JAKARTA - Pemidanaan terhadap pendiri pasar Muamalah Depok Zaim Saidi yang telah ditetapkan sebagai tersangka disayangkan sejumlah pihak. Kegiatan tersebut seharusnya disalurkan dan diarahkan agar sesuai dengan aturan yang ada.

Sebagai mana diketahui kegaiatan transaksi di pasar yang berlokasi di kawasan Tanah Baru, Depok, Jawa Barat, itu viral karena memfasilitasi penggunaan dinar dan dirham dalam jual beli.

Zaim Saidi ditangkap Polisi di rumahnya, Selasa (2/2) malam. Polisi menjerat tersangka dengan Pasal 9 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Hukum Pidana dan atau Pasal 33 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang.

Menyikapi hal tersebut, berbagai kalangan angkat bicara soal proses hukum terhadap perkara ini. Banyak yang menilai hal tersebut tidak tepat, sebab di tengah kelesuan ekonomi akibat pandemi, ide kreatif kegiatan ekonomi seharusnya dibina. Sementara delik hukumnya sendiri dianggap debatable.

Salah satunya, Ketua PBNU KH Marsudi Syuhud menilai, bangsa Indonesia saat ini sedang kesulitan ekonomi. Sehingga harus mampu menunjukkan dan menuntun masyarakat yang mempunyai ide kreatif. Ide kegiatan ekonomi kreatif itu, menurutnya harus disalurkan dan diarahkan agar bisa sesuai dengan aturan yang ada.

"Kalau ternyata di kegiatan Pasar Muamalah, ada bentuk kegiatan ekonomi yang bisa meningkatkan perekonomian di daerah itu, lagi musim Covid-19 seperti ini dan ekonomi masih lesu, maka baiknya, kegiatan seperti ini dibina," kata Marsudi dilansir kumparan, Jumat (5/2/2021).

Sekretaris Dewan Penggerak Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) itu juga berpendapat, kegiatan semacam itu sebaiknya disalurkan agar tidak melanggar hukum.

"Jangan dibunuh kreativitasnya. Siapa tahu justru bisa jadi model penggerak ekonomi dalam bentuk dan model lainnya," ujarnya.

Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai, sangkaan terhadap Zaim itu masih bisa diperdebatkan dan berlebihan. “ZS ditangkap dan diproses hukum dengan sangkaan yang menurut saya masih debatable dan berlebihan,” ujar Abdul dikutip dari kumparan.

Untuk jeratan Pasal 9 UU No. 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana, menurut Abdul, hal itu tidak tepat. Sebab, aturan tersebut melarang penggunaan mata uang lain yang seolah-olah berlaku di Indonesia selain rupiah. Pada realitasnya yang dibuat atau dipesan dari PT Antam Tbk adalah batangan kecil emas yang diidentifikasi sebagai dinar atau dirham.

Jika ini dianggap sebagai pidana, maka Antam pun sebagai pembuatnya harus dipertangungjawabkan.

Hal tidak berbeda diungkapkan Ketua DPP PKS Bukhori Yusuf. Menurutnya, tidak ada yang salah dengan Pasar Muamalah yang beroperasi pada hari tertentu di sebuah ruko di Depok ini.

Yusuf menilai apa yang dilakukan Pasar Muamalah seperti yang digagas Zaim Saidi, bukan menjadikan dinar dan dirham sebagai mata uang tetapi sama seperti jual beli emas produksi PT Antam Tbk, BUMN yang bergerak di bidang pertambangan emas. Sehingga sistemnya seperti barter emas dengan perak dan sebaliknya.

"Jika demikian halnya maka tidak ada aturan regulasi apalagi UU yang dilanggar," kata Bukhori kepada wartawan.