SERGAI - Seorang ibu rumah tangga berinisial H (33) menggelar aksi bersama nenek korban dengan membentangkan spanduk di depan Kantor Kejaksaan Negeri Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Senin (1/2) siang.

Berbagai tulisan dibentangkan mereka. Dimulai dari tulisan 'Pak jaska, pak hakim dan buk hakim. Saya masih kecil dan saya hanya meminta keadilan. Apakah kehormatan saya akan diperjual belikan, bagaimana dengan masa depan saya yang sudah dihancurkan. Maukah bapak dan ibu membantu saya untuk mendapatkan keadilan'.

Di spanduk lain, juga bertuliskan 'Jaksa Sergai Sumut hanya tuntut pelaku pencabulan 9 tahun nomor perkara 574/Pidsos. Kami memohon kepada majelis hakim mengikuti PERPPU yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo yakni Pemberatan hukum kekerasan seksual terhadap anak, hukuman maksimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun'.

"Atau pelaku dikebiri dan pemasangan alat deteksi elektronik kepada pelaku segera tahan pelaku sebelum ada korban lain," cetus mereka dalam spanduk.

Usai menggelar aksi, H kepada GoSumut mengatakan, aksi yang dilakukan ini hanya untuk meminta keadilan terhadap laporan LP/40/1/2019/SU/RES/Sergai pada tanggal 28 Januari 2019 atas kasus pencabulan yang dilakukan JW(36) terhadap anak kandungnya sendiri.

Pencabulan ini terbongkar berdasarkan hasil visum di Rumah Sakit Sultan Sulaiman. Di mana, selaput darah anaknya sudah tidak utuh. "Bahkan anak saya ngaku sendiri memang benar dicabuli ayahnya sendiri. Anak saya mengaku kepada saya sendiri," beber H.

"Kami tanya ke JPU kira kira berapa tahun tuntutan, JPU jawab diatas 10 tahun, namun saat persidangan baca tuntutan ke 2 JPU tidak hadir diwakilkan oleh JPU lainya yang tuntutannya hanya 9 tahun dan terdakwa tidak ditahan sampai sekarang masih bebas berkeliaran," kesalnya.

"Saya mohon dan bermohon kepada bapak Presiden Jokowi untuk membantu saya, agar anak saya yang masih balita mendapat keadilan. Anak yang menderita selama 2 tahun 3 bulan dicabuli sampai 4 tahun 3 bulan oleh ayah kandungnya sendiri," tambah H lagi.

"Kami orang miskin tidak ada uang, apakah tidak akan ada keadilan untuk kami, apa hanya orang yang memiliki uang yang bisa menutupi kesalahannya, orang yang bersalah bisa menjadi tidak bersalah hanya karena uang," cetusya.

Selama 2 tahun, dirinya merasa dipermainkan oleh oknum oknum yang tidak bertanggung jawab. "Selama dua tahun kami memperjuangkan keadlian untuk seorang anak kecil yang berharap mendapatkan keadilan," tegas ibu H dengan wajah sedih untuk meminta keadilan.

Menanggapi hal ini, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri Sei Rampah, Jenda SH didampingi Kepala Seksi Inteljen (kasi Intel), Agus A.A SH kepada GoSumut mengatakan, terdakwa JW saat di JPU adalah tahanan kota, begitu juga di majelis dilakukan penetapan penahan kota terhadap terdakwa.

Namun saat disinggung tentang pertimbangan tahanan kota, Kasi Pidum menyampaikan, pertimbangan JPU bahwa terdakwa pada saat penyelidikan tidak ditahan dan terdakwa menghadirkan permohonan dan terdakwa koperatif selama proses persidangan dan hadir pada persidangan.

"Dalam perkara ini, calon terdakwa dan kita mendakwa beliau Pasal 82 ayat 2 jo pasal 36 e UU RI No.17 tahun 2016 tentang penetapan perwakilan Pemerintah penganti UU RI nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan dan atas UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi undang undang dan terdakwa kita dakwa dalam hal ini bentuk alternatif dengan ancaman diatas 10 tahun," akunya.

Terkait proses persidangan, Kasi Pidum mengatakan, proses persidangan pada hari ini jadwalnya agenda reflik melalui jaksa penuntut umum terhadap pledoi terhadap terdakwa.