MEDAN-Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik saat ini menunggu hasil Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (litbangkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) apakah almarhum NA mahasiswi semester V Fakultas Kedokteran di Universitas Sumatera Utara (USU) yang diduga meninggal dunia karena terinfeksi bakteri difteri.
Diketahui seorang mahasiswi inisial NA (20) ini adalah warga negara (WN) Malaysia yang dirujuk dari Rumah Sakit USU pada Kamis (19/9/2019) lalu sekira pukul 18.30 dan meninggal pada Sabtu (21/9) dini hari.

Mewakili tim yang menangani NA di RSUP Haji Adam Malik, dr Restuti Hidayani Saragih, SpPD mengatakan bahwa pasien masuk sudah dengan keluhan sesak nafas, nyeri menelan, demam dan ada keluhan gambaran leher membengkak seperti leher sapi atau bullneck.

"Jadi, ini merupakan tanda-tanda adanya suatu infeksi suspect difteri pada tahap lanjut. Selain keluhan tersebut saat pemeriksaan dijumpai tanda khas di rongga mulut langit-langit sampai pangkal kerongkongan. Nah, itu bisa dilihat ada membran putih keabuan yang susah dilepas dan bila ditarik mudah berdarah. Itu merupakan tanda khas dari difteri," katanya pada wartawan di Ruang Rapat Gedung Administrasi RSUP Haji Adam Malik, Selasa (24/9/2019).

Akan tetapi, sambung Restuti perlu diketahui bahwa diagnosis suspect difteri ditegakkan pada pasien karena berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik. Begitu sesuai dengan panduan dari Kemenkes RI terbaru mengenai penanganan difteri maka disebut probable difteri atau mungkin secara klinis difteri.

"Tapi kita tetap menunggu dari hasil laboratorium yang sudah diambil oleh petugas dinas kesehatan Provinsi Sumatera Utara (Sumut) pada Jumat sore dan sudah dikirimkan ke liitbangkes. Jadi kita menunggu hasilnya kultur tersebut lebih kurang satu minggu dan yang akan mengumumkannya langsung dari Kemenkes RI," terangnya.

Dijelaskan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) almarhum NA, pasien yang masuk memang langsung dapat penatalaksanaan difteri karena meskipun hasil kultur belum didapat. Maka dokter menanganinya sesuai penatalaksanaan difteri.

"Kami beri serum atau vaksin ADS (anti difteri serum) sesuai dosisnya kemudian antibiotik juga dan lainnya," jelasnya.

Untuk itu, kurang lebih 2 hari ditangani di ruang isolasi infeksius dengan kondisi berat pasien tidak dapat bertahan atau terjadi perbaikan dan akhirnya meninggal.

"Intinya kita sudah melakukan penangan maksimal dan sudah berkoordinasi dengan Dinkes Sumut bahwa pasien tidak dapat bertahan atau meninggal dunia dan ke KKP karena ini merupakan lintas batas dua negara. Secara khusus pasien mahasiswa Fakultas Kedokteran USU dan semua koordinasi berjalan baik. Jadi ditegaskan tidak benar dengan isu yang berkembang bahwa bakteri difteri mewabah," pungkasnya.*