MEDAN-Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) telah melakukan kajian terhadap kebijakan tarif cukai rokok dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 156 Tahun 2018 mengenai Perubahan PMK 146 Tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. INDEF juga mengkaji Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor 37 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau yang merupakan peraturan turunannya. Sejumlah celah yang ada dalam berbagai aturan tersebut membuat penerimaan negara dan pengendalian konsumsi rokok tidak optimal.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad, menjelaskan terdapat tiga temuan utama dari hasil kajian INDEF terkait kebijakan cukai rokok. Pertama, struktur cukai saat ini masih belum mengakomodir persaingan yang berkeadilan dan cenderung memiliki celah yang mampu dimanfaatkan.

PMK 146/2017 yang direvisi menjadi PMK 156/2018 telah membuat golongan tarif cukai rokok berdasarkan jenisnya yaitu sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek tangan (SKT). Golongan tarif itu disusun berdasarkan produksi untuk membedakan perusahaan besar dan kecil.

Namun, temuan yang ada saat ini menunjukkan perusahaan besar masih bersaing dengan perusahaan kecil.