SERGAI - So Tjan Peng terkejut. Warga Serdang Bedagai ini tak menyangka sebidang tanah miliknya seluas 18.000 meter persegi di Desa Sei Buluh, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Sergai, diblokir Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Serdang Bedagai secara sepihak.

So Tjan Peng pun akhirnya mendatangi kantor BPN Sergai, Rabu (4/3/2020) pagi, guna mengkonfirmasi perihal pemblokiran tanah miliknya tersebut.

Tiba di kantor pertanahan tersebut, pria yang akrab disapa Ho Peng ini mempertanyakan pemblokiran tersebut dan alasan hak atas diblokirnya tanah miliknya. Namun, seorang pria petugas customer service lantas memanggil salah seorang temannya yang diketahui bernama Maria.

Saat di meja CS, Maria menjelaskan bahwa pemblokiran itu atas laporan dari MA warga Medan Marelan.

"Bisa saya minta foto copikan surat ini?," tanya Ho Peng.

"Oh tidak bisa Pak. Ini dokumen kami," jawab Maria.

"Tapi ini kan hak saya, saya sebagai pemilik tanah. Masa gak boleh. Kalau tidak boleh, saya fotokan aja ya," pinta Ho Peng dan dijawab dengan anggukan sedikit terpaksa dari Maria.

Saat dokumen diperiksa, dalam laporannya, MA hanya melampirkan foto copy kwitansi uang panjar sebidang tanah di Desa Sei Buluh, Perbaungan, seluas 18.000 meter persegi. Dengan perjanjian apabila sekolah (tanah Al Wasliyah di samping tanah kita tidak berhasil dipindahkan, maka uang panjar akan dikembalikan), dengan uang panjar senilai Rp100 juta. Kwitansi ini juga dibubuhi leges dari Pengadilan Negeri Medan dengan Nomor : 367/LEG/II/2020/Hkm tertanggal 4 Februari 2020 bersamaan dengan bukti transfer senilai Rp100 juta.

Menerima ini, BPN Sergai langsung melakukan pemblokiran usai MA membayar surat perintah setor senilai Rp150 ribu yang diterima BPN Sergai pada 28 Februari 2020.

"Kwitansi ini tidak sesuai. Di sini tertulis ada nomor SHM-nya. Padahal di kwitansi yang saya foto kan waktu saya terima kwitansi, nomor SHM tidak ada ditulis," ungkap Ho Peng seraya menunjukkan bukti kwitansi asli yang difotokannya beberapa waktu lalu.

Usai menjelaskan kepada pihak BPN, Ho Peng pun sempat bertelepon dengan Kasi II Hubungan Hukum Pertanahan di BPN Sergai, Muhammad Rizki dan ingin berbincang mengenai tanah miliknya yang diblokir.

Sekitar 10 menit berlalu, Ho Peng pun dipanggil oleh Maria dan di sana juga ada seorang perempuan berambut pendek turut ingin memberikan penjelasan bahwa pemblokiran itu sudah sesuai prosedur dan bisa dilakukan tanpa memanggil si pemilik tanah untuk dikonfrontir.

"Kalau orangnya biasanya kita kasih surat," ujar Sitorus dan saat ditanya mana suratnya, Sitorus mengaku belum membuat surat yang akan ditujukan kepada pemilik tanah.

"Belum Pak, ini baru mau kami buat, karena ini baru kemarin," akunya.

"Tidak perlu memanggil bapak (selaku terlapor), gak harus, karena kalau tidak ada masalah, bapak bisa melanjutkan. Makanya dikasih waktu 30 hari. (Cek bersih) dipending dulu selama 30 hari kerja sesuai masa blokirnya," ucap Sitorus dan Maria.

"Ya kalau sudah sesuai prosedur, ya gak apa-apa bu, berarti BPN kan sudah bener. Jadi saya gak perlu lagi jumpai Pak Rizki atau Pak Kepala?," tanya Ho Peng.

"Ini cuma sekali saja selama 30 hari kerja, kalau mau diperpanjang (status blokirnya) maka pihak pengadilan yang bisa mengajukan, kalau pribadi tidak bisa," jelas Sitorus.

Namun wanita berambut pendek yang memperkenalkan dirinya dengan nama Sitorus ini lantas menjelaskan tidak usah, karena dia sudah mewakili Kepala BPN Sergai dan Kasi II Hubungan Hukum Pertanahan.

"Gak usah pak, tadi saya juga sudah koordinasi juga," ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Kantor BPN Sergai I Wayan Suada belum menjawab awak media ini ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp perihal pemblokiran yang dilakukan BPN Sergai dalam laporan MA yang hanya berbekal kwitansi dan bukti transfer.

Menyikapi ini, Konsultan Hukum So Tjan Peng, Edo Kurnia menerangkan, pemblokiran terhadap tanah bersesuaian dengan Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita, yang menyatakan “Pencatatan blokir dilakukan terhadap hak atas tanah atas perbuatan hukum atau peristiwa hukum, atau karena adanya sengketa atau konflik pertanahan”.

"Tidak bisa hanya permohonan, bukti transfer dan bukti kwitansi menjadi peristiwa hukum. Harus ada pemeriksaan lebih lanjut, apakah sudah dikategorikan menjadi suatu peristiwa hukum," jelasnya.

Edo juga mengaku, bahwa benar BPN berhak menerima permohonan dari MA. Akan tetapi belum bisa langsung diblokir.

"Harus dilihat dari sisi mana bisa dikatakan suatu peristiwa hukum atau adanya sengketa," tutupnya.

Disinggung apakah pemblokiran ini cacat hukum, Edo pun mengamini.

"Bener bang. Sebelumnya nanti kita buatkan surat kepada pihak BPN untuk klarifikasi masalah pemblokiran ini. Harus ada laporan polisi, ataupun bukti bahwasannya tanah tersebut terdapat perbuatan hukum," tukasnya.