JAKARTA - Antrean penumpang yang membludak di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta dinilai sejumlah pihak sebagai potret abu-abunya kebijakan pemerintah. Di sisi lain ingin menekan virus corona, namun transportasi yang berpotensi memperluas penyebaran dibuka, meski dengan syarat tertentu.

Anggota Ombudsman, Alvin Lie, khawatir jika hal itu berlangsung akan terjadi gelombang mudik ke kampung halaman menjelang 10 hari Lebaran 2020 yang sebenarnya sudah dilarang. Sebab ada celah dalam aturan pelonggaran transportasi tersebut.

"THR sudah dibagikan sehingga lonjakan keinginan mudik ini pasti lebih tinggi lagi dan kalau ini bobol, ya sudah kita lupakan saja PSBB selama ini, rakyat di daerah yang sudah sengsara setiap hari dibatasi pergerakannya, tapi ini dibobol sendiri oleh pemerintah. Suatu pengkhianatan terhadap penderitaan yang sudah dijalani rakyat yang patuh selama ini," ucap Alvin kepada kumparan, Kamis (14/5).

Ia mengakui memang ini dilema bagi pemerintah. Sebab, dari sisi ekonomi, transportasi yang tidak dibuka bisa membuat industri penerbangan berguguran seperti yang terjadi di berbagai negara lain.

Namun saat dibuka, ia menyakini maskapai tidak ingin merugi dengan memaksimalkan kapasitas pesawat yang ada. Meski, dalam Permenhub No 18 Tahun 2020 diatur pesawat mengangkut maksimum 50% dari jumlah kapasitas normal.

"Tapi jangan lupa di sisi lain pemerintah juga bertanggung jawab terhadap keamanan, keselamatan, kehidupan dan kesejahteraan rakyat. Yang harus dilindungi dari wabah COVID-19 yang sudah dinyatakan sebagai bencana nasional ini," ucap Alvin.

Oleh karena itu, ia menilai penyelamatan ekonomi dan kehidupan masyarakat tidak bisa dijalankan bersamaan. Pemerintah menurutnya harus mengorbankan salah satu.

"Mau industri yang dihidupkan, tapi COVID terus menyebar, dan perlawanan ini akan semakin lama, sengsaranya akan semakin lama bangsa ini. Atau manusianya yang didahulukan, COVID-nya dihentikan dulu setelah itu batu membangkitkan lagi ekonomi," ucapnya.

Untuk penyelamatan industri penerbangan, Alvin menilai pemerintah bisa memberikan dana talangan. Hal itu juga telah dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat untuk melindungi industri penerbangan dari keterpurukan karena imbas pandemi virus corona.

"Misal Amerika Serikat itu memberikan dana talangan kepada industri transportasi udara agar tidak mati dan mereka mampu membayar gaji, tidak PHK, cukup besar USD 25 miliar. Indonesia mungkin dapat melakukan hal yang sama, tetap menjaga agar industri tidak tumbang, tapi tidak membuka keran transportasi," kata Alvin yang juga pengamat penerbangan itu.***