MEDAN - Masyarakat Swiss akhirnya memberikan lampu hijau untuk kesepakatan perdagangan bebas dengan Indonesia. Lebih banyak yang mendukung industri sawit Indonesia ketimbang penolaknya.

Dalam referendum yang digelar pada Minggu (7/3/2021), ada 51,6 persen pemilih yang mendukung kesepakatan perdagangan bebas dengan Indonesia, sedangkan 48,4 persen menentang. Di mana, minyak sawit menjadi jantung referendum kesepakatan perdagangan bebas antara Swiss dan Indonesia.

"Ini pertanda baik bagi industri sawit Indonesia dan petani sawit, ketika pasar konsumen menolak larangan sawit dan mendorong produksi sawit berkelanjutan. Banyak pihak yang telah berkontribusi dan bekerja keras untuk memenangkan referendum ini, khususnya Pemerintah Indonesia, dan kami sangat mengapresiasi hal tersebut," sebut Ian Suwarganda, Head of Policy and Advocacy Sinar Mas Agribusiness and Food dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/3/2021).

Menindaklanjuti referendum ini, Ian berharap, semua pemangku kepentingan harus mendukung produksi minyak sawit yang lebih berkelanjutan di Indonesia dan di seluruh dunia.

"Sinar Mas Agribusiness and Food akan melanjutkan produksi kelapa sawit yang berkelanjutan. Melalui kebijakan kami - Kebijakan Sosial dan Lingkungan GAR (KSLG), kami memastikan operasional kami memenuhi kriteria keberlanjutan," jelas Ian.

Ian juga menerangkan beberapa pencapaian keberlanjutan yang telah diperoleh Sinar Mas Agribusiness and Food selama ini.

"Kami telah menerapkan kebijakan tanpa bakar sejak tahun 1997. Sejak tahun 2016, kami telah melaksanakan program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan di dalam dan di sekitar konsesi kami dengan masyarakat," sebutnya.

Bersama The Forest Trust, mereka juga melaksanakan Kebijakan Konservasi Hutan pada tahun 2011. Bahkan, Sinar Mas Agribusiness and Food telah melakukan konservasi hutan lebih dari 220.000 hektar secara langsung dan tidak langsung hingga akhir tahun 2020.

"Kami telah melakukan konservasi lahan gambut lebih dari 2.600 hektar di Kalimantan Barat dan tidak menanam kelapa sawit di area gambut," jelasnya kembali.

Tak hanya itu, pihaknya juga bekerja sama dengan Orangutan Foundation International (OFI), dengan cara melakukan konservasi Orangutan di Kalimantan Tengah. Lebih dari 100 Orangutan telah dilepasliarkan ke habitat aslinya.

"Kita juga mendukung masyarakat lokal di daerah terpencil, kami melakukan program Mata Pencaharian Alternatif untuk mendukung mata pencaharian mereka. Program ini telah berjalan di 40 desa di sekitar konsesi kami hingga akhir tahun 2020," tandasnya.

Pada tahun 2021, pihaknya juga melanjutkan upaya di TTP (Traceability to the Plantation/Kemamputelusuran Hingga ke Perkebunan) untuk mencapai 100% TTP.

"Dan hingga akhir tahun 2020, kami telah memperoleh 90% TTP dari rantai pasokan kami. Kami juga bermitra dengan perusahaan Agritech Satelligence untuk memantau semua rantai pasokan perusahaan untuk mencegah deforestasi di Indonesia," tuturnya.

Untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan selama pandemi, pihaknya juga berinovasi dan mengadopsi teknologi untuk mendukung operasional mereka seperti dengan memanfaatkan Sistem Informasi Keberlanjutan (GSIS) GAR, SMART REACH dan lainnya.