Sementara disaat adanya pandemi pendapatan omsetnya hanya mencapai 7 juta kotor perbulan.

"Hanya sekitar tujuh juta perbulan bang, itu pun kotor. Belum dipotong minyak dan saldonya lagi. Kalaupun dihitung-hitung paling tinggal tiga sampai empat juta bersihnya," terangnya.

Sementara, ayah dari dua anak itu harus membayar angsuran mobil yang digunakannya untuk mencari nafkah. "Mobil saya kredit bang. Angsuran perbulannya tiga juta tujuh ratus. Cobalah kita pikir, cemanalah membaginya?" kata Mariadi sambil bertanya-tanya.

Karena sudah gak cukup, kini anaknya yang masih berusia 3 tahunan terpaksa berhenti menyusu. "Uda gak sanggup lagi beli susu anak bang, untuk makan aja pas-pasan," jelasnya.

Kini, mobil yang selalu ditungganginya untuk mencari nafkah itu terancam kena tarik oleh pihak leasing. Sebab, angsurannya yang sudah lewat jatuh tempo masih belum bisa terbayar.

"Sudah lewat jatuh tempo, waktu bayar cicilan mobil sudah lewat. Uangnya baru tujuh ratus ribu, sementara yang mau dibayar tiga juta tujuh ratus ribu," keluhnya.

Baginya, keadaannya saat ini seperti buah simalakama. Dikerjakan salah, tak dikerjakan juga salah. Sebab, apabila berhenti sebagai driver taksi online, Mariadi tak tau harus kerja apalagi.

"Serba salah bang, mau berhenti dari pekerjaan yang sekarang tapi tak tau mau kerja apalagi. Mumet lah bang," katanya.

Saat ini Mariadi hanya bisa berpasrah kepada sang pencipta atas nasib yang dialaminya.

"Pasrah ajalah bg, berharap sama Tuhan. Jalani aja apa yang terjadi. Mau berharap dengan sesama manusia yang ada timbulnya kekecewaan. Apalagi berharap sama pejabat, apa lah yang mau diharapkan," tutupnya.