MEDAN- Komite Advokasi Daerah (KAD) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) mengimbau masyarakat maupun dunia usaha untuk meminta kepada pihak PT PLN melakukan pengecekan ulang meteran listrik.

Upaya itu dilakukan untuk menghindari terjadinya kerugian yang dialami masyarakat dan dunia usaha, sebagai konsumen atau pelanggan PLN, atas ulah oknum-oknum nakal yang mengatasnamakan pihak PLN.

Imbauan itu terungkap saat KAD Sumut mengundang managemen PLN Regional I untuk mendapat infomasi sekaligus klarifikasi terkait banyaknya permasalahan pada pelaksanaan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL ) di lapangan, Kamis, 15 Oktober 2020, di Sektretariat KAD Garuda Plaza Hotel Jalan SM Raja Medan.

Turut hadir perwakilan KAD Sumut, diantaranya FA Samuel Hasibuan (Sekretaris KAD Sumut); Erikson LT (Ketua Bidang Pengadaan Barang dan Jasa) beserta Anggota Donny AB dan Excel; Martono Anggusti (Ketua Bidang Pertambangan, Energi dan Perminyakan) beserta Anggota Laksamana Adiyaksa; Denny S Wardhana (Ketua Bidang Perizinan) beserta Anggota Dewi Juta Purba.

Sementara dari pihak PLN Regional I dihadiri Senior Manager Taufik Hidayat beserta staf P Gading Aji NP; Andang Umpat; dan Maulidany.

KAD sebagai perpanjangan tangan lembaga KPK (Komisi Pembetasan Korupsi) dalam upaya pencegahan korupsi, berharap kepada PLN bahwa persoalan P2TL harus disikapi dengan serius, karena KAD telah banyak menerima pengaduan dari masyarakat dan dunia usaha, yang merasa dirugikan petugas P2TL sebagai bagian dari PLN.

Menurut Ketua Bidang Pertambangan, Energi dan Perminyakan (PEP) KAD Sumut, Martono Anggusti, dasar mengundang pihak PLN karena banyaknya keluhan konsumen yang menyampaikan keberatan atas tindakan petugas P2TL dalam menjalankan tugas di lapangan.

"Banyak dijumpai laporan dan keluhan masyarakat atas aktivitas P2TL terhadap pemilik bangunan dan perumahan yang tidak dimanfaatkan atau digunakan. Dengan kondisi kosong, kenapa pemilik bangunan masih menjadi sasaran P2TL? Dan dikenakan sanksi sepihak oleh PLN. Padahal jelas-jelas bangunan itu tidak ada memakai listrik.” ujar Martono yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen.

Bukan hanya persoalan itu yang dikeluhkan konsumen, juga tindakan dan sikap petugas P2TL yang seenaknya melakukan pemutusan listrik bagi konsumen yang disebut melakukan pelanggaran. Bahkan ada yang dibongkar tanpa kehadiran dan diketahui pihak pelanggan.

"Petugas P2TL di lapangan harus memenuhi prosedur, seperti memiliki surat tugas yang jelas dari pihak PLN ketika menghadapi konsumen. Jika masyarakat menemukan petugas P2TL tidak dapat menunjukan surat tugas resmi, agar tidak melayaninya. Jangan dipersilahkan masuk ke dalam halaman rumah ataupun gedung. Masyarakat sebagai konsumen dilindungi UU Perlindungan Konsumen dan juga KUHPidana pasal 551," ungkap Martono.

Selain itu, konsumen PLN juga dirugikan dengan terminal meteran listrik yang dianggap petugas P2TL bermasalah atau terjadinya pencurian arus listrik. "Jangan seakan-akan petugas P2TL langsung memvonis konsumen melakukan pelanggaran. Bisa jadi meteran listrik tersebut yang bermasalah,"

Karena pihak PLN tidak pernah melakukan pengecekan alat meteran listrik (Tera) atau alat pengukur milik konsumennya. "Padahal, alat meteran yang terpasang merupakan aset milik PLN, yang otomatis adalah tanggungjawab PLN. Namun fakta di lapangan, malahan kerusakan materan listrik tersebut dibebankan tanggungjawabnya kepada pelanggan, padahal penggunaan meteran listrik itu sudah berpuluh tahun lamanya dan ada masa aus nya>" ungkap Martono.

KAD Sumut menyarankan, PLN perlu menerapkan kalibrasi dan masa expired pada meteran listrik atau tera. "Setidaknya lima tahun sekali dilakukan pengecekan terhadap alat tera yang terpasang di rumah ataupun tempat usaha pelanggan, guna menghindari terjadi kerugian yang dialami pelanggan," saran Martono.

Sementara, Laksamana Adiyaksa anggota KAD Bidang Bidang Pertambangan, Energi dan Perminyakan (PEP) menambahkan, keresahan pelanggan PLN yang selama ini terjadi akibat tindakan oknum P2TL jangan sampai berkepanjangan.

"PLN perlu melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap petugas P2TL di lapangan, baik dari pihak PLN maupun vendor atau pihak ketiga sebagai mitra perusahaan milik negara tersebut," ungkap Laks, sapaan akrabnya.

Untuk mengantisipasi perbuatan oknum nakal, lanjut Laks, pihak PLN harus menerapkan sistem monitoring kepada petugas pencatat meteran listrik . Dari monitoring itu dapat diketahui apakah kondisi rumah ataupun tempat usaha masih berfungsi. Jadi jangan justru banyak rumah kosong yang jadi objek oknum P2TL.

KAD juga menyarankan, agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap petugas P2TL dalam melakukan pengecekan meteran di rumah kosong, harus melibatkan aparat pemerintah setempat, seperti Lurah atau Kepala Lingkungan (Kepling).

KAD mengimbau, agar masyarakat melakukan permohonan kepada PLN untuk dilakukan pengecekan ulang meteran listrik guna menghindari sekaligus pencegahan terjadi kecurangan dalam pencatatan meteran listrik yang dilakukan oknum-oknum nakal.

Kemudian, terkait kesempatan banding yang diberikan PLN pada konsumen yang ditemukan melakukan pelanggaran, Laksamana menyarankan agar menyerahkannya ke lembaga independen, seperti BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen).

"KAD menyarankan BPSK menjadi lembaga independen dalam menyelesaikan sengketa konsumen antara PLN dengan pelanggan melakukan pelanggaran dalam menggunakan listrik atau tidak," Jadi jangan PLN sebagai pihak yang bersengketa yang memutuskan secara sepihak. Masyarakat dan dunia usaha perlu mendapatkan keadilan dalam berkontrak.

Menyikapi kesempatan banding yang diberikan PLN kepada konsumen, Dewi Juta Purba memberikan masukan, agar PLN menyiapkan formulir banding terhadap pelanggaran yang dilakukan pelanggan, sehingga masyarakat mengertahui secara detail kesalahan atau pelanggaran penggunaan listrik.

"Formulir banding tersebut juga sebagai monitoring PLN terhadap petugas-petugas P2TL yang menjadi vendor atau mitra kerja PLN," cetus Dewi.

Taufik Hidayat mewakili PLN Regional I mengungkapkan, kewenangan dan tanggungjawab PLN mulai dari tiang listrik sampai ke meteran. Setelah dari rumah hingga instalasi adalah tanggungjawab milik pelanggan.

Terkait petugas P2TL yang tidak sesuai prosedur datang ke rumah pelanggan, Taufik menjelaskan, konsumen berhak menolak kehadiran petugas P2TL kalau tidak sesuai dilengkapi surat tugas yang sah dan resmi dari PLN.