JAKARTA-Masih belum hilang dari ingatan masyarakat Tapanuli Selatan atas tindakan Abdullah Ritonga (60) warga Desa Dapuk Tua, Kecamatan Marancar, Tapanuli Selatan merupakan residivis kejahatan seksual terhadap putri kandungnya hingga anaknya hamil.

Atas perbuatan bejatnya berarapa tahun lalu itu Abdullah juga pernah mendekam di Lapas Simeleu Aceh dan Lapas Tajung Gusta Medan masing 7 dan 9 tahun.

Demikian juga dengan kasus kejahatan seksual yang pernah dilakukan RH (42) beberapa bulan lalu terhadap 40 anak korbannya berusia 7-12 tahun di desa Hutaimbaru, Batangtoru, Tapanuli Selatan dan kasus-kasus kekerasan seksual bentuk lainnya di wilayah hukum Tapanuli Selatan.

"Atas berulangnya kasus-kasus kejahatan seksual terhadap anak dalam bentuk pencabulan, sodomi dan persetubuhan sedarah (incest) yang dilakukan orang terdekat korban, Komnas Perlindungan Anak Indonesia menyimpulkan bahwa Tapanuli Selatan mengalami "Darurat Kejahatan dan Kekerasan Seksual Terhadap anak" serta mendorong agar masyarakat Tapanuli Selatan waspada terhadap meningkatnya kejahatan seksual terhadap anak di Padang Sidempuan dan Tapanuli," ungkap Arist Merdeka Sirait, Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak kepada Gosumut via wa selulernya dari kantornya di bilangan Pasar Rebo, Jakarta Timur, Sabtu (3/8/2019) guna merespon maraknya kejahatan seksual terhadap anak dalam bentuk "incest" di Tapanuli Selatan.

Arist menambahkan, peringatan untuk mewaspadai meningkatkannya kasus kejahatan seksual terhadap anak dalam bentuk "incest" dan kejahatan seksual bentuk lainnya seperti sodomi di Tapanuli Selatan, seorang pria yang berinisial TMP (37) di Padang Sidempuan Provinsi Sumatera Utara diduga telah mencabuli putri kandungnya sebut saja Bunga bukan nama sebenarnya saat ini sudah berusia 13 tahun.

Dari hasil penyelidikan sementara Polisi tindak pidana kejahatan seksual telah dilakukan pelaku sejak Bunga masih berusia 7 tahun. Kasus kejahatan seksual ini terungkap Selasa 30 juli 2019 setelah korban sudah tidak kuat lagi dengan perbuatan dan ancaman sang ayah. Atas perbuatan bejat ayah kandungnya itu, korban akhirnya memberanikan diri untuk melapor ke tetangganya yang masih kerabat keluarga korban baru berinisial RSS (23).

Mendapat kabar dugaan pencabulan tersebut, kemudian RSS bersama keluarga lainnya didampingi Dinas PPPA Kota Padang Sidempuan mendatangi Polres Padang Sidempuan dan Yayasan Burangir Tapanuli Selatan dan membuat pengaduan ke Polresta Padang Sidempuan.

Kapolres Padang Sidempuan AKBP Hilman Hidayat, Si.K melalui Kasat Reskrim AKP Abdi Adullah, SH yang disampaikan Kanit PPA Aipda Jamil Siregar Polres Padang Sidempuan mengatakan, saat melaporkan dugaan kekerasan seksual yang dialami Bunga, korban masih terlihat sekali dalam ketakutan dan stres atas kasus tersebut.

Setelah Pihak keluarga korban melaporkan peristiwa ini Selasa 30 Juli 2019 ke Polres Padang Sidempuan pihaknya langsung melakukan penangkapan terhadap TM di kediamannya.

Masih menurut Kanit PPA Ipda Jamil Siregar, dari hasil penyidikan sementara, berdasarkan keterangan saksi, alasan korban melaporkan hal tersebut kepada saudaranya karena sang ayah terus meminta dan memaksanya agar mau diajak berhubungan intim dengan dibawa ancaman pisau.

Terakhir kali kejahatan seksual dilakukan pelaku terhadap korbann Senin 29 Juli 2019 pada malam hari di rumahnya.

Dikatakan Jamil diduga perbuatan tersebut sudah dilakukan pelaku kepada korban sejak 6 tahun lalu. Atas peristiwa yang menghancurkan masa depan korban tidak pernah bercerita kepada siapapun bahwa dirinya kerap dipaksa melayani perbuatan bejat ayah sendiri.

Berdasarkan keterangan saksi korban berani melapor karena diyakinkan juga oleh pihak keluarga. Sebab setelah ibu korban bercerai dengan ayahnya, pelaku diduga kerap memaksa dengan cara mengancam dengan pisau. Akhirnya korban cerita ke tetangganya, kemudian dikuatkan oleh untuk memberikan laporan kepada pihak kepolisian.

Dikatakan Jamil, dari hasil penyidikan sementara pria duda tersebut kerap melancarkan aksinya pada malam hari. Ironisnya TMP juga diduga sering mengancam bahkan memukul korban apabila korban menolak untuk menuruti kemauan pelaku.

Atas perbuatan bejat TMP ini, selain mengajak masyarakat Sidempuan dan Tapanuli Selatan mewaspadai meningkatnya kasus "incest" dan kekerasan seksual terhadap anak ini, serta demi keadilan bagi korban, sebagaimana diatur dalam Ketentuan UU RI Nomor : 17 tahun 2016 mengenai penerapan Perpu Nomor : 01 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor : 23 tahun 2003 tentang perlindungan anak, junto UU RI Nomor : 35 tahun 2014 mengenai perubahan atas UU RI Nomor : 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak mendorong Polres Padang Sidempuan dapat menerapkan ancam berupa kurungan penjara terhadap TM minimal 10 tahun penjara dan maksimal 20 tahun dengan pemberatan hukuman dan karena TM merupakan ayah korban yang seharusnya melindungi anaknya.

"TM terancam hukuman seumur hidup, dengan demikian Komnas meminta Polresta Sidempuan jangan ragu-ragu menerapkan dua UU tersebut diatas secara berlapis sebagai sangkahan hukum," tegas Arist.

Untuk pemulihan korban, Komnas Anak sebutan lain dari Komnas Perindungan Anak akan segera berkordinasi dengan Kadis PPPA Kota Sidempuan, Yayasan Burangir Tapsel dan pegiat Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Tapanuli Selatan serta P2TP2A Sidempuan dan Tapsel untuk memberikan dampingan hukum dan terapy psikososial.

Arist menambahan, selain aksi memberikan dampingan psikologis bagi korban, atas maraknya kasus kejahatan seksual terhadap anak di Kota Sidempuan dan Kabupaten Tapsel, segera mendorong segera pemerintah mencanangkan kewajiban setiap Desa dan atau kampung membangun Gerakan Perlindungan Anak se Kampung (Sahuta) melalui program "Sisada Anak Sisada Boru".

Bila diperlukan Aksi Sisada Anak sisada Boru dapat dikuatkan melalui penetapan Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Anak atau dituangkan dalam Peraturan Desa (PERDES) tentang pemberdayaan masyarakat rentan termasuk kewajiban anggota masyarakat desa atau saling menjaga dan melindungi anak.*