JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia), Guspardi Gaus, mendukung keinginan dan upaya masyarakat Sumbar (Sumatera Barat) terkait wacana pembentukan DIM (Daerah Istimewa Minangkabau). Pembentukan DIM ini ramai menjadi gerakan masyarakat pasca terbitnya SKB (Surat Keputusan Bersama) Tiga Menteri yang dinilai mengeralisir nilai-nilai keagamaan di Padang.

Kepada GoNews.co, Senin (22/2/2021), Guspardi menyatakan, dirinya meminta agar tokoh Sumbar yang punya pemikiran sama dengan gerakan pembentukan DIM untuk besatu padu dan seiring selangkah dengan datang ke DPR RI untuk menyampaikan aspirasinya.

"Komisi II sedang melakukan kajian perevisian terhadap Undang-Undang Provinsi. Karena, UU itu tidak cocok lagi pada masa dewasa ini. Seperti, UU pembentukan Provinsi termasuk Sumbar, itukan berdasarkan RIS tahun 1958. Sudah ada komitmen Komisi II untuk semua Provinsi yang sudah habis masa waktunya seperti Papua yang berakhir pada 2021 akan kita bahas nantinya," kata Guspardi, Senin ( 22/2/2021).

Sebagai anggota Pansus (Panitia Khusus) UU Provinsi Papua, Guspardi mengatakan, Sumbar juga merupakan prioritas bagi Komisi II DPR RI, "Selain itu juga ada NTB (Nusa Tenggara Barat), NTT (Nusa Tenggara Timur) dan Bali,".

Terkait DIM, tutur Guspardi, sebelumnya memang sudah diprakarsai oleh Mochtar Naim, bahkan naskah akademisnya pun sudah ada. Sementara Provinsi Bali diwacanakan mendapat hak istimewa karena kekhasan pariwisatanya.

"Nah, sebetulnya Sumbar jauh lebih prioritas jika dibanding Bali. Karena, Sumbar satu-satunya masyarakat yang berdasarkan matrilineal. Kemudian, kekhasan adatnya itu berkelindan dengan agama," ujar Legislator PAN (Partai Amanat Nasional) dari dapil (Dapil) Sumatera Barat II itu.

Kata Guspardi, ada nilai luhur di Minang bahwa, "Orang Minang pasti Islam, kalau dia keluar dari Islam, maka tidak diakui lagi sebagai orang Minang,".

Sebelumnya, salah satu wali murid non muslim di SMKN (Sekolah Menengah Kejuruan Negeri) 2 Padang menyatakan keberatan jika putrinya harus mengenakan hijab. Peristiwa ini direspons cepat oleh Kemendikbud RI (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia). Ujungnya, Kemendikbud, Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri), dan Kemenag (Kementerian Agama) menerbitkan SKB yang mengatur tentang seragam sekolah.

SKB ini lantas dinilai melanggar Undang-Undang Dasar dan menghormati kearifan lokal. Buntutnya, gerakan pembentukan DIM pun masif di media sosial. Formulir dukungan untuk Provinsi Daerah Istimewa Minangkabau melalui aplikasi google form beredar luas.

Seperti sempat disinggung oleh Guspardi, DIM sedianya bukanlah wacana baru. Ini adalah wacana yang diinisiasi oleh sosiolog, Mochtar Naim pada 2014 silam. Pada saat itu, Mochtar bersama dengan beberapa tokoh lainnya sempat mendeklarasikan wacana DIM ke publik. Bahkan pada 2016, Mochtar Naim dan tim berhasil merampungkan perumusan naskah akademik RUU Perubahan Provinsi Sumatera Barat menjadi Provinsi Daerah Istimewa Minangkabau.***