MEDAN - Jika Gubernur Gorontalo Rusli Habibie mengancam akan keluar dari kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, jika klaim rumah sakit di Gorontalo belum dilunasi, namun berbeda pula dengan apa yang ditawarkan oleh Ketua IDI Cabang Medan, dr Wijaya Juwarna SpTHT (KL). "Harus kita sadari bahwa program JKN adalah program nasional. Artinya, segala perangkat untuk jalannya program ini sudah layak jalan termasuk mengenai prediksi problem yang akan muncul termasuk antisipasi dan solusinya," ujar dr Wijaya, Sabtu (12/10/2019).

Menurut Wijaya, defisit yang terjadi semakin hari semakin berat. Di sisi lain ada kewajiban pemerintah menjamin hajat hidup warga negaranya, dalam hal ini bicara tentang kesehatan.

Terlepas dengan rencana menaikkan iuran BPJS Kesehatan menjadi salah satu harapan mengatasi defisit, sangat penting diperhatikan kekuatan mesin utama jalannya program JKN ini, yaitu rumah sakit pemerintah dan Puskesmas.

"Ada baiknya mulai menyederhanakan sedikit langkah yang lebih solutif dan bisa bertahan untuk jangka waktu yang lebih lama," bilangnya.

Ada beberapa poin untuk menjawab sekelumit permasalahan yang dihadapi BPJS Kesehatan antara lain, seluruh warga negara berhak mendapatkan layanan kesehatan di kelas yang sama yaitu kelas 3.

"Jika ada keinginan pribadi naik kelas, maka menjadi urusan antara peserta dengan rumah sakitnya dengan tarif sesuai ketetapan rumah sakit. Kecuali untuk pejabat negara, TNI Polri dan PNS golongan menjadi dasar penyesuaian kelas," jelasnya.

Cara yang lebih ekstrim, lanjut Wijaya, adalah bahwa pelayanan BPJS Kesehatan hanya dilakukan di rumah sakit milik pemerintah saja, sehingga kontrol kekuatan dana dapat lebih terjaga.

"Langkah selanjutnya, pemerintah (diharapkan bisa) lebih mendorong kemandirian masyarakat untuk menjaga kesehatan diri dan lingkungan," tutupnya.