LANGKAT-Petani karet bertahan hidup dalam kebingunan pasalnya dirasakan setidaknya 10 tahun sudah nilai jual komoditi eksport itu anjlok.

Nasib petani karet dirudung kebingungan, sebagian besar petani talah banting stir. Peremajaan/replanting tanaman menjadi pilihan.

Secara umum petani karet memilih kelapa sawit serta lainnya untuk menyambung hidup. Akibatnya tanaman karet yang pernah menhadi andalan di Langkat bakal tinggal nama.

Seperti yang diuraikan Untung (61 thn) warga dusun enam desa Timbang Lawan kecamatan Bahorok. Ditemui dilahan miliknya, Kamis, 2/7/2020 mengaku pasrah dan tidak mengerti harus berbuat dan mikir bagaimana lagi.

Menurutnya lahan yang dikelola merupakan tanaman tahun 1996 silam. Tidak bisa lagi diandalkanan menopang perkembangan kehidupan.

Sekitar 70 -90 Kg/pekan, harga jual Minggu kemaren (28/6/2020-red) hanya Rp 5000,oo - 5300,oo/Kg ujarnya. Jika menggunakan jasa orang lain maka biasanya hasil dibagi dua dengan pemilik/majikan setelah dikeluarkan jasa lansir.

"Bayangkan saja nilai nominal hasil jual/panen dengan kondisi saat ini," imbuhnya lesu. Pria tiga anak dengan dua cucu menambahkan hal serupa juga dirasakan petani karet yang lain.

Disinggung tentang peremajaan/replanting tanaman, dirinya tidak menampik hal itu namun masih berpikir karena butuh biaya dan menunggu waktu 3-4 tahun tanaman baru berproduksi.

Menjawab wartawan , untung berharap saatnya pemerintah hadir, setidaknya nilai jual membaik /tidak murah. Sehingga ekonomi petani karet terdongkrak membaik ujarnya seakan memelas.