MEDAN - Pilkada Medan harus menjadi momentum perubahan peradaban. Makanya, pilkada harus menawarkan masa depan lebih baik ketimbang menjanjikan kekelaman masa kini dan yang telah lalu.

Demikian dikatakan Relawan Gerakan Menolak Politik Uang, Jenny Zain dalam diskusi internal bertema 'Pilkada Medan 2020: Sebuah Harapan atau Keputus-asaan'. Diskusi dihelat, Kamis (25/7/2019) malam di Halani Coffe Jalan Gunung Krakatau Medan.

Diungkapkannya, Pilkada Medan 2020 bisa menjadi momentum menciptakan harapan baru atau malah terjebak pada sebuah keputus-asaan. Hal itu bergantung pada kontestan yang menjadi calon Walikota-Wakil Walikota Medan nantinya dan kemauan publik untuk memperbaiki peradaban.

"Harapan akan muncul bila ada nama-nama baru dengan latarbelakang clean and clear, mengakar serta tidak tersandera dosa masa lalu. Sebaliknya, besar kemungkinan tercipta keputus-asaan jika dipimpin orang-orang yang mengandalkan uang sebagai senjata utama untuk membeli suara rakyat," ungkap Jenny.

Mahasiswi Pascasarjana Unpri Medan itu menekankan, masyarakat Medan harus mau belajar dari pengalaman Pilkada Medan 2015. Ini menjadi pelajaran paling berharga dimana rakyat hanya disodorkan dua pasangan calon antara petahana minim prestasi dengan penantang yang tak punya basis mengakar di titik manapun.

"Kita disodorkan dua pasangan yang telah ditentukan terlebih dulu oleh parpol. Lalu oleh penyelenggara, kita dianjurkan memilih di TPS. Akibatnya, angka golput tidak kurang dari 74 persen. Ini peradaban demokrasi paling buruk bagi kota yang katanya berusia ratusan tahun," ungkap Jenny.

Untuk itu, Jenny menilai munculnya nama calon Walikota Medan dari jalur non partai merupakan alternatif yang bisa menjembatani aspirasi rakyat hingga ke akar rumput. Tentu yang perlu digarisbawahi adalah calon berlatarbelakang bersih, bukan impor serta tidak terjebak pada kepentingan kelompok.

Jenny menganalisis, sejauh ini baru nama Edy Ikhsan yang menyatakan siap maju Pilkada Medan lewat jalur non partai. Sementara yang lainnya terkesan masih malu-malu mau.

"Kita berharap Edy Ikhsan mendapat restu tidak hanya berupa fisik KTP tapi juga gerakan-gerakan pencerdasan dari orang-orang yang mendorongnya dalam kontestasi. Apalagi kita tahu Edy Ikhsan ini punya basis yang mengakar di tataran kampus dan aktivis NGO," papar Jenny.

Dengan tak mengesampingkan peranan parpol dalam demokrasi, Jenny, menilai kemunculan Edy Ikhsan bisa menjadi penyejuk di tengah oase kedahagaan kepemimpinan di Kota Medan yang lebih banyak ditentukan tataran elit partai politik.

Yang tak kalah penting, sambung Jenny, rakyat harus berani membangun kesadarannya sendiri untuk menciptakan sebuah peradaban yang lebih baik.

"Kita awali dari keyakinan diri bahwa kita adalah pemegang kedaulatan. Money politic yang melemahkan kesadaran hak-hak politik rakyat harus dilawan. Peradaban yang baik tidak diciptakan dari praktik jual-beli suara," tukas Jenny.