WASHINGTON DC - Jaksa Agung untuk Washington DC, Amerika Serikat (AS), Karl Racine, mendorong Wakil Presiden AS, Mike Pence, untuk mengaktifkan Amandemen ke-25 Konstitusi AS guna mencopot Presiden Donald Trump dari jabatannya. Amandemen ke-25 ini bisa digunakan ketika Presiden AS tidak bisa menjalankan tugasnya.


Seruan ini disampaikan setelah Trump dianggap menghasut pendukungnya untuk menyerbu Gedung Capitol AS pada Rabu (6/1) waktu setempat, saat Kongres AS sedang menggelar sidang gabungan untuk mengesahkan kemenangan Joe Biden dalam pilpres 2020.

Dikutip dari laman Cornell University Law School yang dilansir detikcom, Amandemen Kedua Puluh Lima (Amandemen XXV) Konstitusi Amerika Serikat menyebutkan bahwa jika Presiden tidak dapat menjalankan tugasnya, maka Wakil Presiden menjadi Presiden. Ini bisa terjadi sebentar saja, jika Presiden hanya sakit atau cacat sebentar. Bisa juga sampai akhir masa jabatan Presiden (masa jabatannya), jika Presiden meninggal dunia, mengundurkan diri, atau kehilangan pekerjaan.

Amandemen diratifikasi oleh negara bagian dan menjadi bagian dari Konstitusi AS pada 10 Februari 1967. Berikut ini isi Amandemen ke-25:

Bagian 1
Dalam hal pencopotan Presiden dari jabatannya atau kematiannya atau pengunduran dirinya, Wakil Presiden akan menjadi Presiden.

Seksi 2
Setiap kali ada kekosongan di kantor Wakil Presiden, Presiden akan mencalonkan Wakil Presiden yang akan menjabat setelah dikonfirmasi dengan suara mayoritas dari kedua Dewan Kongres.

Bagian 3
Setiap kali Presiden menyampaikan kepada Presiden untuk sementara waktu Senat dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat pernyataan tertulisnya bahwa ia tidak dapat menjalankan kekuasaan dan tugas jabatannya, dan sampai ia mengirimkan kepada mereka pernyataan tertulis yang sebaliknya, kekuasaan dan tugas tersebut akan dilaksanakan oleh Wakil Presiden sebagai Penjabat Presiden.

Bagian 4
Kapan pun Wakil Presiden dan mayoritas pejabat utama dari departemen eksekutif atau dari badan lain yang menurut undang-undang dapat diberikan oleh Kongres, kirimkan kepada Presiden pro tempore Senat dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat pernyataan tertulis mereka bahwa Presiden tidak dapat menjalankan kekuasaan dan tugas jabatannya, Wakil Presiden segera mengemban wewenang dan tugas jabatan sebagai Pejabat Presiden.

Setelah itu, ketika Presiden menyampaikan kepada Presiden untuk sementara waktu Senat dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat pernyataan tertulisnya bahwa tidak ada ketidakmampuan, ia akan melanjutkan kekuasaan dan tugas jabatannya kecuali Wakil Presiden dan mayoritas dari pejabat utama dari departemen eksekutif atau dari badan lain yang oleh undang-undang dapat diberikan Kongres, mengirimkan dalam waktu empat hari kepada Presiden untuk sementara waktu dari Senat dan Ketua Dewan Perwakilan pernyataan tertulis mereka bahwa Presiden tidak dapat menggunakan kekuasaan dan tugas kantornya. Setelah itu Kongres akan memutuskan masalah tersebut, berkumpul dalam waktu empat puluh delapan jam untuk tujuan itu jika tidak dalam sesi.

Jika Kongres, dalam dua puluh satu hari setelah menerima deklarasi tertulis yang terakhir, atau, jika Kongres tidak dalam sesi, dalam dua puluh satu hari setelah Kongres diminta untuk berkumpul, menentukan dengan dua pertiga suara dari kedua Dewan bahwa Presiden tidak dapat menjalankan kekuasaan dan tugas jabatannya, Wakil Presiden tetap menjalankan tugasnya sebagai Pjs Presiden; jika tidak, Presiden akan melanjutkan kekuasaan dan tugas kantornya.

Sebelumnya, diberitakan bahwa jaksa Karl Racine menyampaikan seruannya itu kepada Mike Pence. Dia menilai Pence lebih layak menjabat sebagai panglima tertinggi.

"Apakah Anda suka Wakil Presiden Pence atau tidak, faktanya dia lebih cocok untuk menjabat... kita membutuhkan Panglima Tertinggi yang akan memenuhi tanggung jawab konstitusionalnya," tegas Racine seperti dilansir CNN, Kamis (7/1/2021).

"Saya akan meminta Wakil Presiden, tolong ambil langkah selanjutnya. Lakukan tugas konstitusional Anda. Lindungi Amerika, berdiri untuk demokrasi dan aktifkan Amandemen ke-25," cetusnya.

Kekacauan terjadi di Gedung Capitol AS pada Rabu (6/1) waktu setempat, setelah Trump berminggu-minggu melontarkan tuduhan dan klaim palsu soal kecurangan pilpres. Tuduhan itu berujung pada seruan unjuk rasa dan long march ke Gedung Capitol AS yang mewakili demokrasi AS.

Ribuan pendukung Trump yang berunjuk rasa di luar Gedung Capitol AS, akhirnya menerobos masuk dan melakukan aksi perusakan di dalam gedung. Aksi ini menuai banyak kecaman dan disebut sebagai 'pemberontakan' oleh Presiden terpilih AS, Joe Biden, yang akan dilantik pada 20 Januari mendatang.