MEDAN - PSMS Medan akan menjamu Perserang Serang Banten di Stadion Teladan, Sabtu (6/7/2019) sore ini. Bagi Ayam Kinantan, laga ini menjadi laga kandang kedua setelah pada 2 Juli 2019 harus mengalah di tangan tamunya Cilegon United. Kekalahan ini menyisakan kepahitan karena selain kalah di kandang sendiri, manajemen juga disorot soal kebobrokan kesiapan terutama masalah tiket.

Untuk itu, pada pertandingan sore ini banyak yang pasang mata agar benah-benah PSMS Medan tidak terhambat akibat ketidakbecusan manajemen.

"Jika soal tiket pun tak juga diperbaiki, maka manajernya memang tak punya malu," tegas Ketua Bidang Eksternal Badko HMI Sumut, Maulana Ibrahim Sirait, Sabtu (6/7/2019) pagi.

Soal gangguan dugaan mafia skor di laga kali ini, Badko HMI menegaskan sudah memasang mata. Maulana mengungkap, mereka wanti-wanti setelah di luar dugaan PSMS Medan harus tumbang di tangan Cilegon pada 2 Juli 2019.

"Kami sudah melakukan pengumpulan informasi soal kekalahan kemarin. Banyak hal menarik dan tak menduga. Makanya kami pasang mata agar tidak ada dugaan main mata di laga kali ini. Sebagai andil pengawasan, kita harus cegah sedini mungkin agar mafia jangan berkecimpung di dunia sepakbola," tegas Maulana Ibrahim.

Maulana Ibrahim juga menyoroti kinerja Manajer PSMS Medan Mulyadi Simatupang.

"Yang menunjuknya jadi manajer juga patut dipertanyakan. Saudara Mulyadi ini kan Kadis Kelautan dan Perikanan . Dia mau ngurusi nelayan atau sepakbola? Ini kontras, satu ngurusi lapangan daratan, satu lagi ngurusi air asin. Gak nyambung, jadi amburadul dua-duanya," tukas Maulana Ibrahim.

Sebelumnya diketahui, laga kandang perdana melawan Cilegon United 2 Juli 2019, fans PSMS Medan yang membeli tiket sudah merasa kecewa sebelum pertandingan dimulai.

Pasalnya, tiket yang dibeli tersebut berstempel Panitia Pertandingan Persahabatan. Padahal saat laga melawan Cilegon itu, berstatus laga resmi Liga 2.

Di jagat medsos, persoalan tiket tersebut menjadi cibiran netizen. Bahkan dalam wawancara dengan suporter, mereka menuntut manajemen segera mundur.*