JAKARTA - OJK Watch kembali mendesak pihak kepolisian segera mengusut semua kasus yang diduga melibatkan Yossi Istanto (YI) yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Divisi Legal Bank Tabungan Negara (BTN). Desakan ini, terkait dengan kasus bobolnya ratusan miliar dana milik nasabah di bank pelat merah tersebut.

Hal ini diungkapkan Koordinator OJK Watch, Andri Maulana dalam keterangan persnya, Selasa (10/9/2019).

Menurut Andri, tidak alasan bagi pihak kepolisian untuk tidak menetapkan YI yang kini menjabat Direktur Legal Bank BTN sebagai tersangka jika memang sudah cukup bukti.

"OJK Watch mendesak Bareskrim untuk mengusut peran Yossi Istanto dalam banyak kasus di BTN dan agar tidak ragu-ragu segera menetapkan sebagai tersangka," katanya.

Beberapa waktu lalu Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Ditipideksus) Bareskrim Polri memeriksa YI dalam kasus dugaan pembobolan dana nasabah senilai Rp 250 miliar.

Dimana sebelum YI, Ditipideksus Polri juga telah melakukan pemanggilan terhadap staf Bank BTN Pusat, Lia Mauliana.

Terkait itu, Andri juga mendesak OJK untuk tidak tinggal diam. Konkretnya yakni dengan meminta Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno segera menonaktifkan YI.

"OJK harus segera mengirim surat pada Meneg BUMN untuk menonaktifan Yossi Istanto karena diduga telah melakukan pelanggaran integritas kategori berat," tegasnya.

Dalam kasus pembobolan uang di BTN tersebut, ada empat nasabah yang menjadi korban.

Keempat nasabah BTN itu, yakni, Surya Artha Nusantara Finance (SAN Finance), PT Asuransi Jiwa Mega Indonesia (AJMI) dan PT. Asuransi Umum Mega (AUM), serta PT Global Index Investindo.

Kasus ini terbongkar, saat salah satu perusahaan melakukan pencairan dana, namun sayangnya, pihak BTN mengkonfirmasi bahwa penempatan deposito dana mereka tidak terdaftar.

Pihak BTN beralibi, dana tersebut terdaftar sebagai nasabah rekening giro dan sudah dilakukan penarikan dana. Pelaku diduga menjalankan modus mengajukan penawaran menempatkan dana pada BTN dengan bunga sesuai pasaran kepada korban.

Baca Juga: OJK Watch Desak Menteri BUMN Nonaktifkan Yossi Istanto

Terkait kasus itu, Corporate Secretary BTN, Achmad Chaerul menegaskan bahwa peristiwa dugaan pemalsuan bilyet deposito, sebelumnya telah diputus oleh Pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

"Dimana Pengadilan telah menjatuhkan vonis hukuman kepada pelaku komplotan di luar Bank BTN dan oknum pejabat dan pegawai yang terlibat," tandas Achmad Chaerul sembari menegaskan kalau putusan itu harus dijadikan sebagai pegangan berbagai pihak.

Lebih lanjut kata Achmad Chaerul, sejauh ini Bank BTN telah responsif dan turut membantu menyelamatkan dana nasabah. Buktinya, pihaknya telah melaporkan terduga komplotan kejahatan perbankan ke Polda Metro Jaya pada saat itu berdasarkan Laporan Polisi Nomor : TBL/5738/XI/2016/PMJ/Dit.Reskrimsus tanggal 21 November 2016. Tak hanya itu, BTN pun telah membentuk cadangan risiko operasional yang telah disampaikan dalam laporan keuangan audit tahun 2016.

"Artinya, Bank BTN sebagai perusahaan berbadan hukum telah patuh dalam menjalankan bisnis secara Good Corporate Governance (GCG) dan prinsip prudential banking practice dalam masalah ini," tekan Achmad Chaerul.

Terkait dengan adanya pengembangan perkara, atas nama Bank BTN, Achmad Chaerul pun mengaku berharap agat para pihak dapat menghormati proses hukum yang sedang berjalan dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.

"Bank BTN mencadangkan haknya untuk memproses secara hukum dugaan adanya tindakan para pihak yang merugikan nama baik Bank sebagai institusi. Bank BTN juga memastikan pihaknya taat asas dan patuh hukum serta tidak akan melindungi pihak manapun yang terkait dengan masalah ini," pungkasnya.

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri sudah menanggapi banyaknya kasus terkait dengan dana nasabah yang dialami bank pelat merah di Indonesia.

Menurut Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo, kasus terkait dengan dana pihak ketiga (DPK) kerap terjadi selama ini. OJK disebutnya sudah sering mengingatkan bank agar berhati-hati dan memperketat pengawasan dana nasabah.

"Kasus-kasusnya banyak yang terjadi sudah lama, tapi dipublikasikan lagi baru-baru ini. Kalau itu (imbauan) sudah banyak kali kami ingatkan," ujar Slamet.***